Ingin Cawapres Muda, Partai Garuda Uji Syarat Minimal Calon Harus Berusia 40 Tahun
Partai Garuda mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi agar bersama-sama dengan partai lain yang mengusung calon wakil presiden muda atau berusia di bawah 40 tahun tak terkendala dengan UU No 7/2017 tentang Pemilu.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keinginan Partai Garuda untuk bersama-sama dengan partai lain mengusung calon wakil presiden muda atau berusia di bawah 40 tahun terkendala oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Undang-undang tersebut mengatur, calon presiden dan wakil presiden harus berusia paling rendah 40 tahun. Terkait dengan hal tersebut, Partai Garuda mempersoalkan aturan itu ke Mahkamah Konstitusi.
Partai Garuda meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan inkonstitusional syarat usia minimal 40 tahun bagi calon presiden dan wakil presiden. Seorang calon, meskipun belum berusia 40 tahun tetapi memiliki pengalaman di bidang pemerintahan, seharusnya bisa diusung menjadi calon presiden atau wakil presiden dalam pemilu.
Partai tersebut mempersoalkan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut berbunyi, persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah (q) berusia paling rendah 40 tahun. MK diminta menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai ”berusia paling rendah 40 tahun atau yang berpengalaman di bidang pemerintahan.”
Permohonan diajukan oleh Ahmad Ridha Sabana selaku Ketua Umum Partai Garuda dan Yohanna Murtika selaku Sekretaris Jenderal Partai Garuda. Berkas permohonan didaftarkan pada 2 Mei 2023, dan hingga Rabu (3/5/2023) belum diregister di dalam buku register perkara konstitusi (BRPK).
Dalam permohonannya, Partai Garuda dan sejumlah partai koalisi berpotensi dirugikan oleh pengaturan Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Sebab, pihaknya menjadi tidak dapat mencalonkan kepala daerah yang sedang menjabat atau yang pernah menjabat yang usianya di bawah 40 tahun. Padahal, yang bersangkutan memiliki potensi dan pengalaman di dalam pemerintahan sehingga layak untuk dicalonkan menjadi calon wakil presiden.
Partai Garuda dan sejumlah partai koalisi berpotensi dirugikan oleh pengaturan Pasal 169 huruf q UU pemilu. Sebab, pihaknya menjadi tidak dapat mencalonkan kepala daerah yang sedang menjabat atau yang pernah menjabat yang usianya di bawah 40 tahun.
Ketentuan tersebut dinilai diskriminatif sebab tidak sedikit anggota parlemen (periode 2019-2024) yang berusia di bawah 40 tahun. Beberapa anggota legislatif bahkan berusia 23 tahun saat dilantik, di antaranya Hillary Brigitta Lasut dari Partai Nasdem, Muhammad Rahul dari Partai Gerindra, dan Farah Puteri Nahlia dari Partai Amanat Nasional. Masih banyak lagi anggota DPR yang berusia di bawah 40 tahun saat dilantik.
Tak hanya di lembaga legislatif, tak sedikit pemimpin di lembaga eksekutif yang usianya belum memasuki kepala empat saat dilantik. Misalnya, Syahrial yang masih berusia 27 tahun saat dilantik sebagai Wali Kota Tanjung Balai yang terpilih pada Pilkada 2020, Aditya Halindra berusia 29 tahun saat dilantik menjadi Bupati Tuban, dan Rezita Meylani Yopi yang berusia 27 tahun saat dilantik menjadi Bupati Indragiri Hulu, Provinsi Riau.
Meski demikian, untuk calon wakil presiden dipersyaratkan berusia paling rendah 40 tahun melalui ketentuan Pasal 169 huruf q UU No 7/2017. Perbedaan syarat usia yang demikian merupakan wujud penyimpangan aspek ’fairness’ dan ’equality’ serta mereduksi hak konstitusional pemohon atas pengakuan, jaminan, kesempatan yang sama dalam pemerintahan, dan bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun yang dijamin dan dilindungi konstitusi.
