Cegah Nama Ganda, KPU Diminta Transparan Verifikasi Bakal Caleg
Verifikasi administrasi bakal caleg oleh KPU diharapkan dilakukan secara transparan. Keterbukaan penting untuk mencegah kesalahan, termasuk kemungkinan adanya bakal caleg ganda.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum diminta transparan dalam proses verifikasi administrasi bakal calon anggota legislatif atau caleg. Sistem Informasi Pencalonan atau Silon mesti dibuka untuk publik agar masyarakat dapat memberikan masukan terkait rekam jejak para bakal caleg yang telah didaftarkan kepada KPU. Transparansi diperlukan agar tidak terjadi kesalahan, termasuk kemungkinan bakal caleg ganda.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Ihsan Maulana, mengatakan, setiap dokumen persyaratan bakal caleg yang diajukan partai politik peserta Pemilu 2024 perlu diverifikasi secara detail oleh KPU. Tak hanya melihat kesesuaian di internal partai politik saja, KPU juga mesti mengecek daftar bakal caleg di lintas parpol untuk menghindari nama ganda.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Perludem juga meminta agar KPU membuka Silon kepada publik. Keterbukaan ini dapat memudahkan masyarakat atau publik dalam memberikan masukkan terhadap bakal caleg yang sudah diberikan oleh parpol kepada KPU. ”Proses verifikasi harus dilakukan dengan sangat hati-hati oleh KPU,” kata Ihsan saat dihubungi, Senin (15/5/2023).
Sebelumnya, Dedi Mulyadi yang kini merupakan Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Golkar diketahui telah didaftarkan sebagai bakal caleg DPR dari Partai Gerindra. Mantan Bupati Purwakarta itu akan bertarung di Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat VII yang meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta.
Meskipun sudah didaftarkan oleh Partai Gerindra, pada Minggu (14/5/2023), Partai Golkar masih mendaftarkan Dedi Mulyadi sebagai bakal caleg dari partai berlambang pohon beringin itu. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung membenarkan, Dedi masuk dalam daftar 580 bakal caleg Golkar yang didaftarkan ke KPU.
Menurut Doli, Golkar belum menerima surat pengunduran diri Dedi. Golkar berencana meminta klarifikasi langsung dari Dedi soal keputusannya maju dari Partai Gerindra. ”Sesegera mungkin, kami meminta klarifikasi dari Dedi,” ujarnya.
Apabila seorang bakal caleg hendak maju dengan parpol yang berbeda, wajib menyerahkan pengunduran diri kepada parpol lamanya.
Anggota KPU, Idham Holik, menjelaskan, partai politik dilarang mengajukan nama bakal caleg yang berpotensi ganda. ”Apabila seorang bakal caleg hendak maju dengan parpol yang berbeda, wajib menyerahkan pengunduran diri kepada parpol lamanya,” tutur Idham di Jakarta, Senin.
Pasal 240 Ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum serta Pasal 12 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota mengatur bakal caleg hanya dapat dicalonkan oleh satu partai politik peserta pemilu untuk satu lembaga perwakilan di satu dapil.
Idham mengatakan, dalam kurun 15 Mei-23 Juni 2023 KPU melakukan verifikasi administrasi, termasuk mengecek keabsahan dokumen persyaratan bakal caleg. Dalam proses verifikasi administrasi itu pula, KPU akan meneliti ada atau tidaknya nama ganda dalam daftar bakal caleg yang diusulkan parpol.
”Jika berdasarkan hasil klarifikasi, memang benar yang bersangkutan belum mengundurkan diri dari status keanggotaan partai politik yang lama atau melanggar PKPU No 10/2023, maka bakal calon tersebut akan dinyatakan TMS (tidak memenuhi syarat),” ucap Idham.
Pengajar Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, berpendapat, daftar nama ganda bakal caleg, baik yang terdaftar dari satu partai di beberapa dapil maupun yang terdaftar di dua partai, kemungkinan dikarenakan sosok bakal caleg itu dianggap berpotensi menarik dukungan pemilih.
Selain daftar nama ganda bakal caleg, KPU juga harus meneliti dengan saksama para bakal caleg yang pernah terjerat pidana. Kecermatan dalam verifikasi juga penting untuk melihat kemungkinan berkas persyaratan yang diserahkan bakal caleg merupakan dokumen palsu.
”Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusannya bahwa syarat masa tunggu selama lima tahun bagi mantan terpidana jika ingin mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. KPU harus jeli menghitung masa jeda lima tahun itu, jangan hanya memeriksa pada surat keterangan tidak pernah dipidana dari Pengadilan Negeri,” kata Aditya.