logo Kompas.id
Politik & HukumDakwaan terhadap Johnny G...
Iklan

Dakwaan terhadap Johnny G Plate Dianggap Belum Gambarkan Keseluruhan Kasus

Tidak ada sesuatu yang ”istimewa” dalam dakwaan bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, baik terkait modus maupun uang yang jadi bancakan. Bahkan, Johnny didakwa ”hanya” menerima Rp 17,8 miliar.

Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
· 5 menit baca
Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa (27/6/2023). Johnny G Plate menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan <i>base transceiver station</i> (BTS) dalam program Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020-2022 sebesar Rp 8 triliun. Politisi Partai Nasdem itu diadili bersama Mantan Dirut Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo Anang Achmad Latif dan tenaga ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) Yohan Suryanto.
KOMPAS/HENDRA AGUS SETYAWAN

Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa (27/6/2023). Johnny G Plate menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan base transceiver station (BTS) dalam program Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020-2022 sebesar Rp 8 triliun. Politisi Partai Nasdem itu diadili bersama Mantan Dirut Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo Anang Achmad Latif dan tenaga ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) Yohan Suryanto.

Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerabas berbagai ketentuan dalam pelaksanaan pembangunan proyek menara base transceiver atau BTS 4G Bakti Kemkominfo 2020-2022. Hal itu antara lain dilakukan dengan mengarahkan perubahan skema penyediaan internet di 7.904 desa dari belanja operasional (Opex) ke belanja modal (Capex) dengan alasan agar ada aset negara ketika perencanaan. Selain itu, dia dituding memerintahkan untuk membayar kontraktor 100 persen meski realita di lapangan jauh dari selesai serta tidak dilakukannya pengawasan ketika ditemukan ketidaksesuaian antara rencana dan laporan proyek yang berjalan.

Modus semacam itu bukanlah hal yang baru dalam sebuah kasus korupsi. Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), dari 579 kasus korupsi yang ditangani penegak hukum sepanjang 2022, penyalahgunaan anggaran menjadi modus yang paling banyak dilakukan, yakni dengan 303 kasus. Kemudian disusul dengan modus kegiatan/proyek fiktif (91 kasus), penggelembungan harga (59 kasus), laporan fiktif (51 kasus), serta pungutan liar (24 kasus). Selain itu, masih ada modus perdagangan pengaruh, pemotongan, penerbitan izin ilegal, dan memperdaya saksi.

Editor:
ANTONY LEE
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000