Pemenang Tender Menara BTS 4G Sudah Ditentukan sejak Prakualifikasi
Saksi menyebut eks Direktur Bakti Anang Achmad Latif yang memerintahkan tim Pokja Pengadaan Penyedia untuk tidak menggunakan sistem pengadaan elektronik bagi peserta lelang proyek menara BTS 4G di tahap prakualifikasi.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak prakualifikasi tender, tidak ada persaingan dalam pencarian pemenang proyek pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Paket 1-5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sebab, di saat itu sudah ditentukan tiga konsorsium penyedia infrastruktur sebagai pemenang tender.
Ketiga konsorsium itu adalah FiberHome-PT Telkominfra-PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk pekerjaan Paket 1 dan 2, konsorsium PT Lintas Arta-PT Huawei-PT Surya Energy Indonesia (SEI) untuk Paket 3, dan konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS)-PT ZTE Indonesia untuk Paket 4 dan 5.
Sejak prakualifikasi tender, tidak ada persaingan dalam pencarian pemenang proyek pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G.
Hal itu diungkap Kepala Divisi Pengadaan dan Sistem Informasi Direktorat Sumber Daya Administrasi Bakti sekaligus Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Penyedia Gumala Warman, yang dihadirkan jaksa sebagai saksi di sidang dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G Paket 1-5 Bakti Kemenkominfo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (3/8/2023). Korupsi ini ditaksir merugikan negara hingga Rp 8,032 triliun.
”Karena yang lulus prakualifikasi itu memang hanya tiga konsorsium itu tadi,” ucap Gumala dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim yang diketuai oleh Fatzal Hendrik.
Gumala merupakan satu dari tujuh saksi yang dihadirkan jaksa dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi terhadap tiga terdakwa kasus korupsi ini, yakni eks Menkominfo Jhonny G Plate, eks Direktur Bakti Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto.
Menurut Gumala, tiga konsorsium itu hanya bersaing untuk memenangkan tender proyek di masing-masing paket pengerjaan. Ia mengatakan bahwa setiap konsorsium tidak bisa memegang paket yang sama.
”Tidak ada persaingan sebetulnya, Pak? Ujung-ujungnya mereka juga yang menang! Benar?” tanya ketua majelis hakim, Fatzal.
”Betul. Yang Mulia,” ucap Gumala.
Mendengar hal tersebut, majelis hakim meyakini ada modus bagi-bagi jatah dalam pengadaan proyek menara BTS 4G. ”Sama saja dengan pembagian jatah, arisan itu, kamu paket satu, paket dua, ini paket tiga, paket empat, begitu Pak,” ujar Fatzal.
Kepala Divisi Hukum Bakti sekaligus Wakil Ketua Pokja Pengadaan Penyedia Darien Aldiano yang juga dihadirkan sebagai saksi dalam sidang itu mengungkapkan bahwa eks Direktur Bakti Anang Achmad Latif, terdakwa kasus korupsi ini, yang memerintahkan tim Pokja Pengadaan Penyedia agar tidak menggunakan sistem pengadaan secara elektronik terhadap peserta lelang proyek menara BTS 4G pada tahap prakualifikasi.
Menurut Darien, melalui Gumala selaku Ketua Pokja, Anang mewajibkan peserta lelang mengajukan dokumen penawaran secara manual untuk prakualifikasi. Sebab, perusahaan-perusahaan yang akan menjadi konsorsium belum ditentukan pasangan kemitraannya. Darien mengatakan arahan itu disampaikan Gumala dalam grup Whatsapp Pokja. Hal itu dibenarkan oleh saksi lainnya, Seni Sri Damayanti selaku anggota Pokja Pemilihan Proyek Penyediaan Infrastruktur BTS 4G.
Menurut Darien, proses tahapan prakualifikasi berlangsung pada 16 Oktober-3 November 2020. Perusahaan yang jadi calon peserta prakualifikasi menyampaikan surat permohonan dokumen prakualifikasi secara manual.
Anang mewajibkan peserta lelang mengajukan dokumen penawaran secara manual untuk prakualifikasi.
Mekanisme manual itu, diakui Darien, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Utama Bakti Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Infrastruktur BTS dan Pendukungnya dalam Rangka Transformasi Digital tanggal 28 September 2020.
Jaksa yang dipimpin Sutikno kemudian menyampaikan bahwa peraturan yang diterbitkan Dirut Bakti itu demi melegitimasi persyaratan atau kriteria pemilihan pemenang kegiatan yang dibuat tanpa kajian. Jaksa mengatakan, pada prinsipnya dokumen prakualifikasi peserta lelang harus menggunakan sistem elektronik untuk menjaga persaingan usaha. Jaksa mengatakan, ada larangan menggunakan sistem manual.
Meski demikian, Darien mengatakan bahwa prakualifikasi tidak harus menggunakan sistem pengadaan secara elektronik.
Menanggapi keterangan saksi dan penjelasan jaksa, Aldres Napitupulu selaku penasihat hukum Anang mengatakan, bahwa sistem manual yang disinggung dilakukan di tahap prakualifikasi, bukan pada saat lelang.
”Izin Yang Mulia, tadi yang disampaikan saksi bertiga ini manual di tahap prakualifikasi, bukan di tahap lelangnya. Karena BAP (berita acara pemeriksaan) mereka diterangkan melalui sistem elektronik dan yang prakualifikasi di perdirut (peraturan dirut) memang tidak ada larangannya untuk menggunakan manual. Tetapi, silakan dikonfirmasi Yang Mulia,” ujar Aldres.
Pada persidangan sebelumnya, jaksa menyebutkan bahwa Anang mengambil untung sebesar Rp 5 miliar dari korupsi proyek Menara BTS 4G ini.
Konsorsium penyedia infrastruktur juga disebut turut diperkaya dalam proyek tersebut. Konsorsium FiberHome-PT Telkominfra-PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 memperoleh bagian sebesar Rp 2,9 triliun, konsorsium PT Lintas Arta-PT Huawei-PT Surya Energy Indonesia (SEI) untuk paket 3 sebesar Rp 1,5 triliun, serta konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS)-PT ZTE Indonesia untuk Paket 4 dan 5 sebesar Rp 3,5 triliun (Kompas.id, 27 Juni 2023).