Beramai-ramai Bernyanyi dan Berjoget di Panggung Politik
Jelang Pemilu 2024, partai politik beramai-ramai mengeluarkan ”jingle” atau lagu sebagai ikhtiar untuk mengenalkan partai sekaligus bakal capres kepada khalayak.
”PAN PAN PAN selalu terdepan
PAN PAN PAN pasti ada harapan
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
PAN PAN PAN hidup semakin mapan
PAN PAN PAN bareng Zulkifli Hasan.”
Bagian dari lagu berjudul ”PAN PAN PAN Terdepan” terlontar begitu saja dari sekelompok pengunjung sebuah kafe di Jakarta Pusat, pertengahan Juli lalu. Dalam posisi duduk mengelilingi meja bundar, mereka terus berdendang sambil menggoyangkan ibu jari, telunjuk, serta jari tengah tangan kanan dan kiri secara bergantian, mengikuti tayangan video di salah satu akun Tiktok yang sedang mereka tonton bersama. Sesekali, mereka saling tatap, lalu saling menertawakan aksi masing-masing.
Selesai mengikuti satu video, versi lain dari penggalan lagu atau jingle kampanye Partai Amanat Nasional (PAN) itu muncul di halaman depan akun Tiktok tersebut. Dalam video terlihat seorang lelaki muda tengah menantang beberapa temannya untuk mengangkat ibu jari, telunjuk, dan jari tengahnya, tanpa memberi tahu apa tujuannya. Setelah instruksinya diikuti, ia pun tertawa sambil menyanyikan lagu ”PAN PAN PAN Terdepan”.
Tak berhenti di situ, versi lain dari video yang menggunakan lagu PAN itu kembali muncul. Kali ini, giliran kelompok musik pop asal Korea Selatan, BTS, yang salah satu klip videonya dipenggal, lalu diberi latar suara lagu kampanye PAN. Bahkan, sejumlah video yang mengubah sebagian dari lirik lagu itu juga beredar. ”PAN PAN PAN, gajiannya kapan,” demikian salah satunya.
Baca juga: PAN Berharap Ganjar-Erick Berpasangan
Sejak diperkenalkan ke publik pada Mei lalu, ketika para kader dan pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN berpawai sejauh 1 kilometer dari Taman Suropati, Menteng, Jakarta, menuju ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendaftarkan bakal calon anggota legislatif, jingle ”PAN PAN PAN Terdepan” mulai menarik perhatian publik. Di jagat maya, lagu itu pun viral. Pada akun Youtube PAN TV, klip video resmi yang diunggah pada Mei lalu hingga Sabtu (5/8/2023), sudah ditonton hingga 700.000 kali.
”Kami juga terkejut, animo masyarakat dan penerimaannya sangat luas. Jingle itu mendapatkan respons yang positif dan sangat getol dinyanyikan, baik disengaja maupun tidak oleh semua kalangan,” kata Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno, di Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Lagu yang diciptakan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, anggota DPR sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN DKI Jakarta itu, menjadi salah satu ikhtiar untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap keberadaan PAN. Publik yang dimaksud khususnya masyarakat perdesaan karena selama ini basis massa PAN adalah warga perkotaan. ”Untuk masyarakat di daerah rural atau perdesaan, kami masih punya pekerjaan yang cukup besar untuk bersosialisasi dengan sangat intens ke masyarakat,” ungkap Eddy.
Baca juga: Gagasan Keberlanjutan Menuju Negara Maju
Oleh karena itu, lagu berlirik sederhana dengan musik dan koreografi yang menarik perhatian menjadi salah satu strategi untuk menyosialisasikan partai politik yang kini dipimpin Zulkifli Hasan tersebut. Strategi itu diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan sekaligus memperkuat identitas kepartaian PAN di tengah masyarakat. Sekalipun dinilai sudah cukup berhasil, sosialisasi juga akan tetap diikuti dengan pembahasan tentang berbagai gagasan PAN mengenai isu kebangsaan, ekonomi, dan kesehatan untuk meneguhkan peran sebagai partai politik (parpol) yang mewakili aspirasi masyarakat.
Ekspresi politik
Bukan hanya PAN, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga meluncurkan lagu ”Njar Ji, Njar Beh”, kependekan dari ”Ganjar Siji, Ganjar Kabeh” yang dalam bahasa Indonesia berarti ’Ganjar Satu, Ganjar Semua’. Lagu ciptaan Sri Krishna Encik, seorang seniman asal Yogyakarta, itu diserahkan kepada Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri sebagai salah satu instrumen untuk menyosialisasikan sosok Ganjar Pranowo, bakal calon presiden (capres) dari PDI-P yang kini masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Bagi Megawati, lagu-lagu penyemangat yang diciptakan untuk parpol atau bakal capres merupakan ekspresi politik yang mewujud dalam karya seni. Penggunaan seni dapat menciptakan nuansa politik praktis yang tidak kaku. Hal itu sekaligus menunjukkan komitmen parpol untuk menjaga seni dan budaya Indonesia.
”Karena partai politik menggunakan politik, itu bukan berarti lalu kering. Kami juga ingin kehidupan seni budaya ditampilkan dalam rumah yang saya sebut partai,” kata Megawati saat merilis lagu ”Njar Ji, Njar Beh”, di Jakarta, akhir Juni lalu.
Sebelum diserahkan kepada Megawati, pada awal kemunculannya lagu ini sempat menimbulkan resistensi, bahkan berujung pemanggilan Ganjar oleh DPP PDI-P. Sebab, lagu ini pertama kali dinyanyikan saat Ganjar berkunjung ke kediaman seniman Butet Kertaredjasa di Yogyakarta, Oktober 2022, enam bulan sebelum Megawati menetapkan Ganjar sebagai bakal capres PDI-P.
