Tantangan Disfungsi Pengawasan Komisi Yudisial
Disfungsi pengawasan menjadi salah satu tantangan yang dihadapi Amzulian Rifai begitu bertugas sebagai Ketua Komisi Yudisial atau KY pada 1 Juli lalu.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F11%2F23%2Fc08c6434-8155-4d78-b05b-0a34b21d473a_jpg.jpg)
Komisioner Komisi Yudisial Maradaman Harahap (berbaju Batik) menerima puluhan advokat muda yang tergabung dalam Koalisi Advokat Muda Indonesia dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia di kantor Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Pada 1 Juli 2023, Komisi Yudisial atau KY memiliki ketua baru. Dia adalah Amzulian Rifai, sosok yang tentu akrab bagi pihak-pihak yang memiliki perhatian lebih terhadap permasalahan pelayanan publik. Amzulian pernah menjabat sebagai Ketua Ombudsman RI periode 2016-2020 dan kini menggantikan Mukhtie Fajar Nur Dewata, yang sebelum menjadi Ketua KY merupakan pengajar Ilmu Hukum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Amzulian memang punya segudang bekal pengalaman mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh Indonesia. Namun, setelah diangkat menjadi Ketua KY tetap muncul pertanyaan, mampukah Amzulian Rifai memberi warna untuk komisi yang tugas utamanya adalah menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim?
Tugas itu, menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang komisi Yudisial, antara lain dijabarkan dengan menegakkan pelaksanaan kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH). Selain mengawasi perilaku hakim, KY juga punya tugas utama mengusulkan calon hakim agung ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapatkan persetujuan.
Usai terpilih menjadi Ketua KY, Amzulian berjanji akan bekerja keras dengan disiplin tinggi untuk memimpin lembaga yang berawak sekitar 200 orang tersebut. Pembenahan internal KY menjadi fokus kerjanya sembari terus menjalankan tugas-tugas yang menjadi kewenangan lembaga tersebut.

Tangkapan layar anggota Komisi Yudisial sekaligus Ketua Bidang Hubungan Antar-lembaga dan Layanan Informasi, Amzulian Rifai, sedang menjelaskan capaian KY dalam hal hubungan antarlembaga, dalam jumpa pers daring, Senin (20/12/2021).
Kerja KY mau tidak mau haruslah diakui akan sangat berdampak pada wajah lembaga peradilan di Indonesia, terutama Mahkamah Agung (MA). Sebab, paling tidak, KY-lah yang menjadi penyeleksi utama orang-orang yang duduk sebagai pengadil tertinggi di negeri ini.
Publik pun memiliki harapan besar terhadap KY. Besarnya harapan publik akan peran KY dapat dilihat dari banyaknya laporan pengaduan yang masuk ke lembaga tersebut. Pada tahun 2022, KY menerima 2.925 laporan pengaduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Laporan tersebut terbagi 1.662 laporan yang disampaikan secara langsung ke KY dan sisanya, 1.263 laporan, merupakan surat tembusan yang disampaikan kepada KY.
Selain itu, KY juga memantau 573 persidangan sepanjang tahun 2022. Sebanyak 458 pesidangan yang dipantau merupakan permohonan langsung dari pencari keadilan, sedangkan 115 lainnya merupakan inisiatif KY. Dari pengaduan itu, sebanyak 19 hakim direkomendasikan untuk mendapatkan sanksi, baik sanksi ringan maupun berat.
Disfungsi pengawasan
Hanya saja, harapan publik agar KY turut memastikan proses peradilan yang adil melalui mekanisme pengawasan berpotensi kandas. Anggota Komisi III DPR, Benny K Harman, menilai, lembaga tersebut mengalami disfungsi pengawasan. Bahkan, pengawasan eksternal KY terhadap perilaku hakim dikatakan lumpuh.
Baca juga: Gandeng Komnas HAM, KY Cari Calon Hakim ”Ad Hoc” HAM untuk Tangani Kasasi Paniai
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F03%2F29%2F4949a3f6-f813-4032-bfbb-2ce0ea095acf_jpg.jpg)
Anggota Komisi III DPR, Benny K Harman, saat mengikuti rapat dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di Ruang Rapat Komisi III Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Menurut Benny, sekarang ini KY lebih fokus melakukan fungsi rekrutmen calon hakim agung semata. ”Fungsi pengawasan malah enggak jalan. Itu mengapa saya bilang disfungsi,” ungkap Benny dalam perbincangan dengan Kompas beberapa waktu lalu.
Ia pun mau tak mau membandingkan kondisi KY sekarang ini dengan KY pada periode kepemimpinan pertama dan kedua dahulu. Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR itu menilai, KY di masa kepemimpinan Busyro Muqoddas pada 2005-2010 lebih fokus melaksanakan fungsi pengawasan. Hal itulah yang kemudian oleh banyak pihak dianggap mengganggu MA yang merupakan lembaga peradilan tertinggi di Tanah Air.
Benny menyebut, ada dua faktor yang menyebabkan lumpuhnya KY dalam kerja pengawasan. Selain karena kewenangan lembaga yang terbatas, ada juga persoalan person komisioner KY. Para komisioner KY dinilainya kurang kreatif. Walaupun terbatas, kewenangan KY tetap bisa dioptimalkan apabila para pimpinan KY kreatif.
Sekarang ini KY lebih fokus melakukan fungsi rekrutmen calon hakim agung semata. Fungsi pengawasan malah enggak jalan. Itu mengapa saya bilang disfungsi.
