Saksi-saksi Diperiksa, Dugaan Pengendalian Perkara Bisa Makin Terang
Kuasa hukum Irwan Hermawan, terdakwa kasus dugaan korupsi BTS 4G, Maqdir Ismail, berharap pemeriksaan sejumlah saksi akan mengungkap kasus BTS 4G agar semakin terang, khususnya terkait dengan ”perburuan uang gelap”.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa pihak yang diduga terkait dengan aliran dana kasus korupsi menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika telah diperiksa penyidik Kejaksaan Agung. Pemanggilan itu, termasuk terhadap pengacara Maqdir Ismail, diharapkan membuat kasus tersebut semakin terang.
Di dalam seminggu terakhir, penyidik memanggil beberapa pihak yang diduga disebut di dalam berita acara pemeriksaan (BAP) terdakwa Irwan Hermawan ketika masih sebagai tersangka terkait adanya dugaan aliran dana dari proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti Kemenkominfo. BAP tersebut menyebut 11 pihak yang menerima aliran dana beserta rincian jumlahnya.
Beberapa pihak yang telah dipanggil dan diperiksa penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung tersebut adalah Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo pada Senin (3/7/2023), kemudian dilanjutkan pemanggilan terhadap pegawai Bakti Kemenkominfo yang merupakan anggota tim kelompok kerja (tim pokja) pada keesokan harinya. Mereka adalah WN, NR, GW, MS, SSD, DTJ, dan DA. Dalam BAP Irwan, Dito disebut menerima Rp 27 miliar, sementara tim pokja disebut menerima Rp 2,3 miliar.
Pada Rabu (5/7/2023), penyidik kembali memeriksa empat orang, yang salah satunya adalah NPWH alias EH selaku Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital. NPWH alias EH juga disebut sebagai Komisaris Independen PT Pupuk Indonesia Niaga. Di dalam BAP, Irwan menyebut bahwa ia menyerahkan uang Rp 15 miliar kepada EH terkait dengan upaya penyelesaian perkara kasus pembangunan menara BTS 4G Bakti Kemenkominfo yang tengah diproses oleh aparat penegak hukum. Sementara pada Kamis (6/7/2023), penyidik kejagung memeriksa ES selaku Direktur SDM PT Pertamina (Persero). Di dalam BAP Irwan, salah satu penerima aliran dana adalah ER yang disebut dari Pertamina dan menerima sebesar Rp 10 miliar.
Menurut rencana, penyidik akan memanggil kuasa hukum Irwan Hermawan, Maqdir Ismail, pada Senin besok. Pemanggilan itu terkait dengan pengakuan Maqdir tentang adanya pengembalian uang Rp 27 miliar melalui kantornya. Uang itu disebut terkait dengan upaya pengendalian perkara yang dijanjikan pihak tertentu. Terkait pemanggilan terhadap dirinya, Maqdir berencana akan meminta penundaan dan baru akan menyambangi Kejagung pada Kamis mendatang.
Ketika dihubungi pada Minggu (9/7/2023), Maqdir berharap agar proses pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pihak-pihak tersebut, termasuk dirinya, akan mengungkap kasus pembangunan menara BTS 4G agar semakin terang, khususnya terkait dengan ”perburuan uang gelap”. Menurut Maqdir, apa yang dia ketahui terkait uang Rp 27 miliar tersebut merupakan informasi setelah terjadinya perkara yang mana keterangan itu tidak bisa dikonfrontasi dengan pihak lain.
”Bagi saya, yang penting bahwa klien kami pernah menyerahkan uang kepada orang lain dan ada orang yang mengembalikan. Bagi kami, ini adalah bentuk dari restorative justice, hak-hak klien kami dikembalikan,” tutur Maqdir.
Menurut Maqdir, di dalam BAP-nya, Irwan tidak menyebut nama orang. Adapun dalam BAP, Irwan mengatakan adanya uang yang diserahkan kepada beberapa pihak yang disebut dengan nama alias, yakni X, Y, dan Z. Menurut Irwan, kepada X diserahkan uang Rp 52,5 miliar, kepada Y diserahkan uang Rp 10 miliar dan kepada Z diserahkan uang Rp 27 miliar.
Ketika ditanya tentang inisial X, Y dan Z tersebut, Maqdir tidak membenarkan atau menolak bahwa Irwan pernah memberitahukan sosok sebenarnya. Meskipun demikian, Maqdir menjanjikan bahwa hal itu akan diungkap di persidangan. ”Nanti kita tanya saja ketika sudah ada pemeriksaan terhadap terdakwa,” kata Maqdir.
Terkait dengan pemeriksaan para saksi yang disebut dalam BAP Irwan, Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan, pada prinsipnya penyidik melakukan klarifikasi terhadap semua pihak. Hal itu merupakan bagian dari pengembangan perkara. Febrie mengatakan, permintaan keterangan para saksi tersebut khususnya terkait dengan keterangan Irwan dan tersangka Windi Purnama.
Saat ini berkas perkara tersangka Windi yang disebut sebagai orang kepercayaan Irwan masih dalam tahap penyidikan. Terkait hal itu, kata Febrie, penyidik berkepentingan untuk mengembalikan uang hasil tindak pidana pokok ataupun yang diduga telah dilakukan pencucian uang. Oleh karena itu, penyidik akan menelusuri alat bukti untuk mendukung keterangan para tersangka atau terdakwa tersebut. Sebab, untuk bisa membuktikan ada atau tidaknya aliran dana, diperlukan alat bukti pendukung.
”Kalau kita mencari alat bukti bukan dari pengakuan aja. Dia menyerahkan ke siapa, di mana, ada alat bukti atau tidak, ada enggak CCTV (rekaman kamera pengawas), saksi,” tutur Febrie.
Korupsi peradilan
Peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, berpandangan, dugaan pengendalian kasus yang melibatkan pihak-pihak lain tersebut memperlihatkan bahwa kasus korupsi menara BTS 4G diduga telah melahirkan korupsi baru, yakni upaya untuk mengatur agar tidak terjadi penegakan hukum. Hal itu merupakan bentuk dari korupsi peradilan (judicial corruption).
Menurut Zaenur, meskipun diduga uang belum sampai mengalir ke pihak penegak hukum, tindak pidana sudah terjadi. Oleh karena itu, penyidik diharapkan menelusuri hal itu, mulai dari mengejar pihak penerima uang Rp 27 miliar yang mengaku bisa mengurus perkara. Pihak itu dapat dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni merintangi penyidikan dan juga Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
”Seharusnya kejaksaan tidak mengalami kesulitan untuk mengejar pihak penerima uang Rp 27 miliar karena para saksi telah buka suara,” kata Zaenur.
Terkait dengan hal itu, lanjut Zaenur, dana dari kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G Bakti Kemenkominfo diduga telah mengalir ke banyak pihak sehingga membentuk beberapa kluster. Meskipun demikian, kluster dugaan adanya makelar kasus tersebut diharapkan menjadi prioritas untuk diproses hukum. Hal itu mendesak dilakukan untuk menghindari persepsi liar di masyarakat bahwa kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G tidak lepas dari adanya permainan di kalangan penegak hukum sendiri.