Unggah Tutorial Merakit Bom di Medsos, Terduga Teroris Dibekuk di NTB
"Pada postingannya, OS alias O mengunggah video tutorial pembuatan bom dan senjata api rakitan dan memiliki rencana untuk hijrah ke Suriah," kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Ahmad Ramadhan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap dua terduga tindak pidana terorisme dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah atau JAD di Nusa Tenggara Barat. Salah satu terduga teroris tersebut sudah mengunggah video tutorial pembuatan bom dan senjata api rakitan di akun media sosialnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan, Minggu (16/7/2023), mengatakan, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap dua terduga teroris di dua lokasi berbeda pada Jumat (14/7/2023). Mereka adalah HAS alias UL dan OS alias O. Keduanya diduga tergabung dalam kelompok yang sama, yakni Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
HAS alias UL yang ditangkap di Selong, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Jumat malam. Tidak berselang lama, OS alias O ditangkap Densus 88 Antiteror Polri di Dermaga Pelabuhan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, NTB.
Pada postingannya, OS alias O mengunggah video tutorial pembuatan bom dan senjata api rakitan dan memiliki rencana untuk hijrah ke Suriah
Ahmad mengatakan, meski sama-sama merupakan anggota JAD, keduanya memiliki peran yang berbeda di dalam organisasi teroris yang berafiliasai dengan NIIS itu. Terduga teroris HSN alias UL berperan merekrut anggota JAD Bima berinisial H pada 2015-2017. Saat ini, H masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Terduga teroris HSN alias UL juga memiliki paham Daulah Islamiyah.
Adapun terduga teroris OS alias O merupakan anggota Anshor Daulah Lombok Timur yang aktif mengikuti pertemuan ataupun kajian di Rumah Quran Aik Berik maupun di rumah HSN alias UL. Sejak 8 Agustus 2022 hingga saat ini, OS alias O aktif membahas tentang Daulah Islamiyah di dalam percakapan grup WhatsApp kajian Islam Kaffah serta di media sosial melalui akun Facebook miliknya yang bernama Hamzah.
”Pada postingannya, OS alias O mengunggah video tutorial pembuatan bom dan senjata api rakitan dan memiliki rencana untuk hijrah ke Suriah,” tutur Ahmad.
Merakit bom
Secara terpisah, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Aceh, Al Chaidar Abdurrahman Puteh, berpandangan, dari catatan selama ini, kemampuan dan kapasitas para anggota JAD dalam membuat bom belum bisa menyamai para anggota Jamaah Islamiyah (JI). Dari peristiwa bom bunuh diri yang dilakukan anggota JAD, terlihat kemampuan mereka adalah membuat bom berdaya ledak rendah.
”Kalau yang dibuat JAD itu umumnya bom yang berdaya ledak rendah, hanya untuk bom bunuh diri saja. Selain itu, tidak ada insinyur atau ahli kimia yang ada di dalam JAD yang memiliki talenta di bidang itu,” tutur Al Chaidar.
Menurut Al Chaidar, untuk membuat bom berdaya ledak tinggi dibutuhkan keahlian dan kesabaran yang tinggi. Keahlian semacam itu salah satu dimiliki oleh pentolan dari kelompok JI yang ditangkap Densus 88 Antiteror Polri pada akhir 2020, yakni Upik Lawanga. Dia merupakan arsitek dari berbagai aksi teror dan memiliki keterampilan tinggi dalam membuat bom.
Upik Lawanga, kata Al Chaidar, tidak begitu saja mendapatkan pengetahuan tentang pembuatan bom dari Azahari, insinyur yang juga dalang berbagai aksi teror pada tahun 2000-an. Sebelum mendapatkan transfer pengetahuan dari Azahari, Upik telah mengikuti pendidikan pembuatan bom di Malaysia. JI pernah memiliki sebuah akademi yang mengajarkan pembuatan bom di Afghanistan yang pengajarnya merupakan para ahli pembuat bom.
Terkait dengan penangkapan kedua terduga teroris di NTB, menurut Al Chaidar, wilayah tersebut secara tradisional merupakan asal para teroris. Semisal, para anggota Muhajidin Indonesia Timur (MIT) yang beroperasi di Poso, Sulawesi Tengah, sebagian besar berasal dari NTB yang bertransmigrasi ke Poso.
Menurut Al Chaidar, penanganan terorisme, termasuk deradikalisasi di wilayah NTB, memerlukan penanganan khusus karena banyak terduga teroris yang ditangkap di sana ataupun berasal dari sana. Hal itu menunjukkan bahwa klaim keberhasilan program deradikalisasi di sana tidak terbukti. ”Para ahli memang perlu membuat program khusus deradikalisasi untuk diterapkan di sana,” katanya.