Saat Soekarno Tak Mau Cari Pengganti Hatta sebagai Wapres...
Bung Karno-Bung Hatta adalah dwitunggal proklamator Kemerdekaan RI. Keduanya sahabat sejati meski kerap berbeda pandangan politik. Walaupun Bung Hatta mengundurkan diri jadi Wapres, Bung Karno tak mau cari penggantinya.
Bung Karno dan Bung Hatta adalah dwitunggal proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia. Menjelang Indonesia merayakan kemerdekaannya yang ke-76 tahun, nama keduanya merebak kembali.
Mereka berjuang bersama dengan pejuang Tanah Air lainnya sejak awal untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan dan kolonialisme. Di luar jasa besarnya itu, dalam hubungan pribadi, mereka juga adalah sahabat sejati.
Tepat di hari ulang tahun Bung Hatta, Kamis (12/8/2021) lalu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menggelar webinar bertema ”Bung Hatta Inspirasi Kemandirian Bangsa”. Ini adalah rangkaian acara Pekan Bung Hatta yang diadakan Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI-P, untuk mengenang kontribusi besar tokoh pendiri bangsa tersebut. Dalam webinar tersebut, Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri, dan putri mendiang Bung Hatta, Meutia Farida Hatta, ikut hadir sebagai pembicara inti.
Acara yang sama sebelumnya juga sering digelar dalam berbagai kesempatan. Pada Mei 2012, di sebuah hotel di Jakarta, Megawati juga berbicara tentang hubungan ayahnya dengan Bung Hatta dalam acara yang dibertajuk, ”Merindukan Negarawan”.
Megawati menyebutkan selisih usia antara Soekarno dan Muhammad Hatta adalah satu tahun. Bung Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902. Megawati juga mengenang bahwa dirinya selalu sedikit cemas apabila diajak bertemu dengan Bung Hatta. Sebab, Bung Hatta adalah sosok yang sangat formal dan berdisiplin. Bahkan, jika diajak berkunjung ke rumah dinas Bung Hatta saat menjabat sebagai Wakil Presiden RI, Megawati merasa ada tekanan batin.
”Pak Hatta yang kami pahami, itu orangnya tak seperti ayah saya. Ayah saya (Soekarno) itu sangat dinamis, orangnya bisa spontan, dan humoris. Kalau ketemu Pak Hatta, langsung saya juga harus sangat bersikap baik. Artinya bahasa Indonesia beliau sangat runtut, beliau orang sangat disiplin. Saya khawatir kalau telat (saat bertemu Hatta),” ucap Megawati.
Megawati mengaku, saat kecil, dia suka sekali bermain dan memanjat pohon. Apabila sedang bertamu ke rumah Bung Hatta di Jalan Koningsplein Zuid Straat 13 (kini Jalan Medan Merdeka Selatan dan menjadi kantor BUMN), dia tidak bisa melakukan permainan favoritnya itu. Namun, suatu ketika, dia pernah memprovokasi Meutia, putri Bung Hatta, untuk memanjat pohon dengannya di belakang rumah Bung Hatta. Saat itu, Bung Hatta dan istrinya, Siti Rahmiati, sedang tidak di rumah.
”Kami naik pohon, rasanya sangat merdeka,” ujar Megawati sembari tertawa.
Hatta dijodohkan Bung Karno
Menurut dia, hubungan ayahnya saat menjabat sebagai Presiden Pertama RI, dengan Wapres Pertama M Hatta adalah bentuk persahabatan sejati. Di luar hubungan kerja profesional, keduanya sangat dekat secara personal. Meskipun di akhir pemerintahan, banyak perbedaan yang menyebabkan Bung Hatta mundur sebagai Wapres, hubungan keduanya tetap baik. Bahkan, Bung Karno sering berkunjung ke rumah Bung Hatta dan makan siang bersama meskipun ada perbedaan pandangan politik saat itu. Bung Karno juga tak pernah memiliki niat lagi memilih Wapres setelah Bung Hatta memutuskan mundur.
”Tapi coba pikir, kenapa setelah itu bapak saya tak mau ada wakil presiden lagi? Karena dia tak mau ada wakil lagi. Tetapi cuma Pak Hatta. Itu persahabatan yang benar-benar sejati,” kata Megawati.