Peneliti Centra Initiative, Erwin Natosmal Oemar, sepakat bahwa corak kelembagaan KY sangat dipengaruhi karakter pemimpinnya. Pimpinan KY periode pertama memiliki eager untuk menjalankan fungsi pengawasan. Tak hanya itu, pimpinan KY periode pertama juga memiliki fighting spirit atau semangat bertarung untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagai pengejawantahan perintah konstitusi, yakni menegakkan kehormatan dan perilaku hakim.
”Kalau pimpinan saat ini, karakter ini memang tidak sama dengan periode awal-awal. Padahal, seharusnya mereka sadar bahwa dalam sejarahnya KY ada untuk mengawasi perilaku hakim. Di dalam melaksanakan tugas tersebut, tentu akan ada dialektika antar-dua lembaga. Mereka harus sadar itu, jadi jangan takut dengan beda pandangan,” katanya.
Menurut dia, pimpinan KY seharusnya memiliki imaji sebagai lembaga independen. Namun, yang terlihat ternyata adalah KY yang kompromistis dengan lembaga yang diawasi. Ia pun menilai, dalam 2,5 tahun pertama kepemimpinan komisioner periode 2020-2025, KY sudah gagal total dalam melaksanakan fungsi pengawasan.
Evaluasi
Lantas, bagaimana dengan seleksi calon hakim agung? Benny pernah mengusulkan dilakukannya evaluasi terhadap hakim-hakim agung hasil seleksi dari KY. ”Dari pengamatan yang saya lakukan, hakim-hakim agung hasil seleksi KY itu juga tidak banyak membawa perubahan yang berarti,” ujarnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F28%2F0a18f90d-3d4d-45a6-ba3c-fcb35359e136_jpg.jpg)
Calon hakim agung Abdul Hakim mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung di hadapan anggota Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/2022).
Dalam melaksanakan tugas seleksi calon hakim agung, lanjut Erwin, KY harus mengakui kegagalannya. Kegagalan itu setidaknya terlihat dari adanya beberapa nama hakim agung hasil seleksi KY yang kemudian terjerat kasus mafia perkara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tahun ini, dua hakim agung sudah dihadapkan ke pengadilan oleh KPK lantaran terlibat dugaan suap pengurusan perkara di MA. Mereka adalah Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. Pada Kamis (13/7/2023), Gazalba Saleh dituntut pidana penjara 11 tahun dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat. Tuntutan itu diajukan lantaran jaksa penuntut umum pada KPK menilai Gazalba terbukti terlibat secara bersama-sama memengaruhi putusan kasasi pidana Ketua Umum Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Budiman Gandi Suparman.
Baca juga: Hakim Agung Nonaktif Sudrajad Dimyati Divonis 8 Tahun Penjara
Sementara itu, Sudrajad Dimyati sudah lebih dahulu divonis 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan penjara. Ia dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menerima uang senilai 80.000 dollar Singapura untuk memuluskan perkara kasasi kepailitan KSP Intidana.
Baik Benny maupun Erwin sama-sama pesimistis akan adanya perubahan di bawah kepemimpinan komisioner KY saat ini. Erwin melihat pekerjaan Amzulian sangat berat meskipun mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang, itu memiliki kapasitas yang mumpuni.

Sumber Komisi Yudisial
Benny menggantungkan harapan perbaikan kepada pimpinan KY periode berikutnya. Langkah awal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki KY adalah dengan revitalisasi untuk mendapatkan komisioner KY yang benar-benar punya komitmen dan keinginan untuk menciptakan peradilan yang bersih. Salah satu caranya adalah melakukan seleksi calon komisioner KY secara benar.
Adapun Erwin mengusulkan perlunya evaluasi menyeluruh lembaga KY. Akar persoalan KY juga harus digali. ”Apakah problemnya struktural atau aktornya, atau ada hal lain di balik itu,” kata dia.
Independensi
Amzulian sendiri mengakui memang ada kesan seolah-olah KY menjadi bawahan MA. ”Saya kira MA juga enggak berharap seperti itu. Kami saja yang salah tafsir. Masa kami ambil keputusan terhadap sesuatu, melihat dulu, MA ini setuju atau tidak. Tidak bisa begitu,” ujarnya.
KY, dalam kacamatanya, harus mampu menunjukkan diri betul-betul independen dan tidak sungkan untuk menyatakan yang salah adalah salah dan yang benar adalah benar. Namun, ia juga tidak mau jika pengawasan eksternal yang dilakukan KY diartikan harus selalu berlawanan dengan MA.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F06%2F07%2F77151749-7ef5-4550-a4f9-9ca4be343caf_jpg.jpg)
Gedung Mahkamah Agung
Amzulian mengakui, secara internal KY masih lemah, terutama dalam hal pengawasan. Oleh karena itu, ia berjanji akan melakukan pembenahan internal terlebih dahulu sembari tetap melaksanakan kewenangan lainnya. Sebab, untuk menjadi pengawas yang sukses, internal harus kuat terlebih dahulu. Misalnya, dalam hal kemampuan menginvestigasi atau memproses sebuah laporan pengaduan.
”Bukan soal berani atau tidak berani. Saya yakin KY berani. Tidak ada masalah dengan itu. Hanya saja persoalannya birokrasi di dalam sendiri bagaimana,” katanya.
Namun, ia meminta publik untuk memaklumi keterbatasan sumber daya KY. Saat ini, mereka yang bekerja di KY masih berada di bawah angka 300 orang. Padahal, jumlah hakim yang diawasi di seluruh Indonesia mencapai 8.300 orang.
Amzulian berjanji untuk bekerja lebih keras untuk dapat membawa KY berkinerja maksimal. Sebab, ia menyadari, terciptanya sebuah peradilan yang bersih dan agung tak hanya menjadi kepentingan pengadilan, tetapi juga KY.