Saat Anggota DPRD Gugat UU Pemda ke MK Usai Terancam Diberhentikan karena Pindah Partai
Tiga anggota DPRD menguji konstitusionalitas UU Pemda ke Mahkamah Konstitusi, terutama terkait anggota legislatif yang pindah partai politik.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
Tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dari tiga provinsi, yakni Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Riau, menggugat Undang-Undang Pemerintah Daerah karena terancam diberhentikan setelah pindah partai. Mereka terpaksa pindah partai karena partai asal atau yang mengusung mereka dalam Pemilu 2019 tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Padahal, ketiga anggota lembaga perwakilan rakyat tersebut ingin maju kembali sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2024. Untuk itu, mereka menguji Pasal 193 Ayat (2) Huruf i UU Pemda yang mengatur bahwa anggota DPRD kabupaten/kota diberhentikan antarwaktu jika menjadi anggota partai politik yang lain.
Adapun ketiga pemohon uji materi tersebut adalah anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sefriths Eduard Dener Nau; lalu anggota DPRD Kota Mataram, Nusa Tenggara, Barat Misban Ratmaji; serta anggota DPRD Kabupaten Kampar, Riau, Kardinal. Mereka adalah anggota legislatif yang diusung oleh Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) serta Partai Berkarya yang tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Persoalan ini berawal ketika ada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.4/4367/OTDA tanggal 16 Juni 2023 yang merupakan aturan turunan dari Pasal 193 Ayat (2) Huruf i UU Pemda. Surat edaran itu menimbulkan atau setidaknya berpotensi menimbulkan kerugian konstitusional mereka karena tidak dapat melanjutkan masa jabatannya sebagai anggota legislatif hingga 2024 atau sesuai periode masa jabatan mereka.
Padahal, mereka terpaksa pindah partai karena PKP dan Partai Berkarya tidak lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum sehingga tidak ditetapkan sebagai peserta pemilu 2024. Sementara mereka tetap ingin mencalonkan diri pada pemilu mendatang. Dengan demikian, satu-satunya cara untuk dapat mencalonkan diri Kembali pada pemilu mendatang adalah dengan melalui partai politik lain yang lolos verifikasi.
Ketiga anggota DPRD itu juga menilai bahwa norma di UU Pemda tersebut bertentangan dengan konstitusi khususnya Pasal 28D Ayat (1) dan (3) UUD 1945 khususnya terkait jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, dan juga memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Dalam berkas permohonan, mereka mengungkapkan bahwa yang dirugikan atas ketentuan Pasal 193 Ayat (2) Huruf i UU Pemda sebenarnya tak hanya tiga pemohon melainkan ratusan anggota DPRD kabupaten/kota yang tersebar di kabupaten/kota seluruh Indonesia. Ratusan anggota DPRD tersebut sebenarnya ingin turut serta sebagai pemohon uji materi tetapi demi efisiensi dan juga mengingat putusan MK yang bersifat erga omnes (berlaku untuk semua orang), maka jumlah pemohon pun dibatasi.
Menurut pemohon, norma tersebut termasuk ke dalam kategori bad law karena tidak mengakomodasi kontinuitas tugas, fungsi, serta wewenang para pemohon sebagai anggota legislatif yang hanya dapat mengikuti pencalonan pada pemilu mendatang dengan cara pindah ke partai lain. Ketentuan tersebut juga menggeneralisasi anggota legislatif yang pindah partai tanpa membedakan apakah perpindahan itu dilakukan antarpartai peserta pemilu atau dari partai nonpeserta pemilu ke partai peserta pemilu.
Padahal, norma tersebut sebenarnya mirip dengan Pasal 16 Ayat (3) UU No 2/2011 tentang Parpol yang berbunyi, ”Dalam anggota partai politik yang diberhentikan adalah anggota lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan partai politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” MK telah menguji pasal tersebut dan menyatakan bahwa ada hal-hal yang dikecualikan dari norma terkait.
Dalam putusannya (39/2013), MK menyebutkan, konstitusi tidak memberikan suatu pembatasan bahwa seseorang tidak boleh pindah menjadi anggota partai politik lain atau bahkan pada saat yang bersamaan seseorang tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu partai politik. Terkait dengan ketentuan pemberhentian seorang anggota DPR/DPRD yang pindah partai, MK menyatakan bahwa permasalahan itu harus dipandang kasus per kasus. MK mengecualikan pemberhentian anggota DPR/DPRD jika perpindahan tersebut dilakukan karena alasan partai asalnya tidak lagi menjadi peserta pemilu sebagai alasan pemberhentian dari keanggotaannya di lembaga perwakilan.
Untuk itu, MK diminta menyatakan, putusan tersebut juga setidaknya berlaku untuk norma Pasal 193 Ayat (2) huruf i UU Pemda. Sejak didaftar pada 7 Agustus 2023, hingga Minggu (13/8/2023), MK belum menjadwalkan sidang pemeriksaan perdana permohonan yang diajukan tiga anggota DPRD dari tiga provinsi tersebut.