Dewan Pengawas KPK hentikan sidang etik pimpinan KPK atas kebocoran hasil penyelidikan dugaan korupsi tunjangan kinerja di ESDM,juga kasus pemindahan Endar Priantoro. Sementara komunikasi Johanis Tanak dilanjutkan.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sidang pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni Firli Bahuri, terkait kebocoran hasil penyelidikan dugaan korupsi tunjangan kinerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dihentikan.
Saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/6/2023), Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan, penghentian dilakukan karena kesimpulan Dewas tak cukup bukti untuk melanjutkan sidang etik. Padahal, 30 orang, termasuk Menteri ESDM Arifin Tasrif, telah diperiksa.
Menurut Tumpak, ada sejumlah barang bukti yang sebelumnya dilaporkan ke Dewas, mulai dari rekaman video berdurasi lima menit, flashdisk, hingga sejumlah dokumen.
Sebelumnya, dugaan pelanggaran kode etik Firli dilaporkan kalangan masyarakat sipil bersama mantan pimpinan KPK. Setidaknya ada lima dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan ke Dewas KPK. Salah satunya adalah dugaan Firli telah membocorkan dokumen hasil penyelidikan perkara dugaan korupsi tunjangan kinerja tahun anggaran 2020-2022 di Kementerian ESDM. Selain itu, Firli juga dilaporkan telah mengembalikan mantan Direktur Penyelidikan KPK Brigadir Jenderal (Pol) Endar Priantoro ke institusi asalnya dengan sewenang-wenang (Kompas, 11/4/2023).
"Ada sejumlah barang bukti yang sebelumnya dilaporkan ke Dewas, mulai dari rekaman video berdurasi lima menit, flashdisk, hingga sejumlah dokumen"
Video penggeledahan
Terkait beredarnya video penggeledahan di media sosial, Tumpak membenarkan. Peristiwa itu direkam pada 27 Maret lalu saat penyelidik dan penyidik menggeledah ruang kerja dan mobil milik Pelaksana Tugas Dirjen Minerba Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite. Penggeledahan untuk mencari bukti manipulasi tunjangan kinerja.
”Saat penggeledahan ditemukan tiga lembar kertas tanpa judul yang di atasnya tertulis dugaan tindak pidana korupsi terkait produk pertambangan hasil pengolahan minerba. Isinya nama-nama sejumlah pihak di Kementerian ESDM dan perusahaan,” lanjut Tumpak.
”Saat penggeledahan ditemukan tiga lembar kertas tanpa judul yang di atasnya tertulis dugaan tindak pidana korupsi terkait produk pertambangan hasil pengolahan minerba. Isinya nama-nama sejumlah pihak di Kementerian ESDM dan perusahaan”
Penyidik, tambahnya, menanyakan asal-usul dokumen kepada Idris sesuai tayangan dalam video. Sebelumnya, saat diperiksa Dewas, Idris mengaku mendapatkannya dari Menteri ESDM Arifin, yang diperoleh dari Firli. Namun, belakangan Idris meralat pernyataannya dan menyebut dokumen dari seorang pengusaha berinisial S.
”Pernyataan bahwa dokumen itu berasal dari Menteri ESDM dan Firli Bahuri untuk menakut-nakuti penyidik agar tidak sporadis penggeledahannya serta (penyidik) tidak mengakses banyak dokumen perkara,” ungkap Tumpak.
Dewas KPK kemudian berkesimpulan, tiga lembar kertas tidak identik dengan telaahan informasi yang dibuat KPK. ”Tidak ditemukan komunikasi Saudara Menteri Arifin Tasrif yang memerintahkan Saudara Idris untuk menghubungi Saudara Firli,” ujar Tumpak.
”Pernyataan bahwa dokumen itu berasal dari Menteri ESDM dan Firli Bahuri untuk menakut-nakuti penyidik agar tidak sporadis penggeledahannya serta (penyidik) tidak mengakses banyak dokumen perkara”
Sebelumnya, pekan lalu, Firli juga telah membantah dirinya membocorkan dokumen tersebut. Ia mengaku tak ada kesempatan baginya memfotokopi dokumen penyelidikan atau apa pun yang ada di meja kerjanya. Ia juga tak ada niat memfotokopi dokumen tersebut (Kompas.id, 15/6/2023).
Kasus Tanak dan Endar
Terkait laporan ICW atas komunikasi Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dengan Idris Sihite pada 12 dan 19 Oktober 2022 serta Februari 2023, hal itu juga tidak ditemukan. Dewas justru menemukan komunikasi keduanya pada 27 Maret 2023. Saat itu, Tanak sudah menjabat unsur pimpinan KPK. Ia sempat mengirim pesan tiga kali kepada Sihite, tetapi dihapus.
”Untuk hal ini cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik, diduga melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf c atau Pasal 4 Ayat (1) huruf b atau Pasal 4 Ayat (2) huruf b Peraturan Dewas No 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” kata anggota Dewas lainnya, Albertina Ho.
Dalam kasus pemindahan Endar, anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, menegaskan, itu bukan kewenangan Dewas. Penghentian kasus kebocoran tunjangan kinerja membuat kecewa kuasa hukumnya, Rahmat Mulyana. (Z04)