Komitmen Pemerintah Beri Afirmasi Orang Asli Papua Tak Berubah, Prioritas ASN untuk Asli Papua
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyampaikan komitmen pemerintah untuk kebijakan afirmasi masih ada. Orang asli Papua diutamakan bisa menjadi ASN.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
SORONG, KOMPAS - Kebijakan untuk memprioritaskan orang asli Papua atau OAP dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil di pemerintah daerah di tanah Papua tak berubah. Tak hanya itu, program penguatan kapasitas sumber daya manusia Papua juga terus berlanjut.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin memastikan bahwa mengutamakan OAP sudah menjadi kebijakan afirmasi pemerintah dalam penerimaan aparatur sipil negara. "Beberapa kebijakan diberikan, diutamakan, diprioritaskan bahkan semacam syaratnya pun dipermudah supaya bisa ada standar khusus untuk orang Papua itu sehingga bisa masuk bekerja," ujar Wapres seusai peletakan batu pertama sarana prasarana kantor Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya di Distrik Sorong Timur, Senin (17/7/2023).
Pj Gubernur Papua Barat Daya Mohammad Musa'ad menjelaskan porsi OAP itu sudah diatur dalam aturan perundangan. Karena itu, pemerintah daerah tunduk pada ketentuan hukum tersebut. "Sampai 80 persen di ASN misalkan diharapkan OAP jadi semua, kami pasti akan melaksanakan aturan itu," tutur Musa'ad.
Tak hanya itu, lanjut Wapres Amin, pernah ada juga penerimaan seribu orang Papua untuk menjadi karyawan BUMN. Wapres Amin pun meresmikan penerimaan ini beberapa waktu lalu.
Upaya-upaya pemberdayaan baik pelatihan yang diselenggarakan swasta seperti PT Freeport Indonesia melalui Institut Pertambangan Nemangkawi, pelatihan hospitality di Teluk Bintuni, maupun program pemerintah melalui Balai-balai Latihan Kerja (BLK) juga dilakukan.
Pemberdayaan ekonomi masyarakat seperti program CSR Bank Papua ataupun akses permodalan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga diharap mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sehari sebelumnya, para tokoh adat maupun tokoh agama meminta pemerintah melibatkan orang asli Papua dalam segala segi kehidupan baik pemerintahan, pembangunan infrastruktur, sampai ekonomi. Dalam acara silaturahim Wapres Amin dengan para tokoh pemerintahan, tokoh agama, dan tokoh adat Papua Barat Daya di Kota Sorong, kebanyakan meminta hal tersebut.
"Perlunya pelibatan semua masyarakat Papua dalam segala sendi pembangunan untuk membangun kedamaian dan menguatkan rasa memiliki negeri ini"
Wakil Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong Pastor Lewi Ibori menyampaikan perlunya pelibatan semua masyarakat Papua dalam segala sendi pembangunan untuk membangun kedamaian dan menguatkan rasa memiliki negeri ini.
Sekretaris Lintas Suku Asli Papua dari tujuh wilayah adat Elias Yumte juga menyampaikan perlunya penerimaan ASN di Papua Barat Daya dan pembangunan di wilayah Papua Barat Daya. Dia berharap pembangunan menyentuh masyarakat sampai ke pinggir pantai dan pegunungan.
Kepala Suku Maybrat Yermias Nauw dan Kepala Suku Moi Yeremias Su juga menyampaikan harapan supaya anak-anak mereka bisa terlibat di pemerintahan.
"Kalau Presiden-Wakil Presiden sudah ada, Yermias harapkan anak-anak Papua yang rambut keriting - hitam kulitnya itu harus diterima menjadi pegawai negeri," tutur Yermias Nauw kepada wartawan.
Yermias Nauw mengatakan, kebanyakan anak-anak asli Papua ini menganggur kendati sudah lulus sekolah dan perguruan tinggi. Akibatnya, banyak yang mabuk-mabukan.
Pengangguran, menurut dia, disebabkan lebih banyak warga pendatang yang mendapatkan pekerjaan. Karena merasa terpinggirkan, hanya menjadi penonton, dan sakit hati; konflik dan kejadian seperti pemukulan dan penembakan terjadi.
Yeremias Su menambahkan, warga Suku Moi juga selalu tertinggal dalam pemerintahan. Karenanya, dia berharap ada penguatan dan kesempatan pada Suku Moi untuk masuk pemerintahan baik sebagai aparatur sipil negara dan lainnya.
Beasiswa
Di sisi lain, program peningkatan kualitas masyarakat melalui pemberian beasiswa kepada anak-anak muda di tanah Papua melalui dana Otonomi Khusus bertahun-tahun ini bermasalah. Salah seorang penerima beasiswa menceritakan banyak mahasiswa tak menerima beasiswa untuk membayar uang sekolah dan uang untuk membayar sewa tempat tinggal. Akibatnya, ada yang bekerja secara ilegal. Adapula yang akhirnya putus sekolah.
"Orang tua ke kantor (pemda) dari minta tolong sampai bertindak pemda. Kebanyakan dikasih malu dan diteriakin sama mereka"
Para orang tua juga sempat berunjuk rasa dan mempertanyakan masalah ini kepada masing-masing pemerintah daerah. "Orang tua ke kantor (pemda) dari minta tolong sampai bertindak pemda. Kebanyakan dikasih malu dan diteriakin sama mereka," tutur salah seorang penerima beasiswa.
Di Amerika Serikat saja, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan pernah menyebutkan, terdapat 329 anak Papua yang terlunta-lunta tak jelas nasibnya di negeri orang akibat beasiswa macet ini. Padahal, anak-anak Papua dikirim ke luar negeri untuk bersekolah mencapai ribuan orang.
Menanggapi hal ini, Wapres Amin mengatakan, sebenarnya sudah ada usulan Rp 122 miliar, tetapi diperlukan verifikasi data. "Yang sudah Rp 68 miliar sudah diverifikasi, sisanya sedang diverifikasi," ujarnya.
Wapres menyebutkan data harus akurat sehingga verifikasi menjadi penting. "Harus jelas apa betul, kuliahnya di mana," tambahnya.
Semestinya, data mahasiswa yang berkuliah sudah dimiliki setiap pemda. Verifikasi semestinya tak memakan waktu lama sebab hanya untuk memastikan para mahasiswa masih melakukan studinya di luar negeri.
"Saya kira kalau yang masih sekolah, saya kira nggak ada masalah ya, kita harap mereka tetap bertahan di sana. Nanti akan diselesaikan oleh pemerintah. Kecuali orang itu sudah tidak lagi (sekolah) karena sesuatu hal. Kalau drop out , tentu itu beda artinya memang sudah tidak lagi kuliah," tambahnya. (INA)