Parpol Ingatkan agar Cawe-cawe Presiden Tak Salah Gunakan Kekuasaan
Argumentasi Presiden Joko Widodo untuk cawe-cawe demi kepentingan bangsa dan negara dipandang problematik karena bisa saja digunakan pejabat negara lain dengan alasan yang sama.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NIKOLAUS HARBOWO, Mis Fransiska Dewi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah partai politik mengingatkan Presiden Joko Widodo agar tidak mengintervensi penyelenggaraan pemilu. Meski secara pribadi memiliki hak politik, tetapi jangan sampai pernyataan Presiden untuk cawe-cawe dalam Pemilu 2024 berujung pada penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan tertentu yang mengatasnamakan bangsa dan negara.
Kecenderungan sikap Presiden Joko Widodo terhadap Pemilu 2024 menjadi perbincangan publik selama beberapa bulan terakhir. Setidaknya sejak akhir 2022, Presiden dispekulasikan melempar sinyal dukungan untuk sejumlah tokoh potensial calon presiden (capres) tertentu. Hasil kajian sejumlah lembaga survei pun menunjukkan, hal itu berpengaruh terhadap elektabilitas beberapa capres pilihan publik yang diasosiasikan mendapatkan dukungan dari Jokowi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden kerap menegaskan, pemilihan presiden (pilpres) merupakan ranah partai politik (parpol) dan gabungan parpol. Kendati demikian, terbaru, Presiden juga mengakui bahwa dirinya akan cawe-cawe dalam Pemilu 2024 demi kepentingan negara. Cawe-cawe dimaksud bukan untuk kepentingan politik praktis, sehingga ia pun berkomitmen tidak menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan tertentu (Kompas, 30/5/2023).
Menanggapi pernyataan Presiden, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/5/2023), mengatakan, sebagai kepala negara, ia harus bersikap netral dalam Pemilu 2024. Argumentasi Presiden untuk cawe-cawe demi kepentingan bangsa dan negara dipandang problematik karena bisa saja digunakan pejabat negara lain dengan alasan yang sama.
Sebagai politisi dan petugas parpol, kata Benny, wajar jika Jokowi mendukung pihak tertentu. Akan tetapi, itu tidak boleh diikuti dengan penyalahgunaan kekuasaan untuk merealisasikan hal yang diklaim sebagai kepentingan bangsa dan negara.
“Tidak boleh menggunakan aparatus negara untuk mewujudkan kepentingannya, untuk membatasi, menghalang-halangi, dan menyingkirkan calon presiden atau wakil presiden yang bukan pilihannya. Dia harus menjaga iklim demokrasi, persaingan sehat dalam politik, sebab dia adalah kepala negara,” kata Benny.
Sementara Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera melihat, pernyataan Jokowi yang akan cawe-cawe dalam Pemilu 2024 berbahaya. Presiden semestinya mengambil peran untuk memastikan pemilu berlangsung sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Jokowi juga diingatkan agar tidak memosisikan diri sebagai penentu konstelasi pilpres.
“Kami yakin, ketika Presiden netral dan bekerja dalam koridor yang benar, justru kita akan mendapatkan presiden yang lebih baik ketimbang saat ini,” ujar Mardani.
Terpisah, bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS) Anies Baswedan, mengatakan, banyak menerima aspirasi dan kekhawatiran mengenai pernyataan Presiden untuk tidak bersikap netral dan akan cawe-cawe dalam pemilu.
Kekhawatiran itu di antaranya terkait akan adanya penjegalan, kriminalisasi, dan tidak netralnya penyelenggaraan pemilu. Tak hanya itu, ada juga kekhawatiran mengenai calon anggota legislatif, parpol, dan capres yang bisa mendapatkan perlakuan tidak adil, serta munculnya potensi kecurangan pemilu.
”Kami berharap, kekhawatiran-kekhawatiran itu tidak benar, yang justru yang terjadi adalah pelaksanaan yang baik, pelaksanaan sesuai dengan prinsip demokrasi, jujur, adil,” kata Anies.
