JAKARTA, KOMPAS - Badan Reserse Kriminal Polri tengah melakukan penyidikan terhadap dugaan berita bohong atau hoaks oleh Denny Indrayana, advokat sekaligus Guru Besar Hukum Tata Negara, terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian konstitusionalitas sistem proporsional terbuka. Bareskrim akan menangani kasus tersebut secara cepat.
Di pihak lain, kuasa hukum Denny Indrayana menilai proses hukum terhadap kliennya sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat serta sikap kritis terhadap dinamika negara. Tim kuasa hukum Denny, seperti disampaikan oleh Muhammad Raziv Barokah, akan mendampingi Denny untuk menghadapi proses di setiap tingkatannya.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto, dalam jumpa pers, Senin (26/6/2023), menyampaikan, pihaknya kini tengah melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan hoaks atau berita bohong yang dilakukan Denny Indrayana. Penyidikan dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
”Sudah tahap penyidikan. Masih berproses, ya, masih berproses,” kata Agus.
Sebelumnya, Denny dilaporkan ke aparat penegak hukum terkait pernyataannya yang membuat ”heboh” tentang bocornya putusan MK dengan komposisi 6:3. Disebutkan, enam hakim memutus mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup dan tiga lainnya tetap sepakat mempertahankan sistem proporsional terbuka. Akan tetapi, MK dalam putusannya tetap memertahankan sistem proporsional terbuka dengan komposisi 7:1.
Atas tindakan Denny tersebut, MK pun mengeluarkan pernyataan resmi. MK akan melaporkan Denny ke organisasi advokat di mana Denny bergabung ataupun terdaftar di Australia. MK memilih tidak melaporkan Denny ke pihak berwajib, hanya membawa permasalahan tersebut ke ranah etik.
Agus mengatakan, terkait pernyataan Denny tersebut, sempat terjadi unjuk rasa di beberapa lokasi. Kejadian tersebut akan didalami oleh penyidik, apakah termasuk menimbulkan keonaran atau tidak. Untuk menentukan hal itu, penyidik akan meminta keterangan dari ahli.
Terkait jadwal permintaan keterangan ahli, Agus belum bisa menjawab. Namun, dia memastikan bahwa semakin cepat dilakukan akan semakin baik. Sebab, kasus ini dinilai sudah menimbulkan keresahan.
”Saya minta kepada Pak Dirtipidum (Direktur Tindak Pidana Umum) dan Dirsiber (Direktur Tindak Pidana Siber) untuk menangani kasus ini secara cepat sehingga bisa menjawab tuntutan masyarakat agar kasus ini bisa segera diselesaikan,” terang Agus.
Kuasa hukum Denny Indrayana, Muhamad Raziv Barokah menyayangkan kriminalisasi terhadap kritik yang dilakukan oleh kliennya terkait dengan putusan MK. Penegak hukum seharusnya merujuk langkah MK yang membawa persoalan tersebut ke ranah etik, bukan tindak pidana dan sebenarnya tidak pantas untuk dilaporkan ke aparat penegak hukum. Denny dan kuasa hukumnya mengklaim bahwa aktivisme yang dilakukannya adalah dalam rangka menjalankan hak kebebasan berpendapat serta kewajiban sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara dan Konstitusi.
Pihaknya, tambah Raziv, siap untuk mendampingi dan mengadvokasi Denny dalam setiap tingkatan yang akan dihadapi. Selain itu, terdapat pula tim di luar kuasa hukum yang turut akan mengadvokasi dan berupaya menghentikan kasus-kasus kriminalisasi semacam yang dialami Denny.
Adapun pihak-pihak yang sudah menyatakan kesiapannya yang akan mendampingi Denny setidaknya ada 45 advokat. Nama-nama itu terdiri dari berbagai elemen seperti mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (Bambang Widjojanto), forum pengacara konstitusi, praktisi hukum profesional, LBH Muhammadiyah, akademisi, aktivis HAM, pengacara publik, dan lain-lain. Jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah.
Pihak kuasa hukum menilai, apa yang dialami Denny merupakan bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP). Yaitu, sebuah langkah mengajukan tuntutan hukum terhadap masyarakat yang berpartisipasi secara kritis terhadap dinamika negara. Langkah tersebut sering kali digunakan untuk membungkam kritik dan menyerang aktivis publik.