Indonesia berpotensi kuat untuk mewujudkan mimpi kemerdekaan karena besarnya jumlah penduduk dengan usia produktif. Optimisme para pemuda juga menjadi penguatnya.
Oleh
Nobertus Arya Dwiangga Martiar, IQBAL BASYARI, ZULKARNAINI, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA, JUMARTO YULIANUS, COKORDA YUDISTIRA M PUTRA, RENY SRI AYU ARMAN, FRANSISKUS PATI HERIN, FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — MimpiIndonesia menjadi negara maju dan sejahtera belum sepenuhnya terwujud, 78 tahun setelah Indonesia merdeka. Namun, hal itu tak menyurutkan perjuangan anak-anak bangsa dari berbagai belahan Nusantara untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Dengan sumber daya yang ada, para pemuda merevitalisasi mimpi kemerdekaan kemudian menjalankan berbagai upaya untuk mewujudkannya.
Mimpi Indonesia merdeka sejatinya telah ditetapkan dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Ada empat tujuan bernegara, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia menilai cita-cita kemerdekaan belum terwujud setelah 78 tahun Indonesia merdeka. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 8-11 Agustus menunjukkan, masyarakat yang menilai empat tujuan kemerdekaan sudah sepenuhnya tercapai masih kurang dari 20 persen. Hampir separuh masyarakat menilai cita-cita kemerdekaan baru tercapai sebagian.
Pemberantasan korupsi, penguatan ekonomi, dan penambahan lapangan kerja masih menjadi tiga pekerjaan rumah yang paling mendesak diselesaikan agar tujuan kemerdekaan sepenuhnya terwujud. Persoalan yang juga harus segera diselesaikan, antara lain, upaya meningkatkan sumber daya manusia; menguatkan rasa nasionalisme, persatuan dan kesatuan bangsa; serta menghadirkan kesejahteraan rakyat.
Sekalipun hampir separuh masyarakat merasa skeptis terhadap pemenuhan tujuan kemerdekaan, optimisme terus muncul dari generasi muda di berbagai penjuru Nusantara. Direktur Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh Farwiza Farhan salah satunya. Menurut dia, selama 78 tahun merdeka, Indonesia telah melalui berbagai krisis. Bertumbuh dari negara miskin dan tertinggal menjadi negara dengan ekonomi menengah dan berkembang. Taraf hidup banyak orang pun semakin membaik.
Pada saat bersamaan, masyarakat tak bisa menafikan bahwa negeri ini masih menghadapi banyak masalah, mulai dari daya saing yang rendah, pembangunan ekonomi yang masih bergantung pada ekstraksi sumber daya alam dan kerusakan lingkungan, hingga kesempatan yang tak sama rata di berbagai strata masyarakat.
Oleh karena itu, Farwiza mengajak seluruh masyarakat bersama-sama menyatukan dan membangun visi Indonesia di masa depan. Alasannya, Indonesia akan menghadapi tantangan yang sangat besar dalam 20 hingga 30 tahun ke depan.
”Momentum kemerdekaan tahun ini selayaknya membuka ruang untuk melihat ke belakang dan mengingat sejarah hadirnya bangsa ini,” ujarnya.
Arita Muhlisa, pegiat literasi asal Maluku, mengingatkan para pemuda tidak hanya kritis terhadap persoalan bangsa, tetapi juga mampu menghadirkan solusi atas berbagai masalah yang terjadi. Solusi dimaksud harus dalam bentuk tindakan nyata.
Alasannya, banyak persoalan di negeri ini yang tidak semuanya dapat diselesaikan pemerintah. Masyarakat, terutama generasi muda, harus ikut berpartisipasi dalam semangat gotong royong sebagai bentuk bakti kepada negeri.
Pendiri dan CEO PT Kazee Digital Indonesia I Made Ariya Sanjaya juga mengingatkan, memaknai kemerdekaan Indonesia seharusnya tidak sekadar merayakan kebebasan dari belenggu penjajahan. Merdeka juga harus dapat dicapai dari sisi ekonomi, sosial, keamanan, dan bidang lainnya. ”Harus merdeka di segala bidang agar kita bisa mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Adaptasi teknologi
Pegiat lingkungan dari Sulawesi Selatan, Adi Saifullah Putra, berharap, perayaan 78 tahun kemerdekaan dimaknai sebagai momentum untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Salah satu jalannya dengan mengadaptasi dan mengadopsi teknologi, terutama kecerdasan buatan (AI), dalam mewujudkan tujuan kemerdekaan. Generasi muda harus memaksimalkan teknologi karena mereka menjadi pengendali menuju Indonesia Emas 2045.
”Saya pikir, adopsi teknologi, terutama AI, serta transformasi ke ekonomi hijau dan berkelanjutan adalah hal penting yang perlu kita kuasai untuk menuju Indonesia Emas 2045,” kata perintis aplikasi Mallsampah itu.
Tidak hanya teknologi, perayaan kemerdekaan juga semestinya menjadi momentum kemerdekaan dalam mengelola sumber daya alam, terutama mengelola kekayaan plasma nutfah Indonesia yang luar biasa. ”Dalam momentum kemerdekaan ini, kita seharusnya bisa menunjukkan kepada dunia seberapa kaya Indonesia, seberapa kuat komitmen dan aksi kita dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya genetik yang ada,” kata pegiat konservasi tanaman buah asli Kalimantan di Kalimantan Selatan, Mohamad Hanif Wicaksono.
Haris Yusmana, petani muda asal Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berharap potensi pertanian lebih dihargai. Selama ini profesi petani masih dipandang sebelah mata, padahal petani adalah garda terdepan yang menjaga ketahanan pangan Tanah Air.
Dari ujung timur Indonesia, penyanyi rap asal Papua, Epo D Fenomeno, mengingatkan, kemerdekaan mesti dimaknai sebagai kesempatan bagi semua orang untuk berkarya di negeri ini. Semua orang tidak hanya bekerja demi meraih keuntungan bagi dirinya, tetapi juga berkontribusi bagi sesama.
Secara terpisah, pemikir kebangsaan Yudi Latif mengingatkan bahwa Indonesia mempunyai potensi kuat untuk mewujudkan tujuan bernegara dan Indonesia Emas 2045. Dari segi sumber daya manusia, Indonesia memiliki penduduk usia produktif yang besar dibandingkan dengan negara-negara lain.
Potensi penduduk muda ini perlu dioptimalkan agar bisa berkontribusi bagi perwujudan cita-cita kemerdekaan seutuhnya. Di sisi lain, peningkatan sumber daya manusia harus dikembangkan melalui pengetahuan dan keterampilan yang menjadi akar untuk meningkatkan daya saing bangsa.
”Mutu dan karakter manusia menjadi kunci dari keberhasilan suatu negara sehingga jangan terlalu asyik melakukan pembangunan fisik dan mengabaikan pembangunan manusia,” kata Yudi.