Antisipasi Penumpukan, KPU Akan Tentukan TPS Pemilih Pindahan
KPU menengarai potensi pemilih pindah TPS masih sangat tinggi. Data Kemendagri menunjukkan jumlah penduduk pindah domisili mencapai 500.000 orang setiap bulan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemilih yang ingin pindah tempat pemungutan suara atau TPS karena pindah domisili tempat tinggal tidak bisa lagi menentukan sendiri TPS yang diinginkan sesuai kehendaknya seperti pada Pemilu 2019. Pada Pemilu 2024, Komisi Pemilihan Umum yang akan menentukan TPS yang bisa mereka kunjungi untuk menggunakan hak suaranya, dengan tujuan untuk menghindari pemilih menumpuk di satu TPS tertentu.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Betty Epsilon Idroos, mengatakan, daftar pemilih tetap (DPT) yang telah ditetapkan masih sangat dinamis. Pemilih yang sudah terdaftar di tempat pemungutan suara (TPS) sesuai alamat kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) berpotensi akan menggunakan hak pilihnya bukan di TPS tempat mereka terdaftar. Sebab dalam tujuh bulan menjelang pemungutan suara 14 Februari 2024, perpindahan domisili masih sangat dinamis.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Dinamika perpindahan penduduk yang tinggi membuat potensi pemilih pindah TPS masih sangat tinggi, seperti saat di pemilu sebelumnya. Bahkan kalau data Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk pindah domisili mencapai hampir 500.000 orang tiap bulan,” ujarnya di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Lebih jauh, lanjut Betty, data KPU menunjukkan, pemilih di Pemilu 2019 yang melakukan pindah memilih dan dicatat dalam daftar pemilih tambahan (DPTb) mencapai 569.451 orang. Pemilih tersebut tersebar di sejumlah wilayah, terutama di perkotaan yang didominasi oleh perantau yang menjadi pekerja dan mahasiswa.
Pengurusan pindah memilih sudah bisa dilakukan mulai sekarang hingga H-30 pemungutan suara, tetapi harus disertai bukti valid alasan pindah memilih.
Oleh karena itu, ia mengimbau pemilih yang akan pindah TPS agar segera mengurus ke KPU terdekat. Selama telah terdaftar di DPT dan memiliki dokumen pendukung untuk pindah memilih, KPU akan memfasilitasinya. Pengurusan pindah memilih bisa diajukan melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat desa atau kelurahan, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di tingkat kecamatan, maupun KPU kabupaten/kota setempat di daerah yang akan dituju sebagai tempat memilih.
Meskipun demikian, pemilih yang pindah memilih harus memenuhi sembilan kriteria. Kriteria itu, antara lain, menjalankan tugas di tempat lain pada hari pemungutan suara, menjalani rawat inap di rumah sakit atau puskesmas dan keluarga yang mendampingi, penyandang disabilitas yang menjalani perawatan di panti sosial atau panti rehabilitasi, dan menjalani rehabilitasi narkoba. Kemudian alasan lain adalah menjadi tahanan atau sedang menjalani hukuman penjara atau kurungan, tugas belajar atau menempuh pendidikan menengah atau tinggi, pindah domisili, tertimpa bencana alam, serta bekerja di luar domisilinya.
”Pengurusan pindah memilih sudah bisa dilakukan mulai sekarang hingga H-30 pemungutan suara, tetapi harus disertai bukti valid alasan pindah memilih,” ujar Betty.
Ia menuturkan, pemilih tidak bisa menentukan sendiri TPS yang akan dituju seperti halnya pada Pemilu 2019. Pada Pemilu 2024, KPU akan memetakan lokasi TPS pindah memilih di kelurahan yang tujuan. Kebijakan ini dilakukan untuk membagi pemilih agar tidak menumpuk di satu TPS tertentu karena akan berdampak pada penyediaan surat suara.
Lokasi khusus
Betty mengatakan, sejumlah pemilih yang dipastikan tidak bisa menggunakan hak pilihnya di tempat sesuai KTP-el sudah didaftarkan untuk menyalurkan suara di TPS lokasi khusus. Pemilih tersebut, antara lain, mahasiswa, penghuni rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan, santri di pondok pesantren, pegawai di pertambangan, serta asrama. Pada Pemilu 2024, ada 404.360 pemilih yang akan memilih di 1.822 TPS lokasi khusus. Lokasinya tersebar di 773 area di 392 kabupaten/kota pada 37 provinsi.
Ia mengatakan, KPU memberikan atensi kepada pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya di TPS asal. Oleh karena itu, pihaknya telah bersurat kepada penanggung jawab komunitas agar mendirikan TPS lokasi khusus. Namun, tidak semua pengelola kampus, pesantren, dan pertambangan mau mendirikan TPS lokasi khusus.
”Antisipasinya kami mengimbau pekerja maupun mahasiswa di lokasi khusus untuk segera mengurus pindah memilih agar bisa menggunakan hak pilihnya di lokasi terdekat. Perusahaan pun mesti memberikan libur kepada pekerja agar bisa menggunakan hak pilihnya,” kata Betty.
Anggota KPU DKI Jakarta, Astri Megatari, mengatakan, potensi pemilih yang pindah TPS di Ibu Kota sangat tinggi. Sebagai pusat ekonomi dan memiliki banyak kampus, pemilih pindah TPS diperkirakan masih tinggi. Sebagai perbandingan, ada sekitar 180.000 pemilih yang pindah memilih di Jakarta di Pemilu 2019.
Selain berdampak pada penyediaan logistik, lanjutnya, ada potensi pemungutan suara ulang di TPS tempat lokasi pindah memilih. Dari pengalaman pemilu sebelumnya, pemungutan suara ulang bisa disebabkan karena ada pemilih yang memaksa menggunakan hak pilihnya di TPS lain tanpa mengurus surat pindah memilih. Oleh karena itu, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus memastikan seluruh pemilih menjalankan pindah memilih sesuai regulasi dan prosedur.
Manajer Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menyayangkan tidak semua penanggung jawab lokasi khusus mau mendirikan TPS lokasi khusus. Sebab, potensi pemilih untuk tidak bisa menggunakan hak pilihnya sangat tinggi. Sebab lokasinya, seperti area pertambangan, sangat jauh dari permukiman sehingga mereka enggan mengurus surat pindah memilih.
”Pendirian TPS lokasi khusus juga mengurangi potensi pemungutan suara ulang akibat ada pemilih yang mendadak datang ke TPS hanya membawa KTP-el tanpa memahami regulasi pindah memilih,” katanya.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengatakan, KPU harus mengantisipasi penambahan atau pengurangan data pemilih, mengingat data yang disebutkan oleh Kemendagri bersifat dinamis dan masih ada waktu hingga dua tahun ke depan. KPU mesti memaknai banyaknya masyarakat yang akan menjadi pemilih sebagai momentum untuk meningkatkan penggunaan hak suara dalam pemilu mendatang.
”Semakin banyak partisipasi masyarakat, tentu saja semakin bagus kualitas pemilu kita. Ini artinya demokrasi tegak lurus dan berjalan sesuai cita-cita reformasi. Jadi saya tekankan penyelenggara pemilu harus menjamin betul hak pilih kaum muda kita,” ucap Muhaimin.