Saat Anak-anak Pintar Papua Bertanya ke Presiden, "Mengapa IKN Tak Dipindah ke Papua?"
Mengawali pagi hari kunjungannya yang belasan kali dilakukan di Papua, Presiden Jokowi sengaja bangun pagi-pagi sekali ketika hari masih gelap. Ia iengin bertemu anak-anak pintar yang menjadi masa depan Papua.
Anak-anak pintar di Papua adalah masa depan Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tak heran jika Presiden Joko Widodo sangat menaruh perhatian besar kepada anak-anak pintar tersebut. Karena, di sana-lah, Papua yang maju, makmur dan berkembang sebagai Mutiara Hitam harapan dari ujung timur NKRI.
Mengawali pagi hari kunjungannya yang belasan kali dilakukan di Papua, Presiden Jokowi sengaja menyempatkan bangun pagi-pagi sekali ketika hari masih gelap. Usia shalat subuh, Presiden Jokowi sudah mempersiakan diri bertemu dan berdialog dengan sekitar 100 pelajar sekolah dasar (SD) Papua. Suasana ceria ketika memberikan kuis matematika berhadiah sepeda berubah menjadi diskusi serius tatkala anak-anak berseragam Merah Putih ini melontarkan pertanyaan yang disebut Presiden sebagai pertanyaan pintar. Salah satunya, terkait kebijakan Presiden memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan.
Usai menampilkan kemahiran mereka berhitung cepat di Ballroom Cendrawasih, Swiss-Belhotel, Kota Jayapura pada Jumat (7/7/2023), anak-anak tersebut diberi kesempatan mengajukan pertanyaan kepada Presiden. Seorang anak Kesia Olivia Ergor kemudian berdiri. "Kenapa ibu kota negara tidak dipindahkan saja ke Papua?" tanya anak yang berasal dari Kota Sorong tersebut.
Kesia mengajukan pertanyaan yang rupanya cukup menggelitik mereka yang hadir di ruangan tersebut. Presiden Jokowi lantas menjelaskan bahwa Indonesia sangat luas. "Indonesia ini sangat besar sekali, dari Papua sampai ke Aceh, dari Sabang sampai Merauke ya, sangat luas sekali," ujar Presiden Jokowi sambil merentangkan ke dua tangannya sebagai gambaran luasnya Indonesia.
Baca Juga: Pantang Surut Anak Papua Merajut Cita
Dengan kondisi geografis yang sangat luas tersebut, Presiden menjelaskan, maka ibu kota Nusantara (IKN) dipilih di Kalimantan. Pertimbangannya antara lain karena posisinya yang berada di tengah-tengah Indonesia sehingga dekat untuk diakses dari sisi barat, timur, utara, maupun selatan Indonesia.
"Kalau dipilih yang timur—kalau ibu kotanya dipilih di Papua—yang dari Aceh ke Papua itu kalau ke sini jauh sekali, 9 jam dari Aceh ke Papua naik pesawat, lho, itu. Kalau naik kapal bisa berminggu-minggu," ungkapnya.
"Indonesia ini sangat besar sekali, dari Papua sampai ke Aceh, dari Sabang sampai Merauke ya, sangat luas sekali"
Jadi, Presiden menegaskan bahwa IKN dipilih di tengah-tengah di Kalimantan. “Di tengah-tengah, dari timur dekat, dari Papua dekat, dari Aceh juga dekat, dari utara juga dekat, dari selatan juga dekat. Jadi dipilih di tengah-tengah," kata Presiden.
Presiden Jokowi mengapresiasi siswa siswi Papua yang dinilainya pintar dan berani. Presiden pun berpesan agar anak-anak semangat belajar. Mereka juga diminta hati-hati dalam perjalanan pulang ke kabupaten dan kotanya masing-masing. “Anak-anak ini pintar-pintar banget, pertanyaan juga sulit-sulit,” ujar Presiden Jokowi.
