Empat terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan satelit di Slot Orbit 123 BT sama-sama divonis 12 tahun penjara.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Eks Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Muda TNI (Purn) Agus Purwoto dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun. Bersama dengan tiga pihak lainnya, Agus dinyatakan terbukti melakukan korupsi dalam proyek pengadaan satelit di Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur di Kementerian Petahanan pada 2015 yang merugikan negara hingga Rp 453 miliar.
”Menjatuhkan pidana kepada Laksda TNI Purnawiraran Agus Purwoto dengan pidana penjara selama 12 tahun, pidana denda Rp 500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Koneksitas Fahzal Henri dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (17/7/2023).
Dalam sidang putusan itu, Fahzal didampingi Rianto Adam Pontoh, Dennie Arsan F, Koerniawaty Syarif, dan Sukartono sebagai hakim anggota.
Vonis hakim koneksitas itu lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa pada sidang sebelumnya, yakni pidana penjara selama 18 tahun 6 bulan. Sementara selain pidana penjara dan denda, Agus juga dijatuhi hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 153 miliar.
Hukuman itu diberikan lantaran majelis hakim menilai Agus terbukti bersalah telah bersama-sama Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (DNK) Arifin Wiguna dan Direktur Utama PT DKN Surya Cipta Witoelar melakukan korupsi dalam proyek pengadaan satelit di Slot Orbit 123 BT di Kemenhan.
Sama dengan Agus, Arifin dan Surya yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara. Satu terdakwa lain yang disidang secara terpisah, yakni Senior Advisor PT DNK Thomas Anthony van der Heyden yang berkewarganeraan Amerika Serikat, juga dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara.
Majelis hakim menyampaikan, para terdakwa yang tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan korupsi sebagai salah satu pertimbangan yang memberatkan. Tindakan para terdakwa telah mengakibatkan negara mengalami kerugian hingga Rp 453 miliar. Adapun pertimbangan yang meringankan adalah para terdakwa dinilai bersikap sopan dan kooperatif dalam persidangan. Mereka juga merupakan tulang punggung keluarga.
Tindakan para terdakwa telah mengakibatkan negara mengalami kerugian hingga Rp 453 miliar.
Sementara itu, vonis hakim tak begitu saja diterima oleh terdakwa ataupun jaksa koneksitas. Baik keempat terdakwa maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir. Mereka memiliki waktu selama tujuh hari terhitung sejak Selasa kemarin untuk mempertimbangkan, apakah akan menerima putusan tersebut atau mengajukan banding.
Tak diperlukan
Dalam sidang sebelumnya, jaksa penuntut koneksitas mengungkapkan bahwa Arifin, Surya, dan Thomas meminta Agus menandatangani kontrak sewa Satelit Floater bernama Satelit Artemis. Kontrak itu terjadi antara Kemenhan dan Avanti Communication Limited. Padahal, penyewaan itu dianggap tak diperlukan.
Agus juga tak berwenang menandatangani kontrak karena ia bukan pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan tersebut. Tak hanya itu, terdapat sejumlah unsur tak terpenuhi dalam kontrak tersebut. Beberapa di antaranya terkait belum ada anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenhan, tak ada rencana umum pengadaan barang/jasa, serta tanpa kerangka acuan kerja (term of reference/TOR).
Selain itu, ditemukan pula belum adanya harga perkiraan sendiri (HPS), tak ada proses pemilihan penyedia barang atau jasa, serta wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tak sesuai filing satelit di Slot Orbit 123 derajat BT.