Tarik-menarik Kepentingan antara Ganjar dan Gibran
Bakal calon presiden PDI-P, Ganjar Pranowo, dan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka saling berusaha menunjukkan kedekatan. Itu seakan menepis isu dukungan ”setengah hati” dari putra sulung Presiden Jokowi itu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
Bakal calon presiden PDI-P, Ganjar Pranowo, terlihat berusaha menunjukkan kedekatannya dengan Wali Kota SurakartaGibran Rakabuming Raka dalam berbagai perjumpaan belakangan ini. Keadaan itu seolah menepis isu dukungan ”setengah hati” dari putra sulung Presiden Joko Widodo tersebut. Namun, berkembang pula tafsiran seakan kedua belah pihak sedang tarik-menarik kepentingan.
Kedekatan itu salah satunya coba ditampilkan dalam pergelaran Hari Lanjut Usia Nasional yang diadakan Sinode Gereja Kristen Jawa di Stadion Manahan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (20/7/2023). Ganjar diundang atas jabatannya selaku Gubernur Jawa Tengah. Kedatangannya disambut meriah para peserta acara. Terdengar beberapa orang dari area tribune meneriakinya dan memberi dukungan supaya kelak benar-benar bisa menjadi RI 1.
Gibran baru tiba beberapa saat setelah Ganjar sampai di panggung. Sorak-sorai untuk Gibran tak kalah ramainya. Gibran membalas sorakan itu dengan cara melambaikan tangan ke arah tribune. Laju kakinya dipercepat agar segera sampai panggung. Ia langsung menjabat tangan sambil membungkukkan badan begitu menjumpai Ganjar.
Tangkapan layar Instagram dari unggahan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ketika mengikuti acara hari lanjut usia nasional bersama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka di Stadion Manahan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (18/7/2023).
Dua kader PDI-P itu duduk bersebelahan di atas panggung. Terlihat beberapa kali mereka mengobrol di sela-sela acara. Ganjar tampak serius memperhatikan ucapan Gibran. Foto momen kedekatan mereka diunggah ke akun Instagram dan Twitter Ganjar. Di Instagram, foto itu disukai lebih dari 70.000 pengguna, sedangkan di Twitter, foto itu disukai sekitar 1.400 pengguna.
”Mas Gibran tadi pengin bikin konser K-pop di Solo, tetapi masih bingung mau undang siapa. Kamu punya ide?” tulis Ganjar pada unggahan itu.
Ketika Ganjar berpidato, giliran Gibran mengamatinya secara cermat. Kadang-kadang Gibran tersenyum apabila Ganjar berkelakar untuk mencairkan suasana kepada para hadirin. Misalnya, ada satu momen Ganjar tiba-tiba melepas blangkonnya ketika menanyai seorang lansia. Ia menyebut dirinya sama dengan warga lansia itu. Setidaknya rambutnya sama-sama putih. Tingkah itu memicu gelak tawa seisi stadion.
Kendati itu bukan acara politik, status Ganjar sebagai politisi tak bisa dilepaskan. Itu ditunjukkan sewaktu seorang kakek tiba-tiba mendekat ke pagar tribune di tengah-tengah pidato Ganjar. Ia berteriak meminta Ganjar lebih peduli pada petani. Lewat cara itu, kakek tersebut meyakini, jalan Ganjar menjadi presiden akan lebih mulus. Ganjar hanya mengamini doa baik tersebut.
Selepas acara, Ganjar menceritakan akan berolahraga pagi bersama Gibran dan banyak orang di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (22/7/2023). Ia mempersilakan warga ikut serta. Bahkan, ia menyebut Gibran sudah siap-siap berlatih.
”Mau olahraga saya sama Mas Gibran di Bogor. Lari kecil, jalan sehat, dan senam saja di sana. Yang hadir saya, Mas Gibran, dan banyak orang. Mau ikut boleh lho,” kata Ganjar.
Gibran tak menyangkal soal rencana tersebut. Menurutnya, pergelaran itu bukan ajang kampanye. Sekadar acara olahraga bersama warga. Pihaknya juga menyanggah soal keikutsertaan sebagai juru kampanye.
”Bukan kampanye itu. Saya juga bukan jurkam (juru kampanye). Belum masuk masa kampanye ini. Besok hanya olahraga pagi,” kata Gibran.
Kebersamaan Gibran dan Ganjar juga terpotret sewaktu ritual tapa mbisu di Pura Mangkunegaran, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (18/7/2023) malam. Mereka berjalan beriringan sebelum akhirnya Ganjar keluar dari barisan lebih dahulu di sela-sela ritual.
Sewaktu berjalan bersama, tertangkap satu momen Ganjar tengah berbisik kepada Gibran. Dalam foto itu, keduanya diapit dua kader PDI-P lainnya, yakni Aria Bima dan Pinka Hapsari, yang tidak lain ialah putri dari Ketua DPP PDI-P Puan Maharani.
Foto itu diunggah Gibran ke akun Twitter-nya, yakni @gibran_tweet. Ia menuliskan caption singkat berbunyi, ”Bisikan”. Cuitan itu dibalas Ganjar lewat akun @ganjarpranowo dengan tulisan ”hehe” disertai emoticon jari yang membentuk simbol hati khas Korea. Gibran pun balik membalasnya dengan cuitan ”hihi”, yang bisa diartikan tawa. Gibran juga menyertakan emoticon jari yang membentuk hati.
