Bareskrim Polri Tangkap 16 Tersangka Peredaran Narkotika dengan Beragam Modus
Bareskrim Polri menangkap 16 tersangka peredaran narkoba dan penyalahgunaan obat-obatan pada April-Mei 2023. Berbagai modus yang digunakan beragam, seperti memasukkan narkoba dalam ban mobil hingga dilarutkan.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, Wakil Direktur Tindak Pidana NarkobaBareskrim Polri Komisaris Besar Jayadi, dan Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Komisaris Besar Jean Calvijn Simanjuntak (dari kiri ke kanan) menunjukkan barang bukti narkoba di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (29/5/2023). Bareskrim Polri mengungkap tujuh kasus penyelundupan narkoba dengan berbagai modus baru selama April hingga Mei 2023. Dari tujuh kasus tersebut, polisi menyita 75 kilogram sabu, 13.007 butir ekstasi, dan 1,9 kilogram ketamin, serta menahan 16 tersangka.
JAKARTA, KOMPAS – Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri mengungkap tujuh kasus narkoba dan penyalahgunaan obat-obatan dengan total 16 tersangka. Modus operandi yang digunakan beragam. Hasil temuan menunjukkan keterlibatan narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cirebon, Jawa Barat.
Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri mengungkap kasus peredaran gelap narkoba. Barang bukti yang diamankan berupa sekitar 75 kilogram (kg) sabu-sabu, 13.007 butir ekstasi, dan 1,9 kilogram ketamin. Seluruh barang bukti itu akumulasi dari tujuh kasus yang ditangani pada April hingga Mei 2023. Penyalahgunaan obat-obatan diungkap karena terkait dengan kesediaan farmasi.
Dari tujuh kasus penangkapan, beberapa di antaranya memanfaatkan modus operandi yang jarang dilakukan, seperti memasukkan dalam sebuah ban mobil dan dilarutkan. Kasus-kasus tersebut terungkap atas kerja sama Polri dengan sejumlah pihak, seperti Bea dan Cukai serta Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cirebon.
”Di Batam, kami berhasil ungkap jaringan ini dengan modus operandi memasukkan narkotika dalam ban (mobil),” ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Pol. Jayadi di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (29/5/2023).
Polri menahan tiga tersangka atas pengungkapan kasus pertama itu. Mereka adalah RS dan FH sebagai warga Aceh Tamiang, serta JI yang beralamatkan Jakarta Selatan. Barang bukti yang diamankan berupa 35 kg sabu-sabu.
”Di Batam, kami berhasil ungkap jaringan ini dengan modus operandi memasukkan narkotika dalam ban (mobil). ”
Selain itu, ada pula penahanan lima tersangka karena mengirimkan sabu-sabu yang dilarutkan dalam bentuk gorden. Modus ini merupakan jaringan Afghanistan-Indonesia.
”Setelah dua tersangka diamankan dan diinterogasi, hasilnya adalah mereka dikendalikan tersangka keempat, yaitu KT yang kebetulan merupakan narapidana di lapas Cirebon,” kata Kasubdit 1 Dittipidnarkoba Bareskrim Polri Jean Calvijn Simanjuntak.
”Setelah dua tersangka diamankan dan diinterogasi, hasilnya adalah mereka dikendalikan tersangka keempat, yaitu KT yang kebetulan merupakan narapidana di lapas Cirebon. ”
Berdasarkan pendalaman kasus, ternyata ada dua narapidana yang berstatus warga negara Indonesia, sedangkan lainnya warga negara asing. Kasus ini merupakan pengiriman kedua dalam jaringan mereka, yakni Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia.
Ia menambahkan, gorden yang dimanfaatkan para tersangka berukuran 3 meter x 2 meter berjumlah tiga paket. Beratnya mencapai 12-13 kg. Caranya, tersangka akan mengekstrak dengan merebus sabu-sabu dengan air mendidih, kemudian memanfaatkan butiran air yang menguap.