“Di tengah-tengah, dari timur dekat, dari Papua dekat, dari Aceh juga dekat, dari utara juga dekat, dari selatan juga dekat. Jadi dipilih di tengah-tengah"
Ketika memandang ke anak-anak tersebut, Presiden lantas teringat masa kecilnya. Andy yang berasal dari Sentani, misalnya, mencuri perhatian Presiden karena tak hanya pintar. Perawakan Andy disebut Presiden, mirip dirinya ketika masih kecil. “Ini kayak saya waktu kecil. Iya, sama badannya juga sama seperti Andy. Kayak Andy ini dulu. Badan saya kecil, tinggi. Persis, saya jadi ingat waktu kecil,” tambah Presiden.
Andy dan teman-temannya juga menunjukkan kemampuan berhitung cepat di hadapan Presiden. Kemampuan ini setelah latihan selama dua minggu dalam metode belajar matematika Gasing yakni gampang, asyik dan menyenangkan yang dirintis Profesor Yohanes Surya. Anak-anak menjawab soal perkalian, penjumlahan hingga pembagian tak sampai semenit.
Dimensi simbolik
Selama ini, perhatian pemerintah bagi pembangunan di Papua antara lain memang diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur serta kunjungan kerja yang kerap dilakukan oleh Presiden Jokowi. Kali ini, Presiden hadir di Papua selama tiga hari. Presiden antara lain meresmikan pengembangan Bandar Udara Ewer, yang berada di Distrik Agats, di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan.
Kehadiran Bandara ini bertujuan untuk bisa membuka isolasi di Kabupaten Asmat. Bandara Ewer juga menjadi bagian dari komitmen pemerintah, dalam pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia khususnya di Papua Selatan. “Kami bisa melaksanakan tugas indonesiasentris yang bukan saja dikatakan, tapi kita realisasikan,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Usai kunjungan Presiden ke Papua, Wakil Presiden Ma'ruf Amin juga berencana akan berkantor di Papua. Wapres direncanakan akan berkunjung ke Kabupaten Timika, Teluk Bintuni, Fakfak, Manokwari, Jayapura, dan Sorong. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga menyebut akan berkantor di Papua bersama Panglima TNI serta beberapa menteri selama beberapa hari.
“Kami bisa melaksanakan tugas indonesiasentris yang bukan saja dikatakan, tapi kita realisasikan”
Secara terpisah, pengajar Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Gitadi Tegas Supramudyo, berpendapat bahwa kebijakan pembangunan yang indonesiasentris belum membuahkan hasil nyata di Papua. “Yang tampak dipermukaan masih sebatas seremoni dan jargon-jargon, belum tampak capaian/kinerja yang terukur, dan didukung bukti-bukti (evidence based),” kata Gitadi.
Rencana pemerintah pusat untuk berkantor di lokasi bermasalah yang masih berkonflik seperti Papua juga dinilai lebih berdimensi simbolik. Hal ini menjadi bentuk perhatian lebih dari pemerintah dan refocusing terhadap problem di Papua. Namun, saat ini yang juga dibutuhkan adalah tindak lanjut kebijakan dan program terhadap berbagai problematika di lapangan.
“Kemudian disusun parameter-parameter pencapaian program yang lebih transparan, measurable, dan obyektif yang melibatkan institusi-institusi kredibel dan independen yang dihasilkan dari mapping stakeholders yang terkait dan relevan,” kata Gitadi.
“Kemudian disusun parameter-parameter pencapaian program yang lebih transparan, measurable, dan obyektif yang melibatkan institusi-institusi kredibel dan independen yang dihasilkan dari mapping stakeholders yang terkait dan relevan”
Pengamat politik dari Universitas Cenderawasih Jayapura, Yakobus Murafer mengatakan, pertanyaan yang disampaikan siswa bernama Kesia tentang IKN Nusantara harus dimaknai sebuah otokritik terhadap pemerintah. Pembangunan di Papua dinilai masyarakat belum sepenuhnya terdesentralisasi, namun masih ada kebijakan yang ditentukan pusat.
Ia berpendapat, berdasarkan prinsip-prinsip otonomi daerah maka idealnya pembangunan di Papua secara asimetris. Hal ini berarti adanya pendekatan lebih khusus dari negara yang mengacu pada faktor tantangan dan potensi di Papua.