”Meski demikian, untuk calon wakil presiden dipersyaratkan berusia paling rendah 40 tahun melalui ketentuan Pasal 169 huruf q UU No 7/2017. Perbedaan syarat usia yang demikian merupakan wujud penyimpangan aspek fairness dan equality serta mereduksi hak konstitusional pemohon atas pengakuan, jaminan, kesempatan yang sama dalam pemerintahan, dan bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun yang dijamin dan dilindungi konstitusi,” kata pemohon, seperti dikutip dari berkas yang didaftarkan ke Kepaniteraan MK.
Beberapa negara di dunia juga dipimpin oleh kepala negara atau kepala pemerintahan yang masih berusia muda. Misalnya, Leo Varadkar menjadi perdana menteri Irlandia pada usia 38 tahun, Jacinda Ardern menjadi Perdana Menteri Selandia Baru pada usia 37 tahun, Nayib Bukele menjadi Presiden El Salvador pada usia 38 tahun, Vjosa Osmani menjadi Presiden Perempuan kedua Kosovo di usia 38 tahun, Irakli Garibashvili menjadi perdana menteri Goergia di usia 38 tahun, Sanna Marin menjadi Perdana Menteri Finlandia di usia 34 tahun, Mohammed bin Salman menjadi Perdana Menteri Arab Saudi di usia 38 tahun, Gabriel Boric menjadi Presiden Chile saat usia 35 tahun, dan masih banyak lagi perdana menteri-perdana menteri yang menjabat di usia di bawah 40 tahun.
Sebagai perbandingan, Amerika Serikat mengatur usia minimal calon presiden dan wakil presiden adalah 35 tahun di dalam konstitusinya.
Dalam perkembangannya, pengaturan usia minimal calon presiden dan wakil presiden di dalam UU Pemilu berubah-ubah. UU No 23/2003 tentang Pemilu dan UU No 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wapres, misalnya, mengatur usia minimal capres dan cawapres sekurang-kurangnya 35 tahun. Artinya, secara historis, Indonesia telah memiliki pengalaman dan sejarah pengaturan capres dan cawapres di bawah 40 tahun.
Partai Garuda pun menilai perubahan syarat usia capres dan cawapres dari 35 tahun menjadi 40 tahun di dalam UU No 7/2017 tidak memiliki landasan dan alasan pembenar yang kuat.
Partai Garuda pun menilai perubahan syarat usia capres dan cawapres dari 35 tahun menjadi 40 tahun di dalam UU No 7/2017 tidak memiliki landasan dan alasan pembenar yang kuat. Apabila perubahan syarat tersebut semata-mata didasarkan pada kematangan dan kedewasaan bertindak, Partai Garuda berpendapat bahwa batas usia 40 tahun bukan jaminan. Justru pengalaman di pemerintahanlah yang lebih penting dan utama untuk memperkuat kematangan dan kedewasaan dalam berpikir dan berindak.
Mengenai kedudukan hukum, Partai Garuda mendalilkan bahwa pihaknya memiliki kedudukan hukum untuk mempersoalkan konstitusionalitas norma pasal yang mengatur batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden. Sebab, Garuda merupakan partai politik non-parlemen yang sebelumnya tidak ikut membahas UU No 7/2017.
Salah satu kesempatan untuk turut mengarahkan penyelenggaraan negara bagi partai Garuda adalah dengan jalur non-parlemen, salah satunya dengan pengujian konstitusionalitas norma sebuah UU.
Hal tersebut sesuai dengan putusan MK Nomor 35/PUU-XII/2017 yang menyatakan bahwa partai politik yang telah ambil bagian dan turut serta dalam pembahasan serta pengambilan keputusan secara institusional melalui perwakilannya di DPR atas pengesahan sebuah UU tidak dapat mengajukan permohonan pengujian UU ke MK.