Sejalan dengan pandangan parpol-parpol yang berada di luar pemerintahan, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Bambang Wuryanto mengatakan, dilihat dari pilihan kata yang digunakan Presiden, cawe-cawe merupakan diksi dalam bahasa Jawa yang berarti ikut campur atau ikut mewarnai.
Cawe-cawe berlebihan dalam penyelenggaraan pemilu tentu akan menuai ketidaksepakatan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, cawe-cawe dimaksud hendaknya tetap dilakukan sesuai dengan keadaban.
Masih merujuk pada konsepsi Jawa, Bambang melanjutkan, ada kepatutan yang harus diikuti seseorang ketika bersikap cawe-cawe. Dalam konteks pemilu, artinya, Presiden tidak boleh mengintervensi ranah yang bukan kewenangannya. Misalnya, dalam penentuan figur capres dan cawapres karena itu merupakan wewenang parpol dan gabungan parpol.
”(Pernyataan cawe-cawe) itu adalah kode yang bagus bagi yang lain, Bapak Presiden terbuka bahwa dia akan ikut campur nanti. Tetapi, ikut campur seperti apa. Kalau ikut campurnya di dalam penetapan capres/cawapres, itu, kan urusan partai. Tetapi, Pak Jokowi, kan, punya pasukan (sukarelawan) yang Musra (Musyawarah Rakyat yang digelar gabungan kelompok sukarelawan Jokowi), mungkin mau diarahkan ke mana,” kata Bambang.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menambahkan, sebagai Presiden dua periode wajar jika Jokowi ingin pencapaiannya diteruskan oleh pemimpin terpilih dalam Pilpres 2024. Jokowi pun memiliki aspirasi dan hak politik yang diasosiasikan sebagai tindakan cawe-cawe. Akan tetapi, itu semua harus dilakukan sesuai dengan aturan hukum.
”Semua sudah ada aturan yang mengatur, ada peraturan untuk KPU (Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), di mana aturan itu diawasi. Kalau sampai mengintervensi, tentu ada batasannya, bisa dilaporkan ke Bawaslu,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menambahkan, istilah cawe-cawe yang digunakan Presiden memang membuka ruang untuk ditafsirkan sebagai intervensi kekuasaan dalam proses pemilu. Di negara demokrasi, tafsir tersebut bukan sesuatu yang dilarang. Namun, itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena Indonesia merupakan negara hukum.
”Ada aturannya, jika sesuatu itu menabrak aturan, harus dikoreksi. Tetapi kalau tidak menabrak aturan, jangan juga kemudian dibilang sebagai sesuatu yang melanggar hukum,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, apa yang disampaikan Presiden mengenai cawe-cawe dalam pemilu ditujukan untuk hal yang positif. Artinya, pelaksanaan Pemilu 2024 akan berlangsung secara transparan karena di era digital segala sesuatu yang melanggar aturan tentu akan terpantau oleh publik.
”Dalam semangat itulah beliau menyampaikan sebenarnya karena juga ada pertanyaan ke beliau berkali-kali soal hal itu. Dan yang paling penting, pemilu tepat waktu, transparan, terbuka, luber, dan sekarang ini kan proses regrouping capres/cawapres yang berlangsung sangat dinamis, beberapa kebetulan ada di pemerintahan, dan itu tentu pasti dilakukan (secara) transparan,” ujarnya.
Pramono menekankan, pernyataan Presiden tidak ditujukan untuk memengaruhi hasil pemilu karena cawe-cawe yang dimaksud justru menyangkut keinginan Jokowi agar program pemerintahannya berlanjut, salah satunya soal hilirisasi. Pernyataan itu juga tidak terkait dengan dukungan ke salah satu pihak. Bahkan, Presiden disebut tidak akan mendukung kandidat tertentu. ”Enggak, Presiden tidak akan meng-endorse,” katanya.