Selain sabu-sabu dan ekstasi, Polri juga mengamankan ketamin. Menurut Kasubdit IV Direktorat Narkoba Bareskrim Polri Kombes Gembong Yudha, ketamin bukan tergolong narkotika, melainkan sediaan farmasi. Efeknya antistimulan atau antidepresan yang berfungsi menenangkan pengguna.
”Sebenarnya ketamin ini digunakan untuk binatang,” ujarnya.
Ketamin kerap dimanfaatkan untuk kuda pacuan agar tetap tenang saat di perjalanan, ketika dibawa dari kandang menuju arena pacuan. Jangka waktunya singkat.
Peran kurir dan pengendali
Dari tiap kasus, 15 tersangka ada yang berperan sebagai kurir, tetapi ada juga yang bertugas pengendali. Hanya seorang tersangka, LM yang membawa ketamin bergerak sendiri.
Para tersangka akan dijerat Undang-Undang (UU) Narkotika, baik primer maupun subsider. Untuk primer, tersangka dikenakan Pasal 114 Ayat (2) UU RI No 35/2009 tentang Narkoba. Ancaman hukuman pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana penjara minimal 6 tahun, maksimal 20 tahun penjara dan denda minimal Rp 1 miliar, maksimal Rp 10 miliar; subsider.
”Dari tiap kasus, 15 tersangka ada yang berperan sebagai kurir, tetapi ada juga yang bertugas pengendali. Hanya seorang tersangka, LM yang membawa ketamin bergerak sendiri. ”
juncto
Sementara, LM akan dijerat UU Kesehatan, primer dan subsider. Ia akan dikenakan Pasal 197 UU No 36/2009 tentang Kesehatan sebab melanggar Pasal 106 Ayat (1) dapat dipidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 1,5 miliar. Untuk subsider, mengikuti Pasal 196 UU No 36/2009 tentang Kesehatan karena melanggar Pasal 98 Ayat (2) dan Ayat (3) dapat dipidana penjara maksimal 10 tahun, serta denda maksimal Rp 1 miliar.
Narapidana mengendalikan jaringan
Setidaknya ada dua narapidana yang jadi tersangka dalam kasus yang dibeberkan Dittipidnarkoba Bareskrim Polri. Keduanya bahkan jadi pengendali untuk peredaran sabu-sabu yang disamarkan dalam gorden. Kasus narapidana terlibat jaringan narkoba dari dalam lapas sudah kerap berulang.
Para narapidana dapat terlibat dalam peredaran narkoba karena memiliki akses pada telepon seluler. ”Setiap saat, kami di Lapas Cirebon selalu sidak mengenai handphone. Tapi memang selalu ada (kedapatan akses),” kata Kepala Bidang Pembinaan Lapas Cirebon Iwan Darmawan.
”Setiap saat, kami di lapas Cirebon selalu sidak mengenai handphone. Tapi memang selalu ada (kedapatan akses). ”
Salah satu tersangka, yakni S telah beberapa kali kedapatan bisa mengakses telepon seluler. Ia pun beberapa kali sudah dimasukkan sel terpisah yang disebut sel ”tikus”. Namun, tak lama keluar dari tempat itu, ia tertangkap menggunakan alat komunikasi.
Ketika ditanya soal berulangnya kasus narapidana dapat mengendalikan peredaran narkoba, Jayadi mengatakan bahwa pihaknya bersama petugas lapas kerap melakukan tindakan pencegahan. Salah satunya dengan razia untuk mendeteksi terjadinya peredaran narkoba. Ada pula prosedur operasi standar (SOP) dalam lapas guna mencegah pengendalian narkoba dari tahanan.
Jayadi mengakui, terkadang pihaknya menemukan narapidana yang mengedarkan zat-zat terlarang dari tahanan. ”Kadang kala 1-2 muncul. Nah, ini kebetulan muncul, kemudian kami lakukan penindakan,” kata dia.