Yasonna Minta Dirjen HAM yang Baru Kawal Rekomendasi Tim PPHAM
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menegaskan bahwa ia sudah meminta Dhahana Putra yang baru dilantik sebagai Dirjen HAM untuk mengawal pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly melantik lima pimpinan tinggi madya baru di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, Selasa (4/4/2023). Salah satunya adalah Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Dhahana Putra. Yasonna meminta agar dia mengawal instruksi presiden untuk memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
”Kami juga sudah menginstruksikan agar dia terus mengikuti dan menindaklanjuti hasil rekomendasi Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Tim PPHAM) dengan berkoordinasi dengan Kemenko Polhukam, Kejaksaan Agung, dan lembaga lain,” ujar Yasonna usai pelantikan.
Pada medio Maret lalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan dua beleid untuk menindaklanjuti rekomendasi Tim PPHAM. Dua beleid itu adalah Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM yang Berat. Selain itu, Presiden juga mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM yang Berat. Ada 19 kementerian dan lembaga yang diminta menindaklanjuti rekomendasi Tim PPHAM.
Dirjen HAM Kemenkumham Dhahana Putra mengatakan, sesuai inpres, Kemenkumham mendapatkan tugas meningkatkan pelayanan prioritas bagi eksil terutama korban Peristiwa 1965 yang oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat. Pihaknya sudah mulai melakukan pemetaan awal. Berdasarkan informasi, banyak sekali mantan warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Eropa Timur. Akibat kudeta politik 1965, mereka kehilangan kewarganegaraan Indonesia (stateless).
”Tentunya, kami akan memetakan itu. Kedua, berdasarkan informasi dari para korban ada yang ingin kembali ke Indonesia karena dulu, kan, dilarang. Ada juga yang ingin mendapatkan dwikewarganegaraan. Kami akan diskusikan dengan teman-teman dari lembaga terkait untuk merespons keinginan mereka berdasarkan aturan yang sudah ada,” kata Dhahana.
Dhahana mengaku tak mudah mendata korban pelanggaran HAM berat yang berada di luar negeri karena belum ada instansi yang memiliki data valid dan akurat terkait korban. Meskipun demikian, korban yang berada di luar negeri itu banyak memiliki asosiasi atau forum. Pihaknya akan membuka komunikasi dengan forum dan asosiasi tersebut untuk mendapatkan data dan sebaran di mana saja lokasi eksil eks WNI berada.
”Karena memang yang disasar dalam inpres itu tidak hanya korban saja, tetapi juga keluarganya juga, kan. Jadi, memang secara ketentuan di inpres itu ada tiga, yaitu terkait pelayanan dan kenegaraan,” paparnya.
Di luar itu, Ditjen HAM juga akan berkomunikasi dengan sejumlah pemangku kepentingan untuk mendapatkan informasi valid dan akurat mengenai data korban. Para pemangku kepentingan itu adalah Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Kementerian Luar Negeri. Jumlah dan lokasi persebaran eksil akan didata secara optimal. Dia menargetkan, tahun ini proses pendataan itu bisa selesai.
Ia juga menjelaskan, masa tugas 19 kementerian lembaga yang ditugasi presiden melalui inpres memang tidak disebut secara eksplisit. Hanya Tim Pemantau yang tugasnya dibatasi sampai akhir Desember 2023. Namun, bagi dia, penyelesaian itu akan lebih cepat lebih baik. Pihaknya menargetkan tindak lanjut rekomendasi yang sesuai tupoksi Kemenkumham bisa diselesaikan pada akhir tahun ini. Dia juga menegaskan bahwa Kemenkumham akan berkomitmen kuat untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu.
”Tentunya untuk batas waktu penyelesaiannya kami serahkan pada arahan presiden. Namun, saya pikir seandainya (penuntasan non-yudisial kasus pelanggaran HAM berat) belum selesai, akan diselesaikan sesuai dengan target,” katanya.
Buat terobosan
Selain melantik Dirjen HAM, Menkumham Yasonna H Laoly juga melantik empat pejabat eselon I lainnya. Mereka adalah Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Min Usihen, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM Iwan Kurniawan, serta Kepala BSK Hukum dan HAM Y Ambeg Paramarta. Di luar itu, ada juga pengangkatan Staf Ahli Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi Asep Kurnia.
Di hadapan pejabat baru itu, Yasonna meminta mereka untuk melakukan berbagai terobosan kreatif dalam menjalakan tugas dan fungsinya. Para pejabat baru diminta menjaga amanah tugas dan kepercayaan dengan bekerja sebaik-baiknya. Mereka juga diminta melakukan terobosan melalui pelayanan digitalisasi untuk memberikan pelayanan publik terbaik kepada masyarakat.
”Mau tidak mau, suka tidak suka, meningkatkan pelayanan publik yang baik harus dengan menggunakan teknologi digital untuk mempercepat pelayanan publik kita,” ujarnya.
Dia meminta agar prestasi yang sudah dicapai Kemenkumham selama ini tidak merosot. Para pejabat baru memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pelayanan publik menjadi lebih baik dengan menggunakan teknologi informasi. Karena sudah lama menjabat sebagai pegawai eselon I, mereka diminta cepat beradaptasi dan tidak menyalahkan wewenang serta integritasnya.
”Bentuk team work yang solid untuk melaksanakan dan menyelesaikan program kegiatan yang baru atau membutuhkan perhatian khusus,” katanya menegaskan.
Penegasan lainnya yang disampaikan Yasonna adalah agar para pejabat di lingkungan Kemenkumham bisa menghindari perbuatan dan menjaga sikap yang berpotensi memberikan dampak negatif serta mencoreng nama baik Kemenkumham. Sebab, saat ini seluruh informasi terbuka oleh publik karena kemajuan media sosial. Pegawai Kemenkumham diminta untuk saling mengingatkan agar menjaga dengan baik institusi Kemenkumham.
”Jangan ragu untuk memberikan koreksi sejak awal sehingga tidak menimbulkan risiko bagi organisasi. Beri hukuman dan tindakan tegas bagi jajaran yang melanggar. Jadilah pimpinan yang dapat diandalkan dan menjadi contoh yang baik,” tuturnya.