Ganjar dan Anies Bertemu di Mina, Apa yang Dibahas?
Pertemuan kedua figur bakal calon presiden, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, dinilai positif. Menjadi pengingat bagi bangsa bahwa perbedaan pilihan politik tak berarti harus berujung pada permusuhan.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ganjar Pranowo dan bakal calon presiden dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera, Anies Baswedan, bertemu di Mina, Arab Saudi, Senin (26/6/2023) waktu setempat. Kedua tokoh yang tengah menunaikan ibadah haji bersama dengan keluarga masing-masing itu terlihat berdiskusi sambil makan siang bersama.
Pertemuan antara Ganjar Pranowo, bakal calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang juga didukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Hanura, dengan Anies Baswedan, bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP)—Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera—terungkap dari foto yang didapatkan Kompas dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa. Foto dimaksud diterima dari politisi PPP itu melalui pesan daring pada Selasa (27/6/2023).
Dalam foto yang dikirimkan Suharso terlihat Ganjar tengah duduk di meja makan bersebelahan dengan Suharso dan Anies yang berdiri di sebelahnya. Selain mereka bertiga, terdapat pula di antaranya istri Ganjar, Siti Atikoh; istri Anies, Fery Farhati, dan anak-anak Anies. Mereka yang mengenakan pakaian ihram atau pakaian yang digunakan untuk menunaikan ibadah haji itu tengah mengikuti jamuan istana bagi tamu Raja Arab Saudi di Mina.
Melalui pesan daring yang sama, Suharso bercerita, ia senang melihat Ganjar dan Anies duduk berdekatan. Sebelumnya, dari kejauhan ia melihat mereka berdua tampak sedang mengobrol dengan sangat dekat. Ia pun tak mau kehilangan momen bersejarah itu, lalu menghampiri keduanya.
”Indonesia mesti melihat ini,” kata Suharso mengulangi ucapannya kepada Ganjar dan Anies.
Ia menambahkan, baik Ganjar maupun Anies saat itu hanya berkata singkat, yakni bahwa mereka sudah berteman sejak menjadi mahasiswa di Universitas Gadjah Mada (UGM), Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka pun tertawa dan tidak keberatan saat Suharso mengajak untuk berfoto bersama. Seusai berfoto, Suharso mendoakan Ganjar dan Anies agar menjadi haji mabrur sebelum meninggalkan keduanya.
Mengenai topik yang dibahas Ganjar dan Anies, Suharso menekankan bahwa tidak ada perbincangan tentang PIlpres 2024 di antara mereka. ”Sama sekali tidak ada, kami sedang mengenakan baju ihram, sudah ambil miqot haji. Jadi, tidak ada setipis apa pun pembicaraan seperti itu,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, pertemuan Ganjar dan Anies terjadi secara tidak sengaja. Keduanya saat itu tengah makan bersama di Mina Hospitality Palace, yakni bagian dari fasilitas Kerajaan Arab Saudi di Mina.
Ia memandang positif silaturahmi antarbakal capres yang terjadi di Tanah Suci itu. Menurut dia, pertemuan tersebut bisa menjadi pengingat bagi bangsa Indonesia bahwa perbedaan pilihan politik tidak berarti membuat para tokoh tidak berkomunikasi, apalagi bermusuhan.
”Semoga bisa menjadi teladan bagi masyarakat di akar rumput. Inilah semangat yang dibawa oleh Koalisi Perubahan,” kata Herzaky.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP Achmad Baidowi mengatakan, pertemuan antartokoh saat menunaikan ibadah haji merupakan hal biasa. Ia mengajak publik untuk berbaik sangka bahwa Ganjar dan Anies tengah berembuk untuk kebaikan Indonesia ke depan.
Baidowi menambahkan, dirinya juga belum berkomunikasi dengan Suharso ihwal pertemuan tersebut. Namun, ia menduga, pertemuan itu terjadi secara tidak sengaja, bukan atas prakarsa Suharso.
Terlepas dari itu, Baidowi melihat bahwa pertemuan itu memberikan pesan persatuan dan gotong royong dalam menghadapi Pemilu 2024. Dari kebersamaan Ganjar dan Anies, publik hendaknya melihat bahwa persaingan dalam politik praktis tidak perlu berlebihan bahkan berujung pada permusuhan.
”Silakan berkompetisi, tetapi jangan sampai overdosis. Perbedaan pendapat, perbedaan politik, itu hal yang biasa. Tetapi jangan mengorbankan persaudaraan sesama satu bangsa, satu agama apalagi,” katanya.