Cerita dari KRI Slamet Riyadi-352
KRI Slamet Riyadi-352 dijadikan sasaran tembak dalam Latihan Gabungan TNI di Laut Jawa. Bagi orang-orang yang pernah berlayar bersamanya menjaga laut Indonesia, kapal itu memberikan banyak kenangan.
Mata Kolonel Amrin Rosihan (50) sesekali menatap laut lepas, tetapi lebih sering melihat ke layar monitor. Ia memantau target yang akan dihancurkan menggunakan empat rudal dari kapal perang Republik Indonesia dan sebuah bom dari pesawat tempur F-16.
”Hit….” Setiap ada teriakan itu, Amrin tampak menahan napas sambil matanya menatap tajam ke layar. Amrin akhirnya menghela napas panjang saat beberapa kali Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Slamet Riyadi-352 dihantam rudal dan tenggelam di Laut Jawa.
Pada Senin (31/7/2023), KRI Slamet Riyadi menjadi sasaran tembak beberapa KRI dan pengeboman menggunakan bom MK-12 dari pesawat tempur F-16 dalam Latihan Gabungan TNI ”Dharma Yudha” 2023. Penembakan rudal disaksikan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, beberapa menteri, dan para undangan dari KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992.
KRI Slamet Riyadi masuk ke jajaran TNI AL sejak tahun 1987. Kapal perang bekas Belanda ini tidak lagi dioperasikan sejak Agustus 2019. Amrin adalah komandan terakhir KRI Slamet Riyadi.
”Saya sudah lama tidak memantau perkembangan kapal karena saat ini bertugas di Mabes TNI di Koorsmin (Koordinator Administrasi) Panglima TNI. Jadi, saya kurang monitor kapal apa yang nanti akan jadi sasaran penembakan. Saya tahu saat di lokasi ini. Begitu tahu bahwa sasarannya KRI Slamet Riyadi, tentu saya sempat kaget. Itu kapal kenangan karena saya dapat promosi jabatan komandan dan promosi pangkat kolonel di kapal itu. Itu juga merupakan pelayaran farewell, perpisahan, dari KRI Slamet Riyadi,” kata Amrin.
Baca juga: Operasi Laut Gabungan Latgab TNI 2023
Amrin merasa bangga dengan KRI Slamet Riyadi karena kapal perang bekas Belanda itu sudah bertugas dengan baik.
Amrin merasa bangga dengan KRI Slamet Riyadi karena kapal perang bekas Belanda itu sudah bertugas dengan baik, sudah berprestasi. ”Saya bangga karena hingga akhir, ia tetap bermanfaat,” kata Amrin sambil tertawa kecil.
Saat ada pejabat tinggi TNI yang tahu bahwa Amrin adalah komandan terakhir kapal itu, beliau mengulurkan selembar tisu pada Amrin. Pria ramah itu menerimanya sambil tetap tertawa kecil dengan sorot mata berkilatan. ”Ini adalah kapalnya dan kapal itu sekarang ditenggelamkan oleh komandannya,” kata pejabat tinggi TNI itu kepada orang di sebelahnya. Amrin juga tetap menyungging tawa, bersikap ramah kepada siapa saja yang ditemui.
Di balik tawa itu tersimpan kisah hubungan dekat antara Amrin dan KRI Slamet Riyadi. Tahun 2016, KRI Slamet Riyadi memang akan dipensiunkan. Namun, karena saat itu kelompok kriminal bersenjata menahan masyarakat satu desa di Nduga, Papua, maka dari armada diminta kekuatan untuk mengisolasi wilayah lautnya. Hal itu dilakukan agar tidak ada pasokan senjata ke sana.
”Kapal saat itu yang siap hanya Slamet Riyadi, makanya saat itu saya disuruh berangkat dengan jumlah personel minim. Saya bilang ke anak buah saya bahwa sebenarnya kapal ini masih bisa jadi kebanggaan di lautan. Prinsip saya adalah, kalau kapal ini kita sayangi, dia akan menyayangi kita. Makanya, anak-anak (anak buah) tetap saya ajak merawatnya meski tahu kapal akan pensiun,” kata pria kelahiran 4 Juni 1972 itu.
Percaya tidak percaya, kapal juga menyayangi Amrin dan anak buahnya. Selama ini, ada keyakinan bahwa kapal perang bisa mati mesin saat melintas di Laut Aru. Dahulu di perairan itu Yos Sudarso gugur dalam pertempuran dengan Belanda pada 1962, yang salah satu sebabnya adalah KRI Macan Tutul yang ia gunakan macet. Karena kapal itu macet, Belanda mengira kapal tersebut dalam posisi menyerang sehingga terjadi pertempuran.
Apa yang dikhawatirkan karena keyakinan itu tak dialami Amrin dan krunya saat melintasi Laut Aru. Kapal yang mereka gunakan tidak mengalami mati mesin. Itulah yang dijadikan motivasi Amrin kepada anak buahnya. Ia terus mengajak anak buahnya merawat kapal dengan baik.
”Dengan pengalaman di Laut Aru itulah, saya terus ajak anak-anak merawat KRI Slamet Riyadi dengan baik. Sampai tiga bulan kami bertugas menjaga di perairan timur itu (saat berjaga dari serangan kriminal bersenjata ke Nduga), kapal ini masih memiliki kecepatan di atas 15 knot. Suatu kecepatan yang mengagumkan untuk sebuah kapal tua,” kata Amrin.