”Ganjar di mana-mana, Ganjar memang mempesona. Sampai kita terpana, akhirnya harus ke sana. Njar ji, Njar beh, Ganjar siji, Ganjar kabeh,” ujar Encik saat berdendang sambil memetik gitarnya di hadapan Ganjar yang tengah berkumpul dengan para seniman saat itu.
Baca juga: Peci Sang Calon Presiden
Tak hanya PAN dan PDI-P, pekan ini Partai Gerindra juga mengunggah jingle berjudul ”Ayo Menangkan” di akun Instagram resminya. Klip video lagu yang diunggah itu menampilkan sejumlah pemuda dan pemudi menari sambil bernyanyi dengan mengenakan pakaian bernuansa putih krem khas Gerindra. Sebagian dari lirik lagu yang diciptakan oleh Ketua Badan Kesenian Gerindra Simon A Mantiri dan Anda Wardhana itu berbunyi, ”Ayo menangkan, ayo kita menangkan, Prabowo untuk Indonesia, ayo kita menangkan.”
Ketua Badan Komunikasi Gerindra Angga Raka Prabowo mengatakan, lagu ”Ayo Menangkan” itu dihadirkan untuk membahagiakan rakyat. Sebab, jelang Pemilu 2024 masyarakat harus bergembira dan bersemangat. ”Pemilu itu jangan dibawa serius, (karena) pesta rakyat, kan, supremasi rakyat (untuk) memilih. Pak Prabowo (Ketua Umum sekaligus bakal capres dari Partai Gerindra Prabowo Subianto) selalu (mengatakan) dalam pesannya, kita harus sejuk, selalu optimistis, dan selalu gembira,” ujarnya.
Pada Februari lalu, bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Rasyid Baswedan, juga turut serta bergoyang ”Go PKS Go” saat menghadiri apel siaga pemenangan PKS. Dari atas panggung, mantan Gubernur DKI Jakarta itu bergoyang mengikuti gerakan yang dilakukan para kader PKS yang memenuhi lapangan Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta.
Adapun lagu dan goyang ”Go PKS Go” yang dirilis pada 2022 itu diciptakan oleh Raden Agung dan dinyanyikan oleh Ahmad Syaikhu, Presiden PKS, dan Sound of GK.
”Tiktokisasi” politik
Pengajar komunikasi politik di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Nyarwi Ahmad, mengatakan, penggunaan jingle atau lagu kampanye bukan hal baru dalam politik. Sejak era pramodern, entitas politik memiliki lagu yang dijadikan identitas sekaligus penyemangat dalam momentum tertentu. Hanya saja, perkembangan teknologi menyebabkan perubahan platform distribusinya berubah, konten dan kemasannya pun bisa lebih bervariasi.
Di era medsos, khususnya Tiktok, jingle menjadi instrumen yang seakan-akan merupakan kebutuhan dasar karena video yang ada joget-jogetnya itu sudah menjadi norma. Jadi, seperti ada ”Tiktokisasi ” politik.
Di era media sosial (medsos), parpol pun berbondong-bondong membuat konten yang sesuai dengan algoritma. Di tengah maraknya penggunaan Tiktok, parpol pun membuat video yang mengombinasikan lagu dan koreografi khas para pengguna Tiktok. ”Di era medsos, khususnya Tiktok, jingle menjadi instrumen yang seakan-akan merupakan kebutuhan dasar karena video yang ada joget-jogetnya itu sudah menjadi norma. Jadi, seperti ada ’Tiktokisasi’ politik,” ujar Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) itu, Jumat (4/8/2023).
Menurut Nyarwi, penggunaan jingle untuk meningkatkan kesadaran publik akan keberadaan parpol memang bisa digunakan. Lagu-lagu dengan lirik sederhana dan musik yang enak didengar akan membantu publik mengingat partai. Tak hanya itu, instrumen tersebut juga bisa digunakan partai untuk menggaet pemilih di luar segmentasi pemilih loyalnya. Caranya, dengan membuat lagu yang jauh dari kesan resmi karena lagu-lagu resmi umumnya hanya menarik perhatian para kader parpol.
”Jingle yang tidak official berpotensi lebih besar, tidak hanya menjadi daya tarik bagi pemilih setia partai, tetapi juga memungkinkan orang-orang yang sebelumnya bukan pasar politik utama dari capres atau partai itu bisa tertarik dengan sekadar menyimak atau mendengarkan,” kata Nyarwi.
Akan tetapi, sosialisasi dengan jingle fungsinya terbatas karena hanya bisa memperkenalkan nama partai, ketua umum, atau kandidat yang akan diusung. Lagu-lagu tidak serta-merta bisa menyampaikan nilai serta membangun keterikatan publik dengan parpol dan kandidat tertentu. Instrumen itu juga tak serta-merta berdampak elektoral. Berkaca pada Pemilu 2019, Partai Persatuan Indonesia (Perindo) yang memiliki lagu populer karena dipublikasikan secara intens di media milik ketua umumnya pun tak lolos ke parlemen.
Baca juga: Pelajaran dari Aldi Taher yang ”Menggocek” Dunia Pemilu
”Karena itu, tidak cukup (sosialisasi) hanya dengan jingle, perlu ada kombinasi yang lain. Misalnya, aktivitas di komunitas politik terkait dengan ideologi partai, atau mengembangkan tradisi-tradisi tertentu yang menjadi elemen ideologi partai atau kandidat capres secara lebih luas,” ujar Nyarwi.