Prioritas
"Dengan pendekatan asimetris, seharusnya negara memberikan kebijakan afirmasi dengan memprioritaskan orang asli Papua dalam segala aspek pembangunan di daerahnya. Masyarakat Papua harus menjadi subjek dari pembangunan, " kata Yakobus.
Ia menilai, kebijakan pembangunan di Papua masih bersifat imparsial. Meskipun pembangunan di Papua sudah mulai terlihat namun masih ada kebijakan di Papua yang dilaksanakan secara terpusat.
"Pengawasan dari pemerintah pusat khususnya dalam pengelolaan anggaran pendidikan dan kesehatan belumlah optimal. Hal ini menyebabkan rawan terjadi penyalahgunaan anggaran "
"Pengawasan dari pemerintah pusat khususnya dalam pengelolaan anggaran pendidikan dan kesehatan belumlah optimal. Hal ini menyebabkan rawan terjadi penyalahgunaan anggaran, " tutur Yakobus.
Yakobus pun mengungkapkan, belum banyak peraturan daerah khusus yang dilahirkan selama 25 tahun pelaksanaan otonomi khusus di Tanah Papua. Hal ini mengakibatkan belum adanya regulasi yang berdampak dalam pelayanan publik bagi masyarakat setempat.
Berdasarkan data penelitian demografis oleh akademisi Universitas Papua, Agus Sumule, sebanyak 407.546 warga Papua usia sekolah yang tidak bersekolah hingga tahun ini. Angka warga usia sekolah yang tidak bersekolah tertinggi berada di jenjang pendidikan sekolah dasar, yakni 147.778 orang, berikutnya adalah di jenjang SMP 131.878 orang dan SMA/SMK 127.889 orang.
Kurangnya asupan makanan yang bergizi dan penyakit memicu masalah tingginya angka stunting atau tengkes pada anak di wilayah Papua. Berdasarkan hasil terakhir Survei Status Gizi Indonesia pada akhir tahun 2022, angka tengkes di Papua mencapai 34 persen.
Adapun angka 34 persen berarti dalam 100 anak Papua terdapat 34 orang mengalami tengkes. Angka ini juga melewati angka tengkes secara nasional, yakni 24 persen.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua sebelum dimekarkan pada tahun 2022 baru mencapai 61,39 atau dengan kategori sedang. Angka ini hanya meningkat 0,77 poin dibandingkan tahun sebelumnya yakni 60,62.
Baca Juga: Solis Hanny Felle, Penggerak Literasi bagi Anak-anak Kampung di Papua
Pada keterangan pers usai meninjau Waibu Agro Eduwisata, Kabupaten Jayapura, Papua, pada Jumat (7/7/2023), Presiden menegaskan agar masyarakat memandang Papua dari sisi positif. Presiden menyatakan bahwa Papua aman. “Secara umum, 99 persen itu nggak ada masalah. Jangan masalah kecil dibesar-besarkan. Semua di tempat, dimanapun di Papua kan juga aman aman saja,” kata Presiden.
Presiden juga melihat bahwa pemekaran provinsi di Papua berjalan baik. Pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih dekat. Pembangunan juga berjalan lebih cepat. “Agar mempercepat pelayanan, mempercepat pembangunan,” tambah Presiden.
Ketika membuka Papua Street Carnival yang digelar di area Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura pada Jumat (7/72023), Presiden juga meyakini bahwa anak-anak muda Papua mampu melakukan sebuah lompatan besar melalui kreativitas yang dimiliki. Presiden juga mengapresiasi hasil karya anak muda Papua yang telah membuat sebuah lompatan dengan memproduksi barang-barang elektronik seperti ponsel dan laptop.
"Tadi disampaikan oleh Menteri Parekraf (Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), memproduksi handphone, memproduksi laptop, ini dilakukan bukan di Indonesia bagian barat, tetapi dilakukan di Indonesia bagian timur—di Tanah Papua, sebuah lompatan," tutur Presiden. Lompatan besar itu pula yang diharapkan nantinya bisa benar-benar berbuah kesejahteraan rakyat di wilayah Timur Indonesia. (WKM/FLO)