Meutia Hatta menyampaikan, walaupun gaya dan kepribadiannya berbeda, pikiran Bung Karno dan Bung Hatta sama untuk bangsa Indonesia. Mereka bukan hanya sahabat seperjuangan, melainkan juga dekat dalam hati. Bahkan, kata Meutia, sejak lahir anak-anak Bung Hatta sudah dekat dan selalu bersama-sama dengan keluarga Bung Karno.
Meutia menceritakan, saat dia lahir, Bung Karnolah yang menanam ari-ari di belakang rumahnya di Yogyakarta. Kakek-nenek Meutia adalah orang Jawa yang masih memercayai bahwa ari-ari harus ditanam oleh bapaknya. Namun, saat itu Bung Hatta harus pergi mengikuti sidang kabinet. Sekeluarga sempat panik, kemudian, Bung Karno mengusulkan dia yang akan menanam ari-ari tersebut.
”Bung Karno adalah pakdhe saya, karena beliau yang menanam ari-ari saya di belakang rumah sesuai tradisi Jawa yang dipercayai kakek dan nenek saya. Ini adalah bentuk-bentuk kedekatan hati yang tidak akan pernah terlupakan,” kata Meutia.
Bung Karno juga yang memilihkan jodoh buat Bung Hatta karena Bung Hatta pernah berjanji di Rotterdam, Belanda, tak mau menikah jika Indonesia belum merdeka. Dialah Rachmi Rahim yang biasa dipanggil Yuke, anak pasangan Rachim dan Anni Nurdin. Anni Nurdin, anak penerjemah dari Aceh, juga pernah dijodohkan dengan Bung Hatta. Namun, Bung Hatta menolak. Jadi, Bung Hatta dijodohkan anak mantan perempuan yang pernah dijodohkannya. Kebetulan, Bung Karno juga dekat dengan Rachim, ayah Rachmi yang kemudian menikah dengan Bung Hatta. (”Cerita Cinta Bung Hatta, Ketika Mantan Jadi Ibu Mertua”, Yusuf Maulana, Pegiat Literasi Islam, Republika.co.id, 24 FebruarI 2020).
Tak heran jika usia Bung Hatta dan Yuke terpaut 24 tahun. Saat menikah Yuke baru berusia 19 tahun. Di sebuah vila di Megamendung Bogor, pada 18 November 1945, keduanya menikah. Bung Karno berhasil sebagai mak comblang buat Bung Hatta.
Selain itu, Bung Hatta juga pernah menjadi wali nikah Guntur Soekarno saat menikah di Bandung, Jawa Barat. Saat itu, Bung Karno tidak bisa hadir karena menjadi tahanan rumah pemerintah Orde Baru di Wisma Yaso. Bung Hatta kemudian berangkat ke Bandung dan menjadi wali nikah Guntur, menggantikan Bung Karno.
”Ini adalah bentuk timbal balik yang sangat manusiawi dan persahabatan sejati dari keduanya,” tutur Meutia.
Proklamasi dan Pancasila satukan proklamator
Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan, ada dua aspek yang mempertalikan Soekarno dan Hatta. Pertalian itu adalah Proklamasi dan Pancasila. Jasa besar keduanya adalah sama-sama mencetuskan dan menandatangani Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Tidak ada proklamasi kemerdekaan Indonesia, tanpa keduanya.
”Sebelum proklamasi dibacakan, Soekarno juga mengatakan bahwa dia tidak mau mengucapkan proklamasi jika tidak ada Hatta. Saat itu sudah ada sekitar 500 orang di depan Bung Karno, tetapi dia tetap menunggu kedatangan Hatta,” kata Asvi.
Selain itu, lanjut Asvi, jasa besar lainnya dari Bung Karno adalah Pancasila. Bung Karno adalah pencetus pertama Pancasila. Sementara itu, Bung Hatta disebutnya sebagai pengawal dan penyelamat Pancasila. Hatta membicarakan dengan sejumlah tokoh Islam tentang penghapusan tujuh kata dalam sila pertama yang kemudian diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
”Kalau tidak ada Hatta, tujuh kata itu akan tetap seperti di Piagam Jakarta. Kesepakatan pada 18 Agustus 1945 itu berkat jasa dari Hatta sehingga saya sebut dia sebagai pengawal dan penyelamat Pancasila,” kata Asvi.