PPP Gulirkan Duet Sandiaga-AHY, PKS Akui Banyak Godaan Bermunculan
Komunikasi politik yang dibangun PPP dengan partai politik lain memunculkan wacana untuk menduetkan Sandiaga-AHY pada Pilpres 2024.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Persatuan Pembangunan menggulirkan wacana untuk memasangkan Ketua Badan Pemenangan Pemilu PPP Sandiaga Salahuddin Uno dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono pada Pemilihan Presiden 2024.
Namun, kepemilikan kursi parlemen ataupun raihan suara gabungan kedua partai politik itu belum bisa memenuhi tiket pencalonan presiden. Artinya, masih dibutuhkan dukungan partai politik lain untuk mengusung Sandiaga-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Opsi itu muncul karena sampai saat ini bakal calon presiden (capres) yang didukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Perindo, dan Partai Hanura, Ganjar Pranowo, belum juga menetapkan bakal calon wakil presiden (cawapres). Padahal, PPP sudah mengusulkan Sandiaga untuk menjadi bakal capres Ganjar kepada PDI-P.
Di sisi lain, bakal capres yang didukung Partai Demokrat bersama Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anies Rasyid Baswedan, juga belum menetapkan kandidat pendamping. Padahal, sejumlah nama sudah diusulkan untuk menjadi bakal cawapres Anies, termasuk AHY.
Dari komunikasi itu mungkin saja muncul wacana untuk menduetkan Sandiaga-AHY pada Pilpres 2024.
Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Mardiono di Jakarta, Kamis (24/8/2023), mengatakan, partainya hingga kini terus menjalin komunikasi dengan PDI-P untuk memperjuangkan Sandiaga menjadi bakal cawapres dari Ganjar. Meski demikian, PPP juga tetap menjalin komunikasi dengan partai politik lain, salah satunya Partai Demokrat.
”Ya, kan, politisi tidak didominasi oleh satu orang. Ya, mungkin Bung Awiek (Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi) yang ada di fraksi ketemu sama fraksi dari Demokrat, ketemu sama fraksi lain yang ada di komisi,” papar Mardiono.
Dari komunikasi itu, lanjut Mardiono, mungkin saja muncul wacana untuk menduetkan Sandiaga-AHY pada Pilpres 2024. ”Mungkin ada bisik-bisik politik. Mungkin lahir pemikiran-pemikiran itu. Tetapi kalau yang secara konstitusi, yang menjadi keputusan akhir, belum ada pemikiran-pemikiran itu. Tapi sekali lagi bahwa wacana itu ada, ya mungkin ada,” ucapnya.
Namun, Mardiono menyadari, PPP dan Demokrat belum bisa memenuhi ambang batas pencalonan presiden. Jumlah kursi parlemen yang dikuasai kedua parpol itu masih di bawah 20 persen dan raihan suara mereka pada Pemilu 2019 juga masih di bawah 25 persen. Karena itu, masih dibutuhkan partai lain untuk bisa bergabung. ”Jadi, saling mengajak itu sudah pasti. Namanya juga lagi usaha. Namanya juga lagi berjuang,” kata Mardiono.
Banyak godaan
Ditemui secara terpisah, fungsionaris PKS Nasir Djamil mengatakan, tidak ada yang salah dari wacana menduetkan Sandiaga dengan AHY. Menurut dia, keinginan itu sah-sah saja, tetapi tetap harus melihat realitas politik yang ada.
”Semua partai, kan, sedang berkomunikasi dengan koalisi yang sudah dibentuk. Jadi, dalam pandangan saya, ya sah-sah saja, boleh-boleh saja punya keinginan (menduetkan Sandiaga-AHY) seperti itu. Tetapi, ya, harus lihat realitas yang ada di depan mata. Jangan sampai nanti seperti kata pepatah, seperti pungguk merindukan rembulan, ya,” tutur Nasir.
Terlepas dari itu, Nasir mengungkapkan, hubungan PKS dengan Sandiaga sangat dekat. Sandiaga sudah sering berkomunikasi dengan para elite PKS. Dalam komunikasi itu, setiap peluang dan strategi pemenangan dalam Pemilu 2024 tentu didiskusikan.
”Jadi, semua peluang itu bisa terjadi. Komunikasi sudah terbangun. Ya, mudah-mudahan saja ada jalan untuk Mas Sandiaga. Ya, selama cawapres (Anies) belum ditentukan, sehingga banyak godaan. Dan banyak yang menggoda dan ingin digoda,” kata Nasir.
Namun, PKS menyadari bahwa kini partainya sudah terikat perjanjian politik dengan Nasdem dan Demokrat. Konsistensi atas komitmen kerja sama politik itu tentu juga dibutuhkan.
Ia menilai wacana menduetkan Sandiaga dan AHY sebenarnya muncul akibat para bakal capres tak kunjung menentukan bakal cawapresnya. Alhasil, isu-isu berseliweran dan beberapa pihak mencoba membuat spekulasi poros baru.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Renanda Bachtar mengatakan, partainya tidak ingin berspekulasi mengenai pasangan Sandiaga-AHY karena partainya sudah terikat pada piagam kesepakatan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) bersama dengan PKS dan Nasdem.
”Opsi lain baru akan kami pertimbangkan jika memang pada akhirnya ada salah satu partai mengkhianati piagam kesepakatan Koalisi Perubahan yang menyebabkan koalisi ini tidak jadi berlayar,” ucap Renanda.
Ia juga tidak yakin dan tidak ingin berprasangka buruk kepada Nasdem soal wacana menduetkan Anies sebagai bakal cawapres Ganjar. Jika itu terwujud, ini tentu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap kesepakatan sebagaimana isi piagam kesepakatan KPP.
Renanda Bachtar
Menurut dia, di dalam piagam tersebut, ketiga partai sudah menyepakati sejumlah kriteria bakal cawapres Anies. Jika kelak Agus tidak dipilih sebagai bakal cawapres Anies, Demokrat akan menerimanya asal bakal cawapres pilihan Anies tersebut memenuhi semua kriteria yang tertuang di dalam piagam kesepakatan.
”Kalau ternyata hasilnya di luar piagam kesepakatan, apakah semua partai di koalisi tidak berhak mempertanyakan? Dan jika satu atau dua partai menolak menyetujui bakal cawapres tersebut, apakah itu boleh diartikan sebagai bentuk pengkhianatan? Saya berpendapat justru yang mengingkari kesepakatanlah yang tidak memiliki komitmen yang kuat untuk menjaga soliditas Koalisi Perubahan dan Persatuan,” ucap Renanda.
Namun, ia berharap pengkhianatan terhadap kesepakatan tersebut tidak terjadi. Sampai hari ini, Demokrat masih berpandangan positif kepada Nasdem dan berkeyakinan bahwa Nasdem masih memiliki integritas untuk mematuhi kesepakatan bersama tersebut.