Puspom TNI Sebut Ada Upaya Mayor Dedi dkk untuk Halangi Proses Hukum
Mayor Dedi dan rombongannya datang ke Polrestabes Medan mengenakan pakaian dinas di hari libur. Puspom TNI menemukan tindakan mereka intimidatif dan arogan kepada satuan lain.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pusat Polisi Militer atau Puspom TNI menilai ada upaya penghalangan proses hukum yang dilakukan rombongan Mayor Dedi Hasibuan dari Kesatuan Hukum Kodam I Bukit Barisan saat mendatangi Markas Polrestabes Medan. Kasus tersebut kini telah diserahkan kepada Puspom TNI Angkatan Darat untuk dilakukan pendalaman dan penindakan lebih lanjut.
Komandan Puspom TNI Marsekal Muda R Agung Handoko mengatakan, sebanyak 13 prajurit TNI, termasuk Mayor Dedi, datang ke markas Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Medan melakukan show of force atau unjuk kekuatan. Hal itu terlihat dari pemeriksaan video yang menunjukkan prajurit berlalu-lalang dan tidak berkonsentrasi terhadap isu.
”Mereka datang dengan pakaian dinas loreng pada hari libur untuk unjuk kekuatan. Bisa dikatakan upaya tersebut untuk menghalangi proses hukum, tapi itu pendalaman. (Sebab), tindakan itu berujung pada pembebasan Ahmad Rosyid Hasibuan,” ujarnya di Jakarta, Kamis (10/8/2023), dalam konferensi pers mengenai kasus prajurit TNI yang mendatangi Polrestabes Medan.
Adapun Ahmad Rosyid Hasibuan merupakan keponakan Dedi. Ahmad ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemalsuan tanda tangan pembelian tanah. Kedatangan Dedi ke Polrestabes Medan pada Sabtu (5/8/2023) bertujuan menangguhkan penahanan dari keponakannya itu.
Meskipun demikian, Agung belum bisa memastikan pembebasan Ahmad akibat dari tindakan unjuk kekuatan rombongan Dedi atau tidak. Menurut Agung, hal tersebut dapat dipastikan melalui keterangan dari Polrestabes Medan.
Puspom TNI AD akan mendalami pokok persoalan, menentukan hukuman, hingga pengembangan keterlibatan atasan dan prajurit lainnya. ”Status Dedi dan rekan-rekannya belum ditentukan. Saat ini kasus diserahkan kepada Puspom TNI AD. Meski nanti tidak ada unsur pidana, mereka dipastikan seminimalnya akan dihukum disiplin,” ucapnya.
Dalam konteks tersebut, Dedi dan rombongannya bisa dikenai Pasal 103 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara/Militer (KUHP Militer) karena melanggar perintah atasan. Kemudian, bisa juga Pasal 127 KUHP Militer karena melampaui kewenangan.
Salah prosedur
Menurut Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro, rombongan Dedi menyalahi prosedur atau tata cara pemberian bantuan hukum. Adapun Dedi merupakan anggota Kesatuan Hukum Komando Daerah Militer (Kakundam) I Bukit Barisan.
Sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 1971, prajurit TNI bisa menjadi pembela atau penasihat hukum bagi tersangka, terdakwa, dan terpidana. Walakin, pendampingan hanya bisa diberikan kepada suami, istri, janda, duda, anak, ipar, dan keponakan prajurit. Hal itu sesuai Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1089/XII/2017.
Sementara prajurit yang bisa menjadi pembela atau penasihat hukum wajib dari perwira hukum. Dalam hal ini, Dedi memenuhi syarat karena menjadi bagian dari Kakundam I Bukit Barisan.
Akan tetapi, saat diberi kuasa oleh Kepala Kesatuan Hukum Kodam I Bukit Barisan untuk mendampingi Ahmad, Dedi malah berkomunikasi informal via media sosial dengan pihak Polrestabes Medan. Menurut Kresno alih-alih menunggu penyelesaian dengan prosedur formal, yaitu surat-menyurat, Dedi justru datang bersama rombongannya ke Polrestabes Medan.
Dalam konteks tersebut, Dedi dan rombongannya bisa dikenai Pasal 103 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara/Militer (KUHP Militer) karena melanggar perintah atasan. Kemudian, bisa juga Pasal 127 KUHP Militer karena melampaui kewenangan.
Kendati demikian, mereka pasti dihukum disiplin berupa teguran, penahanan baik ringan maupun berat, dan akan berdampak pada karier prajurit. Sebab, prajurit tidak boleh bertindak arogan dalam tindakan sehari-hari. ”Apalagi, mereka (Dedi dan rombongan) mengenakan pakaian dinas dan bertindak intimidatif, arogan kepada satuan lain,” katanya.
Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono menegaskan, sesuai perintah Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, TNI akan menindak secara tegas tetapi santun segala pelanggaran di tubuh TNI. Seluruh perkembangan kasus akan diumumkan secara terbuka dan transparan guna penyelesaian yang lebih baik.