Tanda Kehormatan dari Pemerintah untuk Iriana Joko Widodo dan Wury Estu Ma’ruf Amin
Sebanyak 18 tokoh menerima tanda jasa dan tanda kehormatan di Istana Negara, Jakarta.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menyematkan Bintang Republik Indonesia Adipradana kepada Nyonya Iriana dalam penganugerahan tanda kehormatan, Senin (14/8/2023). Nyonya Wury Estu Handayani juga menerima Bintang Mahaputera Adipradana. Beberapa pembantu Presiden Jokowi juga turut menerima tanda kehormatan.
Penganugerahan tanda kehormatan Republik Indonesia berlangsung di Istana Negara, Jakarta. Dalam acara penganugerahan itu hadir, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. Selain itu, hadir pula anggota Dewan Gelar dan Tanda Kehormatan (GTK), seperti Meutia Farida Hatta Swasono dan Anhar Gonggong.
Selain diberikan kepada Nyonya Iriana dan Nyonya Wury, Bintang Mahaputera Adipradana juga diberikan kepada anggota Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra. Anggota KY lainnya, Joko Sasmito, mendapatkan Bintang Mahaputera Utama, sedangkan Sumartoyo mendapatkan Bintang Jasa Utama.
Tokoh lain yang mendapatkan tanda kehormatan, antara lain, Bintang Mahaputera Pratama untuk Komisaris Jenderal (Purn) Boy Rafli Amar, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) periode Mei 2020-Maret 2023; dan Bintang Mahaputera Nararya kepada Wishnutama Kusubandio.
Selain itu, ada Makarim Wibisono, Penasihat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; dua Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana dan Sukardi Rinakit; serta Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey yang mendapat Bintang Jasa Utama.
Adapun Bintang Jasa Pratama diberikan kepada Soehardjono Sastromihardjo, Duta Besar dan Wakil Tetap RI untuk UNEP dan UN Habitat 2016-2020; Prof Sudharto Prawoto Hadi, Guru Besar Manajemen Lingkungan Universitas Diponegoro dan Ketua Dewan PROPER Kementerian LHK; serta Edvin Aldrian, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Bintang Jasa Nararya dianugerahkan kepada almarhum Ki Mohammad Amir Sutaarga, ahli permuseuman. Adapun Bintang Budaya Parama Dharma diberikan kepada almarhum Tjokorda Gde Agung Sukawati, budayawan, dan almarhum Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Djojokusumo. Bintang jasa dan budaya itu diserahkan kepada para ahli waris penerima penghargaan.
Presiden Jokowi enggan mengomentari tanda kehormatan yang diberikan kepada istrinya, istri Wakil Presiden Ma’ruf Amin, dan para pembantunya. ”Semuanya diajukan dan atas pertimbangan dari Dewan Gelar dan Tanda Kehormatan. Tanyakan saja ke Dewan Gelar,” ujarnya.
Nyonya Iriana berterima kasih kepada pemerintah atas penghargaan yang diberikan. Iriana mengatakan, dirinya bertanya-tanya ketika mendapat undangan untuk menerima anugerah tanda kehormatan ini. ”Ketika dapat undangan, saya tanya, kok, ini dapat undangan,” tuturnya.
Kendati demikian, Iriana mengaku tak kaget karena memang sesungguhnya tidak pernah kagetan. Ketika wartawan menanyakan apakah ini kejutan manis dari Presiden Jokowi, Iriana menjawab polos, ”Pak Jokowi enggak pernah ngasih kejutan.”
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan, gelar tanda jasa dan tanda kehormatan diberikan kepada tokoh-tokoh yang telah memenuhi syarat pengabdian, telah memenuhi syarat berjasa, dan telah memenuhi syarat melakukan berbagai inovasi.
Menurut Mahfud, Kamis (3/8/2023), Presiden Jokowi juga menyetujui pemberian gelar tanda jasa dan tanda kehormatan sesuai yang diusulkan Dewan GTK.
Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, seperti disampaikan Kepala Sekretariat Militer Presiden Laksamana Pertama Hersan yang membacakan Keputusan Presiden terkait Tanda Kehormatan ini, berpedoman pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009. Pada Pasal 28 Ayat (1) UU itu disebutkan syarat khusus berjasa sangat luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan bangsa dan negara; pengabdian dan pengorbanannya di berbagai bidang sangat berguna bagi bangsa dan negara; dan/atau darma bakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional.
Pada Ayat (2) tentang Syarat Khusus, yakni berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara; pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang besar manfaatya bagi bangsa dan negara; dan/atau darma bakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional.
Secara terpisah, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mempertanyakan kriteria pemberian gelar dan tanda kehormatan kepada orang terdekat dan keluarga Presiden. ”Buat saya, dasar pemberian tanda kehormatan untuk beberapa orang perlu dipertanyakan. Apa peran mereka untuk bangsa ini. Karya apa yang membuat mereka dapat (tanda kehormatan) dan orang biasa seperti kita ini tidak (mendapatkannya),” katanya, Senin (14/8/2023).
Agus menilai, semestinya pemberian gelar dan tanda jasa disertai transparansi kriteria, karya, dan jasa para tokoh tersebut.
Sebelumnya, Nyonya Tien Suharto pernah menerima Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Suharto pada 27 Juni 1992. Nyonya Kristiani Herrawati Yudhoyono, istri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menerima Bintang Adipradana pada 12 Agustus 2011. Dalam kesempatan yang sama, Presiden Yudhoyono juga memberikan Bintang Adipradana kepada Nyonya Shinta Nuriyah Wahid, istri Presiden Abdurrahman Wahid, dan Taufiq Kiemas, suami Presiden Megawati Soekarnoputri. Nyonya Kristiani Herrawati, Nyonya Shinta Nuriyah, dan Taufiq Kiemas dinilai berjasa mendampingi Presiden RI.