Diundang Hadir, Indonesia Masih Kaji Keanggotaan di BRICS
Presiden Joko Widodo mengajak negara-negara berkembang solid dan mendorong kerja sama yang setara dan inklusif di KTT BRICS. Indonesia masih mempertimbangkan keanggotaannya di BRICS.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia masih mengkaji keikutsertaan untuk menjadi anggota aliansi negara-negara Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan atau BRICS. Namun, semangat Bandung dan solidaritas di antara negara-negara berkembang harus tetap disuarakan. Kerja sama yang inklusif dan setara pun didorong dalam KTT BRICS.
”Kita ingin mengkaji terlebih dahulu, mengalkulasi terlebih dahulu. Kita tidak ingin tergesa-gesa,” kata Presiden Joko Widodo mengenai rencana Indonesia bergabung dengan BRICS.
Hal itu disampaikan Presiden dalam keterangannya seusai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-15 BRICS yang digelar di Sandton Convention Center, Johannesburg, Afrika Selatan, Kamis (24/8/2023).
Presiden Jokowi menilai hubungan Indonesia dengan negara-negara anggota BRICS saat ini sangat baik, khususnya dalam bidang ekonomi. Namun, sampai saat ini, Indonesia belum menyampaikan surat pernyataan minat (expression of interest) yang menjadi syarat proses menjadi anggota baru BRICS.
”Untuk menjadi anggota baru BRICS, suatu negara harus menyampaikan surat expression of interest. Semua harus menyampaikan surat itu, dan sampai saat ini memang Indonesia belum menyampaikan surat tersebut,” ujarnya.
Dalam sesi BRICS-Africa Outreach and BRICS Plus Dialogue, Presiden Jokowi mengingatkan kondisi dunia yang saat ini seakan bergerak tanpa nakhoda dan kompas yang jelas setelah pandemi Covid-19, krisis global, dan krisis pangan. Semua ini tak bisa diatasi sendiri-sendiri atau oleh sekelompok negara saja.
Kita ingin mengkaji terlebih dahulu, mengalkulasi terlebih dahulu. Kita tidak ingin tergesa-gesa.
”Kehadiran saya hari ini bukan hanya sebagai pemimpin Indonesia, melainkan juga sebagai sesama pemimpin The Global South yang mewakili 85 persen populasi dunia yang menginginkan win-win formula. Kehadiran saya di sini juga didasari keinginan untuk terus menghidupkan spirit Bandung yang masih sangat relevan sampai saat ini, di mana solidaritas, soliditas, dan kerja sama antarnegara berkembang perlu terus diperkuat,” tuturnya.
Turut mendampingi Presiden antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Kehadiran saya hari ini bukan hanya sebagai pemimpin Indonesia, melainkan juga sebagai sesama pemimpin The Global South yang mewakili 85 persen populasi dunia yang menginginkan win-win formula.
Presiden pun mengajak negara-negara berkembang untuk bersatu dan memperjuangkan hak-haknya.
”Diskriminasi perdagangan harus kita tolak, hilirisasi industri tidak boleh dihalangi. Kita semuanya harus terus menyuarakan kerja sama yang setara dan inklusif. BRICS dapat menjadi bagian terdepan untuk memperjuangkan keadilan pembangunan dan mereformasi tata kelola dunia yang lebih adil,” tambah Presiden, yang hadir sekaligus sebagai Ketua ASEAN.
Diingatkan pula bahwa kerja sama ini perlu terus konsisten menghormati hukum internasional dan hak asasi manusia. Dengan demikian, kerja sama ini perlu mengatasi tatanan ekonomi dunia saat ini yang dinilai tidak adil, apalagi kesenjangan pembangunan semakin lebar dan jumlah rakyat miskin dan kelaparan semakin bertambah. Untuk itu, kata Presiden, situasi seperti ini tidak boleh dibiarkan.
Hutan dan Hilirisasi
Seusai KTT BRICS, Presiden Jokowi menggelar pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Republik Demokratik (RD) Kongo Jean-Michel Sama Lukonde di Sandton Convention Centre. Dalam pertemuan itu, Presiden menyebutkan, Indonesia dan RD Kongo memiliki peluang peningkatan kerja sama dalam mengembangkan nilai ekonomi hutan dan bisa berkontribusi mengatasi perubahan iklim.
Saya harap kita dapat meningkatkan kerja sama pengelolaan hutan dan pengembangan potensi kredit karbon. Indonesia siap berbagi pengalaman terkait konservasi gambut dan pengembangan bioekonomi serta pengelolaan hutan lestari.
Hal ini didukung kenyataan bahwa kedua negara memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Indonesia pun siap berbagi pengalaman dalam hal konservasi gambut hingga pengelolaan hutan lestari.
”Saya harap kita dapat meningkatkan kerja sama pengelolaan hutan dan pengembangan potensi kredit karbon. Indonesia siap berbagi pengalaman terkait konservasi gambut dan pengembangan bioekonomi serta pengelolaan hutan lestari,” kata Presiden.
Kerja sama pengembangan hilirisasi industri juga dibahas dalam pertemuan bilateral ini. RD Kongo dan Indonesia merupakan negara penghasil kobalt terbesar pertama dan kedua di dunia.
”Indonesia siap berbagi pengalaman dan keahlian terkait ekosistem hilirisasi dan akan mendorong BUMN Indonesia terlibat dalam eksplorasi dan investasi,” tambah Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi mengajak PM Lukonde untuk mendorong terwujudnya sejumlah kerja sama beberapa badan usaha milik negara (BUMN) Indonesia dengan RD Kongo yang saat ini tengah dijajaki.
Seusai menghadiri KTT BRICS, Presiden Jokowi dan rombongan menuju Bandar Udara Internasional OR Tambo untuk bertolak kembali ke Tanah Air.