Survei "Kompas", Polri Apresiasi Kepercayaan Publik, Tegaskan Komitmen pada Pengawasan
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan menyampaikan Polri mengapresiasi kepercayaan kepada Polri seperti terlihat dari persepsi positif responden pada Survei "Kompas".
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Polri mengapresiasi kepercayaan publik yang terlihat dari membaiknya persepsi positif publik terhadap citra kelembagaan Polri. Apresiasi dan masukan dari publik akan dijadikan bahan evaluasi. Di sisi lain, sikap positif responden ini juga dianggap perlu direspons Polri dengan konsistensi dalam melakukan perbaikan di internal Polri.
Berdasarkan survei Litbang Kompas pada Mei 2023 yang melibatkan 1.200 responden di 38 provinsi, terlihat peningkatan citra Polri ke angka 61,6 persen. Dibandingkan dengan hasil survei yang dilakukan pada Januari 2023, citra Polri tercatat naik 11,7 persen.
Menanggapi hasil survei tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan, Senin (22/5/2023), menyampaikan apresiasi atas kepercayaan yang telah diberikan kepada Polri. Bagi Polri, apa pun hasil survei, termasuk yang berupa kritik, merupakan bentuk kepedulian masyarakat terhadap Polri.
”(Hasil survei) akan menjadi bahan evaluasi bagi Polri dalam pelaksanaan tugas menjadi lebih baik lagi,” kata Ahmad.
Menurut Ahmad, Polri berkomitmen untuk melaksanakan tugas dan melakukan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Polri juga berkomitmen melakukan pengawasan terhadap kinerja lembaga, termasuk pengawasan melalui lembaga eksternal Polri.
Untuk itu, Ahmad berharap dukungan masyarakat agar Polri dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. ”Mohon doa dan dukungan dari semua pihak,” ujar Ahmad.
Secara terpisah, menanggapi membaiknya citra Polri tersebut, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti berpandangan, apresiasi itu dapat menambah semangat jajaran Polri untuk semakin meningkatkan profesionalitasnya ketika bertugas. Selama ini, Kompolnas mencermati apresiasi masyarakat paling tinggi terhadap kegiatan yang bersifat preventif dan preemtif, seperti pelayanan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) atau surat tanda nomor kendaraan, surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), layanan pengaduan dan peran petugas Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat).
Namun, terkait penegakan hukum, dari jumlah pengaduan masyarakat ke Kompolnas yang rata-rata per tahun di atas 3.000 kasus, sekitar 90 persen di antaranya mengeluhkan kinerja reserse. Dari jumlah itu, 75 persen di antaranya mengeluhkan buruknya pelayanan penyidik. Mayoritas dari mereka mengeluhkan penyelesaian kasus yang terkatung-katung.
Terkait dengan hal itu, menurut Poengky, pimpinan Polri perlu menjadikan sorotan warganet maupun munculnya tagar-tagar terkait Polri di medsos sebagai bahan evaluasi kinerja anggota, sekaligus sebagai refleksi pelaksanaan reformasi kultural Polri. Reformasi kultural Polri perlu digelorakan kembali agar anggota menyadari tingginya harapan masyarakat kepada Polri.
”Harus diakui memang jika kasusnya viral, respons Polri lebih cepat. Ini yang kami kritisi. Jangan sampai respons cepat ketika kasus viral. Di sisi lain, viralnya kasus belum tentu sesuai fakta,” tutur Poengky.
Poengky mengingatkan, saat ini tidak hanya lembaga internal maupun eksternal yang mengawasi Polri, tetapi juga publik dan media. Dengan begitu, dalam melaksanakan tugas, pimpinan dan anggota Polri harus berhati-hati dan menghindari tindakan yang dapat melukai hati masyarakat, seperti melakukan kekerasan berlebihan, arogan, melakukan pungli, dan bekerja tidak profesional.
Alih-alih membuat pengadu tidak puas dan memviralkan pengalaman tidak menyenangkan terkait polisi, setiap pengaduan harus segera ditindaklanjuti. Tidak hanya anggota Polri, keluarga anggota Polri juga mesti berhati-hati untuk tidak mengumbar masalah mereka di media sosial karena bisa menjadi bumerang bagi mereka dan institusi Polri.
”Polri sebagai aparat yang 24 jam terus-menerus bersentuhan dengan masyarakat memang rentan mendapat sorotan negatif jika dalam melaksanakan tugasnya tidak sesuai harapan masyarakat,” kata Poengky.
Poengky menilai, upaya yang dilakukan pimpinan Polri sejauh ini sudah di jalur yang benar. Saat ini Polri dinilai sudah berupaya lebih mendekatkan diri dengan masyarakat melalui petugas Bhabinkamtibmas, melakukan modernisasi pengaturan lalu lintas, hingga memberikan sanksi bagi anggota yang melanggar peraturan.
Terkait dengan pemberian sanksi, Poengky meminta agar anggota yang melanggar pidana, seharusnya tidak hanya diproses disiplin atau etik karena hal itu tidak memberikan efek jera dan justru melukai hati masyarakat. Pimpinan Polri juga diharapkan mengevaluasi sistem pendidikan di kepolisian agar mereka diberi porsi pelatihan yang cukup, termasuk penerapan prinsip hak asasi manusia ketika melaksanakan tugas.
Secara terpisah, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyampaikan sepakat dengan hasil survei Litbang Kompas yang memperlihatkan perbaikan citra Polri. Namun, hasil tersebut mesti diletakkan bukan sebagai hasil final karena dalam membangun kepercayaan masyarakat dibutuhkan kerja yang berkesinambungan dan konsisten.
”Selama ini yang terjadi kepercayaan masyarakat masih fluktuatif dan tidak stabil. Sangat mudah turun bila ada kasus-kasus yang melibatkan personel kepolisian sehingga menjadi sorotan masyarakat dan viral,” kata Bambang.
Menurut Bambang, yang membuat kepercayaan masyarakat meningkat di antaranya adalah proses hukum maupun penyelenggaraan sidang Komisi Kode Etik Profesi oleh internal Polri terhadap para oknum pelanggar. Hal itu menunjukan langkah konkret Kapolri untuk menindak tegas anak buahnya yang bersalah.
Namun demikian, lanjut Bambang, langkah tersebut belum berdampak signifikan terhadap stabilitas kepercayaan masyarakat terhadap Polri karena masih belum konsisten dan belum adanya perombakan terhadap sistem dan struktur lembaga. Hal itu terlihat dari perbedaan perlakuan terhadap anggota kepolisian yang menjadi pelanggar pidana, ada dari mereka yang sudah menjalani sidang KKEP, tetapi banyak yang belum meski sudah terbukti melakukan tindak pidana.
”Penindakan masih sekadar respons instan pada tuntutan masyarakat. Respons tersebut memang penting, tetapi akan lebih menyentuh akar masalah dan berjangka panjang bila diiringi perombakan internal yang signifikan dan substansial,” kata Bambang.