Dari beberapa peristiwa itu, Ganjar dan Gibran seperti sedang menunjukkan kedekatan hubungan. Itu berbeda dari isu yang berkembang soal Gibran yang tak sepenuh hati mendukung Ganjar. Sebagai putra dari Presiden Joko Widodo sekaligus kader PDI-P, sejumlah sukarelawan pendukung Gibran malah mendeklarasikan dukungan bagi bakal calon presiden Gerindra, Prabowo Subianto.
”Namanya sukarelawan seperti itu. Isinya orang-orang kritis. Orang-orang yang memang tidak berafiliasi dengan partai,” kata Gibran.
Gibran tak mempersoalkan perihal penggunaan namanya oleh kelompok sukarelawan. Lebih-lebih bagi mereka yang telah menyatakan dukungan pada Prabowo seperti ”Bolone Mase”, yang juga diartikan ”Temannya Mas”. Adapun kata ”Mas” merujuk ke sosok Gibran dalam konteks tersebut.
Tenang saja. Semua pertemuan dan silaturahmi kami rangkul semua. Sebelum pilpres, setelah pilpres, bersaudara juga.
Itu disebabkan Gibran tidak pernah mengarahkan sukarelawan untuk mendukung Prabowo. Kelompok sukarelawan bergerak atas kemauannya masing-masing. Ia hanya memfasilitasi jika mereka ingin bertemu kandidat tertentu. Pihaknya juga merasa kontestasi masih panjang. Bakal ada masa kampanye masing-masing kandidat bisa saling memengaruhi.
Di sisi lain, Gibran menyampaikan, terdapat pula sekelompok sukarelawan pendukungnya yang sebenarnya memberikan dukungan pada Ganjar. Namun, ia belum sempat mempertemukan kedua belah pihak. Ia menyatakan siap memfasilitasi pertemuan jika nanti telah diperintah.
”Tenang saja. Semua pertemuan dan silaturahmi kami rangkul semua. Sebelum pilpres, setelah pilpres, bersaudara juga. Jangan sampai silaturahmi itu putus. Intinya itu saja,” kata Gibran.
Ihwal penunjukannya sebagai juru kampanye, Gibran enggan berkomentar. Ia mengungkapkan bakal mengikuti arahan penuh dari partai berlambang banteng tempatnya bernaung. Selama ini, ia merasa sikap politiknya selalu tegak lurus sesuai keputusan pimpinan partainya.
”Aku, kan, mengikuti perintah partai. Opo ono jurkam (Apa ada juru kampanye buat) dua capres? Ngawur waekowe (asal saja kamu). Ojo ngawur ah (jangan asal, ah),” kata Gibran.
Dihubungi terpisah, dosen dari Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Mada Sukmajati, menjelaskan, dinamika hubungan antara Ganjar dan Gibran sebagai bagian dari negosiasi politik masing-masing figur. Komitmen dukungan dari Gibran kepada salah satu kandidat diduga akan diikuti oleh Presiden Jokowi, yang memiliki modal besar berupa basis dukungan massa. Kecenderungan semacam itu menunjukkan sosok Gibran berada dalam bayang-bayang sang ayah.
Hanya saja, kata Mada, keputusan-keputusan yang nanti diambil Gibran maupun Jokowi tidak bisa sekadar dilihat dari kacamata ideologis kepartaian. Memang, menurutnya, pasangan ayah dan anak ini memiliki nuansa ”merah” dalam karier politik masing-masing. Hanya saja, kedua sosok itu dinilai bukan kader tulen. Untuk memahami langkah-langkah politik mereka, publik mesti mempertimbangkan kacamata rasionalitas.
Kondisi itu coba dicontohkan Mada lewat desas-desus pencalonan Gibran untuk menjadi gubernur Jawa Tengah. Keberadaan PDI-P cukup menentukan untuk kepentingan tersebut. Pasalnya, partai itu memiliki basis massa yang besar di wilayah tersebut. Belum lagi sosok Ganjar yang menjabat posisi gubernur saat ini. Dukungan Ganjar dalam kontestasi nanti akan memberikan limpahan elektoral pula.
”Bicara Jateng, kita tidak bisa melupakan basis massa PDI-P. Dalam konteks itu, mungkin benefit ini yang berusaha didapatkan sebanyak mungkin oleh Gibran melalui proses negosiasi atau bargaining, atau komunikasi sekarang ini,” kata Mada.
Mada turut mengkritisi mengenai sikap politisi yang mengarah ke pragmatisme. Keputusan setiap kandidat untuk mendekat ke sosok yang memiliki potensi limpahan elektoral besar tampak kentara kali ini. Perbincangan yang memenuhi ruang publik justru berkutat seputar upaya satu figur dan lainnya untuk saling memengaruhi dan memastikan kemenangan dalam kontestasi kelak. Seolah tidak ada yang membahas serius ke mana negeri ini akan dibawa pada periode kepemimpinan selanjutnya.
”Pertimbangan elite politik sangat pragmatis dan kalkulatif. Ini dalam artian berapa massa potensial yang bisa diraup. Politik ide dan gagasan malah semakin kabur dan ditanggalkan. Ini saya kira yang terjadi dalam konteks sekarang,” kata Mada.