Johnny G Plate Terabas Banyak Aturan dalam Pembangunan Menara BTS
Meski mengetahui proses pekerjaan menara BTS 4G mengalami keterlambatan hingga 40 persen dari jadwal, bekas Menkominfo Johnny G Plate tetap memerintahkan pembayaran 100 persen.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai peraturan dalam proses pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika diterabas oleh bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate. Ia juga disebut memerintahkan agar perusahaan penyedia jasa dibayar 100 persen meski realitas di lapangan masih jauh dari selesai.
Hal itu terungkap dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap Johnny G Plate di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (27/6/2023). Sidang dipimpin Fatzal Hendrik selaku hakim ketua dengan didampingi Riyanto Adam Pontoh dan Sukartono sebagai hakim anggota dengan menghadirkan tiga terdakwa, yakni Johnny, Anang Achmad Latif, dan Yohan Suryanto. Surat dakwaan dibaca bergantian oleh tim jaksa yang dipimpin Sutikno.
Jaksa menyampaikan, pada Februari 2020, Johnny menyetujui dan menandatangani Rencana Bisnis Anggaran (RBA) Bakti tahun 2020 tanpa terlebih dahulu menetapkan dan menerbitkan rencana strategis (renstra) Kemkominfo 2020-2024. Demikian pula penentuan 7.904 desa sebagai desa yang sama sekali tidak ada layanan telekomunikasi 4G dilakukan tanpa studi kelayakan kebutuhan penyediaan infrastruktur menara BTS, baik tanpa dokumen renstra maupun RBA.
Johnny juga disebut mengarahkan perubahan skema penyediaan internet di 7.904 desa dari belanja operasional (OPEX) ke belanja modal (CAPEX) dengan alasan agar ada aset negara. Padahal, alasan sebenarnya adalah agar penyedia pembangunan menara BTS 4G yang ditetapkan sebagai pemenang dapat melanjutkan pekerjaan pemeliharaan.
Pada 2021, Johnny disebut telah memerintahkan terdakwa Anang Achmad Latif agar bertemu dengan Muhamad Yusrizki Muliawan dan meminta agar pekerjaan power system menara BTS 4G paket 1 sampai paket 5 diberikan kepada grup bisnis Yusrizki. Namun, jaksa tidak menyebut grup bisnis yang dimaksud.
Pada Desember 2021, meski mengetahui bahwa proses pekerjaan menara BTS 4G mengalami keterlambatan hingga 40 persen dari jadwal, Johnny tetap memerintahkan pembayaran 100 persen dengan dasar laporan yang berisi bahwa seolah pekerjaan tersebut telah selesai.
”Membayarkan pekerjaan 100 persen dengan jaminan garansi bank dan memberikan perpanjangan pekerjaan sampai 31 Maret 2022 tanpa memperhitungkan kemampuan penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan,” kata jaksa.
Demikian pula ketika Inspektur II Kemkominfo menemukan adanya ketidaksesuaian antara perencanaan dan laporan dalam proyek pembangunan menara BTS 4G, Johnny tidak menindaklanjuti dengan melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai kewenangannya.
Meski waktu pengerjaan sudah habis dan pekerjaan belum selesai, Johnny selaku pengguna anggaran tidak memerintahkan kuasa pengguna anggaran (KPA) untuk memutus kontrak, tetapi justru meminta konsorsium menyelesaikan pekerjaannya. Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 8,032 triliun.
Sederet aturan yang dilanggar oleh Johnny seperti disebut jaksa, di antaranya Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004, Pasal 3 Ayat 1 UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 20 Ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) No 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, sejumlah pasal di Peraturan Presiden No 54/2015 tentang Kementerian Informasi dan Informatika, serta Perpres No 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Selain itu, juga Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia dan Peraturan Menteri Keuangan No 184/PMK.05/2021 tentang Pelaksanaan Anggaran dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Pada Masa Pandemi Covid 2019 yang Tidak Terselesaikan hingga Akhir Tahun.
Terhadap perbuatannya, Johnny didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU No 20/2021 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) subsider Pasal 3 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU No 20/2021 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap dakwaan tersebut, Johnny mengaku memahami. Melalui kuasa hukumnya, ia menyatakan akan mengajukan eksepsi. Adapun sidang dengan agenda pembacaan eksepsi akan dilangsungkan minggu depan.