Kejagung Dalami Keterlibatan Pihak yang Kembalikan Uang Terkait Korupsi BTS 4G
Dua pihak yang telah mengembalikan dana dari proyek pembangunan menara BTS 4G di Kemenkominfo kini berstatus sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi yang juga melihatkan mantan Menkominfo Johnny G Plate.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pihak yang telah mengembalikan dana dari proyek pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G dan infrastruktur pendukung Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika hingga kini masih berstatus sebagai saksi. Penyidik Kejaksaan Agung masih mendalami keterlibatan mereka dalam kasus tersebut.
Hingga saat ini tercatat terdapat dua pihak yang mengembalikan dana yang disebut berasal atau terkait dengan proyek pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung Bakti Kemenkominfo. Yang pertama adalah adik kandung dari tersangka Johnny G Plate, yakni GAP, yang mengembalikan dana Rp 534 juta yang disebut merupakan fasilitas dari Bakti Kemenkominfo.
Pihak berikutnya adalah pengembalian uang sekitar Rp 38,3 miliar dari PT Sansaine Exindo. Perusahaan itu merupakan subkontraktor dalam pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung Bakti Kemenkominfo. Penyidik juga memeriksa GAP dan JS, yakni Direktur Utama PT Sansaine Exindo, sebagai saksi.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi, Kamis (1/6/2023), mengatakan, meski keduanya mengembalikan uang yang terkait dengan kasus tersebut, status hukum mereka masih sebagai saksi. Kuntadi menampik bahwa pengembalian uang tersebut memperlihatkan keterlibatan mereka dalam kasus tersebut.
”Makanya dilihat, ada alat bukti atau tidak. Kalau tidak ada alat bukti bagaimana? Saya tidak punya hak menetapkan orang sebagai tersangka tanpa alat bukti,” kata Kuntadi.
Kuntadi memastikan bahwa proses hukum di kasus tersebut, termasuk dalam penetapan tersangka, telah didasarkan pada ketersediaan alat bukti. Dengan demikian, ia mengklaim bahwa proses hukum yang kini berjalan sama sekali tidak bisa dipolitisasi.
Kini penyidik berupaya untuk mengembalikan kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut yang mencapai Rp 8,032 triliun.
Oleh karena itu, kata Kuntadi, kini penyidik berupaya untuk mengembalikan kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut yang mencapai Rp 8,032 triliun. Untuk itu, pihaknya berupaya menelusuri aliran dana tersebut.
Terkait dengan hal itu, Kuntadi tidak membenarkan bahwa tersangka Johnny akan dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang. ”Terkait tindak pidana pencucian uang itu masih didalami. Itu kewajiban penyidik (untuk mendalami). Masih berjalan,” ujar Kuntadi.
Dalam kasus itu, penyidik telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka. Mereka adalah Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan; Direktur Utama Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latief; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak; peneliti Human Development Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto; Account Director of Integrated Account Department Huawei Tech Investment Mukti Ali. Dua tersangka berikutnya adalah bekas Menkominfo Johnny G Plate dan Windy Purnama yang disebut sebagai orang kepercayaan Irwan.
Selain itu, penyidik juga menetapkan empat orang sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang, yakni Irwan, Galumbang, Anang, dan Windy.
Secara terpisah, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyampaikan, pihaknya sedari awal telah bekerja sama dengan penyidik Kejaksaan Agung dalam kasus ini. Sebagaimana tugas dan kewenangannya, PPATK bertugas untuk membantu menelusuri aliran dana dan aset terkait kasus tersebut. Namun, Ivan tidak menerangkan lebih jauh tentang penelusuran dana tersebut. ”Sudah sangat intensif sejak awal kasus ini bergulir dan kerja sama dilakukan,” kata Ivan.
Sementara itu, pengajar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, hukum pidana dimaksudkan untuk mengadili perbuatan yang melanggar pidana. Jika seorang tersangka tindak pidana korupsi mengembalikan uang yang dikorupsi, hal itu tidak akan menghapus pidananya, tetapi dapat dipergunakan untuk meringankan hukuman.
Dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan menara BTS, menurut Fickar, bisa jadi para pihak yang mengembalikan dana tersebut memang tidak mengetahui bahwa uang yang didapat bisa dijerat korupsi. Salah satunya karena uang itu diterima dari proses niaga atau jual beli, tetapi pihak penerima tidak tahu bahwa uang itu terkait tindak pidana korupsi.
Meski demikian, Fickar mengingatkan bahwa baik penyelenggara negara maupun pihak swasta dapat dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi. Sebab, dalam pidana korupsi yang penting adalah telah terjadi kerugian negara. ”Jadi bisa siapa pun untuk dijerat pidana korupsi, termasuk pihak swasta,” kata Fickar.
Sakit asam lambung
Ketika dikonfirmasi, Kuntadi membenarkan bahwa pada Rabu (31/5/2023) tersangka Johnny G Plate sakit. Kuntadi mengatakan, yang bersangkutan sakit asam lambung. Padahal, sedianya pada Rabu penyidik akan memeriksa Johnny sebagai tersangka di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
”Enggak jadi diperiksa karena sakit. Sudah kami panggil dokter,” kata Kuntadi.
Kuntadi juga membenarkan bahwa pada Johnny sempat dikunjungi Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Terkait dengan kunjungan tersebut, menurut Kuntadi, hal itu merupakan bentuk pemenuhan hak Johnny. Kuntadi pun menampik adanya intervensi yang dilakukan Surya Paloh terhadap proses hukum yang dihadapi Johnny. ”Saya sudah tahu, itu, kan, kunjungan. Ya sudah, itu urusan dia sebagai tahanan,” katanya.