Sarwono Kusumaatmadja dan Komitmen pada Keberlanjutan Kelautan Bangsa
Komitmen Sarwono pada isu lingkungan tak hanya terekam di kalangan kader Golkar. Saat menjadi anggota DPD periode 2004-2009, ia menjadi salah satu tokoh yang mendorong perumusan RUU Kelautan.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO
Sarwono Kusumaatmadja, Menteri Negara Lingkungan Hidup (1993-1998), Menteri Kelautan dan Perikanan (1999-2001), serta Penasihat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Politisi sekaligus teknokrat lintas zaman Sarwono Kusumaatmadja berpulang dalam usia 79 tahun di Penang, Malaysia, Jumat (26/5/2023). Pernah menjabat Menteri Negara Lingkungan Hidup era Orde Baru dan Menteri Eksplorasi Kelautan Indonesia di awal reformasi, ia juga merintis perumusan awal Rancangan Undang-Undang Kelautan yang menjadi regulasi perlindungan laut bangsa hingga saat ini.
Kabar berpulangnya Sarwono Kusumaatmadja disiarkan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Penang, Malaysia, Jumat (26/5/2023). Konjen RI di Penang Bambang Suharto menjelaskan, Sarwono meninggal di Rumah Sakit Adventist, Penang, Malaysia, Jumat sore waktu setempat. Sarwono sempat dirawat selama beberapa hari karena menderita kanker paru-paru. Menurut rencana, jenazah Sarwono disemayamkan di Wisma Penang sebelum dipulangkan ke Jakarta, Sabtu (27/5/2023).
Kabar yang sama juga diterima jajaran Dewan Pengurus Pusat (DPP) Golkar. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, bagi keluarga besar Golkar, Sarwono bukan sosok biasa. Karier politiknya dimulai dengan menjadi anggota DPR 1971-1988. Bersamaan dengan itu, pada lima tahun terakhirnya sebagai anggota legislatif, Sarwono juga menduduki posisi menentukan di partai itu. Ia merupakan Sekretaris Jenderal partai berlambang pohon beringin pada 1983-1988.
Ilustrasi. Suasana kuliah umum yang dihadiri Ketua Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Golkar Institute, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, Senin (13/3/2023).
Tak hanya di legislatif, karier Sarwono juga melesat di eksekutif. Pada era Presiden Soeharto, ia pernah menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (1988-1993) dan Menteri Negara Lingkungan Hidup (1993-1998). Saat rezim berganti, Presiden Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur pun mendaulatnya menjadi Menteri Eksplorasi Kelautan Indonesia (1999-2001).
”Sebelum meninggal, beliau juga masih aktif mengajar di Golkar Institute tentang perubahan iklim dan lingkungan,” kata Ace yang juga Ketua Dewan Pengurus Golkar Institute, sekolah pemerintahan dan kebijakan publik yang didirikan untuk mendidik para kader Golkar.
Komitmen Sarwono pada isu lingkungan tak hanya terekam di kalangan kader Golkar. Saat menjadi anggota DPD dari DKI Jakarta periode 2004-2009, ia menjadi salah satu tokoh yang mendorong perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kelautan sebagai usul inisiatif DPD. ”Itu menjadi satu-satunya RUU usul DPD yang diterima (hingga) menjadi UU Kelautan hingga saat ini,” kata La Ode Ida, Wakil Ketua DPD dari Sulawesi Tenggara 2004-2014.
Sebelum meninggal, beliau juga masih aktif mengajar di Golkar Institute tentang perubahan iklim dan lingkungan.
La Ode bercerita, ia bersama dengan Sarwono gencar melobi ke DPR dan pemerintah untuk mengegolkan pembahasan RUU Kelautan. Saat itu, para wakil daerah di DPD merasa bahwa keberadaan undang-undang kelautan sangat mendesak. Tanpa aturan setingkat undang-undang, eksploitasi sumber daya laut dan perairan yang terjadi hingga mengancam keberlanjutan ekosistem laut Indonesia tak bisa dikendalikan. Padahal, itu sangat terkait dengan masa depan ekonomi kelautan Indonesia.
”Visi dan misi lingkungan kelautan yang berkelanjutan sangat kental ada pada almarhum Pak Sarwono dan DPD secara kelembagaan saat itu. Kebetulan juga beliau mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Kelautan,” ujar La Ode.
Sumur yang tak pernah kering
Luasnya cakrawala pengetahuan Sarwono tak hanya dikenal oleh sesama politisi dan birokrat, tetapi juga mahasiswa. Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Hermawi Taslim mengisahkan, saat masih aktif di Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI), ia kerap mengundang Sarwono sebagai narasumber dalam berbagai diskusi dan pelatihan. Begitu banyak dimensi yang bisa digali dari alumnus jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dikenal cerdas, kaya pengalaman, serta tahan banting itu.
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Anggota Ombudsman RI Laode Ida
”Bagaikan sumur yang tidak pernah kering, (memiliki) berbagai pengalaman hidup yang luar biasa. Mulai dari studi SMA di Inggris hingga bertahun-tahun dipantau oleh intelijen atas penugasan Pak Harto (Presiden Soeharto) untuk dipersiapkan menjadi Sekjen Golkar,” tutur Hermawi.
Hermawi menambahkan, interaksi dengan Sarwono kembali intens ketika dirinya menjabat Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Saat itu, Hermawi ditugasi oleh Gus Dur untuk menjadi tim untuk Sarwono yang berpasangan dengan Jefri Giofanni sebagai kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Meski akhirnya pasangan itu tak jadi maju sebagai pasangan calon, kedekatan mereka tetap terjalin. ”Hampir setiap bulan kami bersama Leonardo Renyut, mantan Ketua PP PMKRI, makan siang bersama,” katanya.
FERGANATA INDRA RIATMOKO
Patung almarhum Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid diletakkan di depan mushala di kompleks Omah Petroek, Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (31/3/2021). Tokoh yang dikenal dengan panggilan Gus Dur tersebut menjadi salah satu simbol semangat keberagaman.
Selain itu, Hermawi juga tak bisa lupa pada kisah ketika Sarwono menemui Gus Dur setelah diangkat sebagai Menteri Kelautan. Saat itu, Sarwono memohon petunjuk dari Presiden ke-3 RI itu karena merasa belum berpengalaman sebagai Menteri Kelautan. ”Dengan santai Gus Dur pun menjawab, ’Lho, kamu ini gimana, saya, kan, juga tidak berpengalaman menjadi presiden. Jadi, saya mau minta petunjuk sama siapa,’” tutur Hermawi.