Pengguna Identitas Kependudukan Digital Ditarget Capai 50 Juta Jiwa di 2023
Kementerian Dalam Negeri menggenjot penggunaan Identitas Kependudukan Digital atau IKD. Hingga 2 Mei 2023, sudah ada 2,29 juta orang yang mengunduh dan menggunakan aplikasi IKD di telepon genggam Android.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri terus menggenjot aktivasi aplikasi Identitas Kependudukan Digital (IKD) untuk mewujudkan program Satu Data Nasional atau single identity number. Di tahun 2023, Kemendagri memasang target ada 50 juta aktivasi IKD.
Terkait hal itu, Komisi II DPR mengingatkan program digitalisasi itu harus benar-benar menjadikan KTP elektronik sebagai identitas serba guna seperti yang diterapkan di negara-negara maju.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Teguh Setyabudi, saat dihubungi, Rabu (3/5/2023), mengatakan, program aktivasi IKD terus disosialisasikan kepada masyarakat. Saat ini, IKD baru bisa diunduh di ponsel Android. Untuk ponsel dengan sistem operasi IOS belum tersedia karena proses kerja sama yang belum tuntas antara Ditjen Dukcapil dan pihak Apple.
”Fokus kami adalah bagaimana mengembangkan IKD agar lebih hebat seperti SingPass atau Singapore Personal Accessyaitu sebagai hub (network) bagi pelayanan publik lain yang bisa diakses melalui genggaman tangan (handphone),” ujarnya.
Berdasarkan data Ditjen Dukcapil hingga 2 Mei 2023, sudah ada 2.297.376 orang yang mengunduh dan menggunakan aplikasi IKD di ponsel Android. Adapun target penggunaan aplikasi IKD pada tahun 2023 ini mencapai 50 juta jiwa.
Teguh mengklaim, inovasi penggunaan IKD sudah bisa menghemat anggaran penggunaan blangko KTP-el. Hitungannya, harga blangko KTP-el per keping Rp 10.571. Jika dikalikan dengan harga per keping blangko, efiensi anggaran yang sudah dicapai adalah Rp 24,2 miliar.
Dia juga terus mengimbau masyarakat untuk melakukan single sign on IKD atau aktivasi tunggal di fitur IKD. Dengan fitur itu, masyarakat akan terkoneksi dan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, perbankan, pajak, payment gateway, dan sebagainya. Jika fitur itu sudah dimanfaatkan dengan optimal, dia yakin era satu data nasional bisa benar-benar tercapai.
Untuk mendorong lebih banyak aktivasi IKD di masyarakat, Teguh menargetkan aktivasi aplikasi IKD melalui kampus, kantor pemerintahan dan swasta. Program aktivasi terus dimasifkan melalui berbagai cara. Dalam waktu dekat, yaitu 23 Mei, juga akan ada peluncuran Mal Pelayanan Publik (MPP) digital. Dalam program itu, IKD juga akan berperan untuk 12 jenis pelayanan administrasi kependudukan di MPP.
Untuk mengoptimalkan penguatan dan pengembangan sistem dan infrastruktur jaringan dan teknologi informasi, Ditjen Dukcapil juga mendapatkan sokongan pendanaan dari Bank Dunia. Dana tersebut untuk membiayai secara komprehensif pembangunan infrastruktur pendukung dan program IKD. Pembangunan infrastruktur itu juga akan diwujudkan dalam bentuk pusat data server baru.
Perangkat keras pusat data server lama milik Ditjen Dukcapil sudah uzur dan suku cadangnya sudah tidak lagi diproduksi. Sebelumnya, pembangunan pusat data server itu diperkirakan menelan anggaran hingga Rp 1,7 triliun.
”Saat ini masih sedang disusun kajian kebutuhan perangkat dan kebutuhan pembangunan data center,” jelas Teguh.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus, mengingatkan Ditjen Dukcapil benar-benar bisa melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap identitas masyarakat agar benar-benar bisa menjadi identitas serba guna. Hal itu, menurut dia, sudah dilakukan oleh negara-negara maju. Komisi II juga sudah pernah melakukan studi banding di Turki dalam hal tersebut. Di Turki, satu identitas sudah bisa digunakan untuk memperbarui semua persoalan, mulai dari KTP, surat izin mengemudi, kartu perbankan, dan lain sebagainya.
”Ini kan baru sekadar bisa online sudah dibilang KTP-el tetapi masih diperlukan fotokopi. Harusnya kalau sudah identitas tunggal itu sudah bisa dimanfaatkan oleh semua institusi,” katanya.
Politikus Partai Amanat Nasional itu juga berharap Ditjen Dukcapil memperhatikan aspek keamanan data digital yang disimpan di aplikasi IKD. Dia berharap data itu disimpan dalam sistem yang aman sehingga tidak mudah diretas atau dijebol. Ancaman-ancaman serangan digital harus bisa dimitigasi sejak awal sehingga masyarakat tidak dirugikan dengan insiden kebocoran data.
”Banyak masyarakat melapor identitasnya digunakan oleh orang lain padahal mereka tidak pernah mendaftarkan diri. Itu dari mana? Harusnya negara bertanggung jawab atas kelemahan sistem-sistem itu,” katanya.
Baik perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan untuk program IKD harus benar-benar diperhatikan. Data kependudukan saat ini juga digunakan untuk menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024. Jika data tersebut sampai bocor, katanya, seharusnya pemerintah bertanggung jawab dan penanggung jawabnya juga semestinya tunggal, yaitu Ditjen Dukcapil. ”Multi-persoalan harus dibedah kemungkinan-kemungkinan kebocoran seperti pemanfaatan identitas oleh orang lain juga harus diantisipasi,” ujarnya.
Teguh menambahkan, Ditjen Dukcapil sudah berupaya menjaga keamanan informasi. Upaya yang telah dilakukan di antaranya memiliki sertifikat ISO/IEC 27001:2013, menerbitkan aturan Permendagri No 7 Tahun 2021 tentang SMKI Adminduk, bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara untuk melakukan IT Security Assesment (ITSA) dan pemasangan National Security Operation Centre(NSOC). Itu adalah teknik yang digunakan untuk menemukan celah kerentanan dan kelemahan pada sistem elektronik yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi instansi. Selain itu, Ditjen Dukcapil juga bekerja sama dengan lembaga independen untuk melakukan uji aplikasi yang dibangun.
”Namun, keamanan adalah yang dinamis, saat ini aman, besok belum tentu masih aman sehingga Ditjen Dukcapil akan selalu melakukan upaya yang maksimal untuk mengamankan data,” katanya.