Baca juga: TNI AL Punya Kapal Tunda Baru, Produksi Dalam Negeri
Menjadi rumah
Sepanjang tugas pelayaran 2016 itu, Amrin dengan KRI Slamet Riyadi masih menangkap kapal-kapal pelaku pelanggaran di laut. Hingga akhirnya pulang, mereka tidak mendapat kendala berarti. ”Hanya memang terbukti kapal sudah tua. Sebab, saat hujan sudah terjadi bocor di mana-mana dan kita sudah tidak bisa menemukan bocornya di mana. Ini karena badan kapal sudah tambal sulam. Jadi dia memang sudah waktunya pensiun,” katanya.
Amrin menganggap kapal yang dibawanya bukan sekadar barang atau alat kerja. Ia adalah rumah. ”Kapal itu rumah. Bahkan, saya tidak rela saat KRI Slamet Riyadi mau dipensiunkan. Anak-anak (buah) tetap saya ajak merawatnya, mengganti keramik dapurnya (dapur kapal sudah berganti keramik karena besi-besinya sudah keropos), hingga membuatkan tangga baru untuk kapal tua itu,” katanya.
Kapal itu rumah. Bahkan, saya tidak rela saat KRI Slamet Riyadi mau dipensiunkan.
Sempat ada anak buah bertanya kepada Amrin, kenapa kapal masih mengeluarkan uang memperbaiki kapal yang akan pensiun? Amrin juga menjawab, pensiun itu butuh proses, tidak tiba-tiba. Sepanjang menuju waktu pensiun yang bisa memakan waktu satu sampai dua tahun, kapal tersebut masih rumah baginya.
”Kapal itu masih rumah kita. Kita tidur, tinggal, kerja, dan dapat rezeki di kapal ini. Kita masih menempati di sini. Maka, selama belum ketok palu, ular-ular perangnya belum turun, maka dia masih kapal kita,” katanya kepada anak buahnya.
Ular-ular perang adalah bendera dengan corak garis-garis berwarna merah dan putih yang menjadi ciri kapal perang. Jika ular-ular perang itu diturunkan, kapal itu pensiun sebagai kapal perang.
Baca juga: KRI OWA-354 Dikirim untuk Misi Kemanusiaan ke Adonara
Setahun menjadi Komandan KRI Slamet Riyadi (2016-2017), Amrin membuktikan pada anak buahnya bahwa cinta dan rasa sayang pada kapal akan membuat kapal juga mencintai mereka. Amrin nyaris tidak pernah mengalami kendala dengan kapal apa pun yang diserahkan kepadanya, misalnya kapal tiba-tiba mati mesin saat menjelang sandar sehingga menabrak pelabuhan atau persoalan besar lain. Justru, kapal membawa prestasi. Selama 1,5 tahun Amrin bertugas di Natuna, ia mencatatkan rekor tangkapan kapal asing ilegal cukup banyak.
Nilai kemanusiaan
Kisah kemanusiaan juga ditemukan pada KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992. Kapal yang baru diserahkan ke TNI AL pada 19 Januari 2023 itu sudah beberapa kali mengemban misi kemanusiaan. Misi itu seperti bakti sosial mendukung pelayanan santri kilat tiga hari di Kepulauan Seribu (Jakarta) berupa pelayanan kesehatan dan penanaman mangrove, melayani operasi di Komando Armada II di Jawa Timur, dan mendukung kegiatan penanggulangan stunting (tengkes) di Madura (Jatim). Selain itu, juga membantu operasi katarak, bibir sumbing, dan pemberian bahan kebutuhan pokok di perairan Masalembo (Jatim).
”Tugas kami, sebagai KRI bantu rumah sakit, adalah untuk mendukung kegiatan kemanusiaan. Raharja juwara wahana, melayani kesehatan di lautan demi kemanusiaan,” kata Kapten KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992 Kolonel Bayu Dwi Wicaksono.
Baca juga: Dari Situbondo Menjaga Kesiapsiagaan TNI
KRI dr Radjiman Wedyodiningrat adalah kapal bantu rumah sakit dengan panjang 124 meter, lebar kapal 21,8 meter, dan tinggi 42 meter. Kapal ini berbobot mati 7290 ton. Kapal tersebut memiliki 160 tempat tidur yang tersebar di dek (lantai) 2, dek 4 yang terdapat ruangan poliklinik, dan dek 3 tempat ruangan operasi.
Kunci untuk menyukseskan kerja-kerja kemanusiaan itu, menurut Bayu, adalah dengan membangun kedekatan antarsesama (manusia), sesama kru kapal. Hal itu yang ia lakukan bersama krunya yang berjumlah 163 orang, termasuk dirinya, di KRI Wedyodiningrat.
”Setiap Selasa dan Jumat, setelah olahraga, kami semua berkumpul di lantai tiga ini untuk doa bersama dan makan bersama. Tujuannya satu, yaitu untuk menjalin kebersamaan dan hubungan baik. Saling mengenal satu sama lain. Masa satu kapal saling tidak kenal? Itu tidak baik,” kata Bayu.
Begitulah, di atas kapal perang sekali pun, nilai-nilai kemanusiaan tak akan hilang. Bagaimana di tempatmu?