OTT Bupati Meranti Terkait Pemotongan Uang Persediaan dan Suap Pengadaan Jasa Umroh
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, rangkaian penangkapan terhadap Bupati Kepulauan Meranti M Adi terkait dengan modus pemotongan Uang Persediaan dan Ganti Uang Persediaan serta suap pengadaan jasa umroh.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Bupati Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, M Adil diduga terkait dengan pemotongan uang persediaan dan ganti uang persediaan serta dugaan suap proyek pengadaan jasa umroh. Potongan uang yang dipegang oleh satuan kerja perangkat daerah itu berkisar antara 5 persen hingga 10 persen.
Rangkaian operasi tangkap tangan terhadap M Adil dan puluhan pejabat strategis Pemkab Kepulauan Meranti itu berlangsung sejak Kamis (6/4/2023) malam. Saat ini, KPK sedang membawa M Adil dari Meranti menuju Pekanbaru menggunakan kapal cepat (speedboat). Selanjutnya, Adil terbangkan ke Jakarta pada Jum’at (7/4/2023) pagi untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK. Dia diperkirakan tiba di gedung Merah Putih KPK Jum’at sore.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dihubungi, Jumat, mengatakan, rangkaian penangkapan itu terkait dengan modus pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang Persediaan (GUP) serta suap pengadaan jasa umroh. Besar pemotongan tersebut mencapai kisaran lima hingga 10 persen. Saat ditanya soal nominal uang yang dipotong dan nilai suap, Ghufron masih belum bisa memastikan.
“(Nilai) masih dihitung karena juga ada yang sudah terpakai,” katanya.
Dilansir dari situs Kementerian keuangan, Uang Persediaan adalah salah satu mekanisme pembayaran tagihan atas beban APBN/APBD. UP merupakan uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari satuan kerja.
UP juga bisa digunakan untuk membiayai pengeluaran yang sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung. Adapun, untuk melakukan ganti uang persediaan, pejabat pembuat komitmen (PPK) membuat dan menandatangani surat perintah pembayaran (SPP) berdasarkan Daftar Rincian Permintaan Pembayaran.
Pengawasan internal
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman modus pemotongan anggaran yang dilakukan Bupati Meranti ini hampir sama dengan kasus sebelumnya yang diungkap KPK yaitu Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah Ben Brahim S Bahat. Mereka memotong anggaran daerah untuk mendanai kontestasi di pemilihan kepala daerah dan pemilu legislatif, membayar lembaga survei nasional, dan membiayai kebutuhan hidup.
“Pengawasan internal melalui Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) harus diperkuat. Namun, penguatan inspektorat itu sering terkendala karena secara struktural mereka berada di bawah ketiak kepala daerah, sehingga tidak bertaji,” jelasnya.
Herman juga berharap di masa rawan itu jelang tahun politik, pembinaan dan pengawasan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri terutama pengelolaan belanja daerah ditingkatkan. Selain itu, pengawasan dari organisasi nonpemerintah baik dari masyarakat sipil, akademisi, dan media juga bisa diperkuat. Pembinaan dan pengawasan perlu dilakukan sejak proses penganggaran dan penetapan alokasi anggaran.
Pemerintah pusat juga perlu memperkuat sosialisasi e-lapor sebagai sistem digitalisasi pengawasan. Kemendagri bisa berkolaborasi dengan lembaga-lembaga pengawas negara, seperti Komisi Aparatur Sipil Negara dan Ombudsman RI, untuk mengoptimalkan pengawasan pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan daerah.
Pengawasan itu harus diperkuat karena jika mengandalkan pengawasan dari DPRD tidak akan optimal. Sama seperti calon kepala daerah, mereka juga mempersiapkan kontestasi sebagai calon legislatif di 2024.
“Kasus pemotongan anggaran akan menjadi sangat rentan karena tahun depan ada kontestasi politik lokal. Kami tahu bahwa membiayai kontestasi seperti ini butuh dana besar. Mereka bisa memanfaatkan berbagai cara untuk mendapatkan dana seperti itu,” imbuhnya.
Setelah penangkapan Bupati Meranti, Herman juga meminta agar Kemendagri memastikan pemerintahan daerah tetap berjalan. Oleh karenanya, Kemendagri perlu segera menetapkan penjabat pengganti kepala daerah. Jika bupati belum berakhir masa jabatannya, tampuk kepemimpinan bisa diserahkan kepada wakil bupati.
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan mengatakan, Kemendagri akan menunggu hasil pemeriksaan dan kepastian status hukum Bupati Meranti sebagai dasar dalam mengambil langkah dan kebijakan administratif. Jika bupati ditahan, sesuai Pasal 65 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang bersangkutan dilarang melakukan kewajiban sebagai bupati.
“Jika bupati ditahan maka wakil bupati akan melaksanakan tugas kepala daerah atau sebagai pelaksana tugas (Plt) kepala daerah,” ujarnya.