Panja RUU ASN Usulkan Penuntasan Tenaga Honorer Mundur sampai Desember 2024
Dalam pembahasan revisi UU ASN, DPR mengusulkan tenggat penuntasan tenaga honorer mundur sekitar setahun jadi Desember 2024. Sebelum itu, pemerintah diberi waktu memvalidasi data tenaga honorer.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara dari Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan agar penuntasan tenaga honorer diperpanjang, yakni dari semula November 2023 menjadi Desember 2024. Dalam rentang waktu itu, akan dipikirkan skema mengenai proses alih status tenaga honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Pemerintah daerah juga dilarang merekrut kembali tenaga honorer.
Dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (28/8/2023), salah satu poin yang dibahas ialah perubahan Pasal 131A terkait penyelesaian tenaga honorer. Rapat yang digelar tertutup itu dihadiri perwakilan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN).
Di Pasal 131A usulan RUU ASN yang lama, disebutkan penataan tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap nonpegawai negeri sipil (PNS), pegawai pemerintah nonpegawai negeri, dan tenaga kontrak yang bekerja terus-menerus dan diangkat berdasar surat keputusan diatur dalam peraturan pemerintah.
Adapun, dalam usulan RUU ASN yang terbaru, pasal itu diubah menjadi, pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak UU ini mulai berlaku instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain pegawai ASN.
Seusai rapat, Ketua Panja RUU ASN Syamsurizal mengatakan, pemerintah dan DPR sepakat agar tidak ada pemberhentian tenaga honorer secara massal pada November 2023. Adapun berdasar amanat Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, penataan tenaga honorer akan jatuh tempo pada November 2023. Ini akan berdampak pada lebih dari 2,3 juta tenaga honorer.
”Kami akan jadikan salah satu pasalnya itu menyebutkan agar beri tenggat sampai Desember 2024, masih sampai setahun ke depan. Untuk apa? Untuk proses menyelamatkan mereka yang 2,3 juta honorer tadi. Jadi, itu jangka pendek. Kami selesaikan masalahnya,” ujar Syamsurizal.
Selain itu, dalam pasal itu, juga disepakati penambahan satu penjelasan, yakni sampai Desember 2024 pemerintah juga akan diberi waktu memvalidasi jumlah tenaga honorer di seluruh Indonesia. Validasi data ini, menurut Syamsurizal, sangat penting karena pemerintah sejauh ini juga belum yakin mengenai total tenaga honorer di Indonesia.
”Walau sudah ada surat pernyataan tanggung jawab mutlak dari setiap kabupaten, tetapi berdasarkan data dari kami yang juga turun ke lapangan, masih ada pegawai yang di luar dari 2,3 juta itu,” katanya.
Panja RUU ASN menginginkan agar seluruh tenaga honorer kelak bisa beralih status menjadi PPPK sebagaimana rangkaian tes yang telah disiapkan pemerintah.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Guspardi Gaus menegaskan, upaya penyelamatan tenaga honorer ini akan menjadi percuma jika pimpinan instansi atau pejabat pembina kepegawaian (PPK) tetap diberi ruang merekrut kembali tenaga honorer. Karena itu, menurut dia, perlu diatur mengenai ketentuan hukum bagi kepala daerah yang melanggar hal tersebut.
”Kalau enggak (ada sanksi), tenaga honorer ini akan membengkak lagi. Kalau ada pembiaran, tidak ada tindakan tegas dari kementerian, saya khawatir, kita tidak akan mampu menyelesaikan masalah-masalah ini. Ini perlu ada kejelasan dan ketegasan di RUU ASN,” kata Guspardi.
Data belum rapi
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kemenpan dan RB Alex Denni mengakui, jumlah tenaga honorer yang berjumlah 2,3 juta orang bisa bertambah, tetapi bisa juga berkurang. Sebab, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), data yang disampaikan oleh PPK tidak sama dengan basis data BKN. Kemudian, ada pula tenaga honorer yang namanya belum tercatat di surat pernyataan tanggung jawab mutlak dari pimpinan instansinya.
”Hasil audit sementara, banyak data yang enggak reliable menurut BPKP. Untuk itu, kami tidak boleh gegabah. Makanya, Pak Menteri (Menpan dan RB) minta BPKP audit secara menyeluruh. Jadi, ini untuk keadilan semua. Kan kami mesti bikin kebijakan berbasis data. Nah, datanya belum rapi. Jadi, mesti dicek lagi,” kata Alex.
Namun, pada prinsipnya, pemerintah berkomitmen ada solusi terbaik bagi jutaan tenaga honorer ini. ”Jangan sampai ada PHK massal. Jangan sampai ada pendapatan mereka berkurang dan sebagainya. Itu, kan, menjadi concern kami. Jadi buat saya, ini sangat positif responsnya. Kita tunggu pembahasannya sampai tuntas, kalau sudah tuntas baru kami sosialisasi,” katanya.
Ia sepakat jika diatur kembali secara tegas mengenai sanksi kepada PPK jika bersikukuh merekrut tenaga honorer sampai Desember 2024. ”Sesuai perundangan-undangan, sanksi sudah diatur. Sanksinya bisa administrasi, kewenangannya bisa sampai dicabut,” katanya.