Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan resmi bekerja sama dengan Partai Hanura untuk mendukung bakal calon presiden Ganjar Pranowo serta dalam rangka mengikuti Pemilu 2024.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekuatan gabungan partai politik pendukung bakal calon presiden Ganjar Pranowo bertambah. Tak hanya diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, kini Ganjar juga didukung oleh tiga partai yang terdiri dari satu partai parlemen dan dua nonparlemen. Penambahan partai pendukung itu harus dikelola dengan baik agar keberadaannya bisa membantu pemenangan, tidak justru kontraporduktif.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) resmi bekerja sama dengan Partai Hanura untuk mendukung bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo serta dalam rangka mengikuti Pemilu 2024. Peresmian kerja sama berlangsung di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P, Jakarta, Senin (28/8/2023) sore.
Acara dihadiri Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang didampingi Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto dan pengurus DPP PDI-P lainnya. Dari Hanura, hadir Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang bersama Sekretaris Jenderal Hanura Kodrat Shah dan sejumlah pengurus DPP Hanura. Ganjar turut hadir di tengah para elite kedua partai politik (parpol) tersebut.
Setelah pertemuan tertutup antara para elite parpol dan Ganjar selama sekitar dua jam, Megawati menjelaskan, undangan PDI-P terhadap parpol lain umumnya akan terakumulasi dalam kerja sama politik. Namun, dirinya selalu menekankan soal bentuk kerja sama yang akan dibangun. Kesepakatan mengenai bentuk kerja sama itu penting agar tidak ada perbedaan pandangan ke depan.
”Dalam hal kerja sama ini kami harus menekankan yang namanya bentuk kerja sama sehingga tidak ada pikiran-pikiran yang menjadi berbeda,” ujar Megawati.
Hanura merupakan parpol pertama yang menyatakan dukungan terhadap Ganjar. Dukungan terhadap Ganjar disampaikan Hanura pada hari yang sama setelah Megawati mengumumkan penugasan Ganjar sebagai capres dari PDI-P. Kendati demikian, kerja sama politik baru terjalin beberapa bulan setelahnya. Hanura menjadi parpol ketiga yang turut mendukung Ganjar setelah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
Hasto mengklaim, hal itu terjadi karena Hanura memilih untuk bekerja di akar rumput sebelum memutuskan bekerja sama. Momentum ini juga dinilai tepat karena berada dalam konteks kenaikan kembali elektabilitas Ganjar berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga pada Juli—Agustus lalu. Sebelumnya, tingkat keterpilihan Ganjar sempat mengalami tren penurunan sejak awal 2023.
Dengan tambahan kekuatan dari Hanura, kata Hasto, pihaknya akan mendorong Ganjar untuk membangun kekuatan citranya sebagai bakal capres yang paling berkapasitas melanjutkan program pembangunan Presiden Joko Widodo. Terlebih, masa jabatan Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah juga akan selesai pada 5 September. Setelah tak lagi menjadi gubernur, Ganjar akan semakin intens berdialog dengan semua lapisan masyarakat, menampung ide dan masukan, serta berbicara mengenai gagasannya mengenai Indonesia ke depan.
”Kami berharap bahwa kampanye (ke depan) adalah wadah untuk tarung gagasan dan ide, bukan panggung ujaran kebencian apalagi mengatasnamakan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan),” kata Hasto.
Belum ada bakal cawapres
Oesman mengatakan, selama pertemuan dengan Megawati dan para elite PDI-P berlangsung, pembicaraan tidak terlepas dari isu aktual. Mulai dari perbedaan kelompok sukarelawan dengan parpol, peran penyelenggara dan pengawas pemilu dalam menciptakan pesta demokrasi yang berintegritas, hingga pentingnya suara generasi milenial pada Pemilu 2024.
Terkait dengan Pilpres 2024, kata Oso, ia meyakini bahwa Indonesia membutuhkan figur pemimpin yang benar-benar bisa menyentuh hati rakyat. Rekam jejaknya juga harus membuktikan kecintaannya pada masyarakat. Namun, itu semua tak perlu dibicarakan karena publik bisa merasakannya lewat kinerja figur dimaksud.
”Kita tidak perlu bicara soal track record (rekam jejak). Rakyat yang cinta pada bangsanya pasti mengetahui ke mana (pilihan) dia, karena rakyat sekarang sudah pintar,” ujar Oso.
Mengenai kerja sama dengan PDI-P, Oesman mengatakan, pihaknya belum membahas hal di luar dukungan terhadap Ganjar. Belum ada pula pembicaraan ihwal bakal calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi Ganjar. Apalagi para bakal capres dari gabungan parpol lain juga belum ada yang mengumumkan bakal cawapresnya. ”Kita tunggu-tunggu dululah, tunggu dulu tanggal mainnya,” tutur Oesman.
Unjuk kekuatan
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, deklarasi dukungan dari parpol terhadap bakal capres merupakan upaya memberikan kesan bahwa sosok yang bakal diusung memiliki dukungan politik yang kuat. Padahal, dalam konteks pilpres di Indonesia, dukungan parpol terhadap para kandidat tidak berpengaruh lebih signifikan ketimbang citra personal kandidat yang berkontestasi. Jumlah parpol yang mendukung kandidat pun tidak serta merta menjamin kemenangan di pilpres.
”Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo adalah contoh nyata figur yang didukung oleh sedikit partai, tetapi bisa memenangi pertarungan,” kata Adi.
Menurut Adi, gabungan parpol pendukung Ganjar menghadapi tantangan yang sama dengan koalisi parpol pendukung bakal capres lain. Koalisi dimaksud adalah Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN), yang mendukung Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai bakal capres. Juga Koalisi Perubahan untuk Persatuan, terdiri dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mendukung bakal capres, yakni mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno di ruang tunggu Kompas TV, Minggu (5/8/2018) malam.
Dukungan dari banyak parpol, tambah Adi, bisa berpotensi kontraproduktif terhadap elektabilitas bakal capres. Di tengah konteks rendahnya identitas kepartaian di Indonesia, publik cenderung bersikap apatis dan berpandangan buruk pada parpol. Karena itu, semakin sering bakal capres mendapatkan deklarasi dukungan, ia akan makin diasosiasikan dengan partai yang umumnya dianggap berjarak dengan masyarakat.
Menurut dia, preferensi publik untuk memilih lebih dipengaruhi sosok capres yang berkontestasi. Bahkan, pemilih juga cenderung tidak mempertimbangkan parpol pengusung capres yang mereka sukai. Untuk itu, alih-alih unjuk kekuatan pendukung, parpol hendaknya bisa membantu capres untuk membangun citra kandidat yang dekat dengan rakyat.
”Di level praktik, publik suka dengan calon yang hampir setiap hari menyambangi mereka, mengajak berdialog, diskusi, bertanya tentang kesulitan hidup yang dialami, dan syukur-syukur bisa memberikan bantuan yang konkret,” kata Adi.