Moeldoko Kembali Bermanuver, Demokrat Serahkan Kontra Memori PK ke PTUN
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono merespons peninjauan kembali ke Mahkamah Agung yang diajukan oleh Moeldoko dan kawan-kawan. Selain mengajukan kontra memori kasasi, ia juga menggelar apel pimpinan.
JAKARTA, KOMPAS — Partai Demokrat menyerahkan kontra memori atau jawaban atas peninjauan kembali yang diajukan Moeldoko terhadap putusan Mahkamah Agung terkait Kongres Luar Biasa Demokrat, Deli Serdang, Sumatera Utara. Sejak tahun 2021, tercatat sudah ada 16 gugatan hukum yang diajukan kubu Moeldoko terhadap Partai Demokrat.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Jakarta, Senin (3/4/2023), mengatakan, tim hukum partainya akan menyerahkan kontra memori atas peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hari ini. Kontra memori dimaksud merupakan jawaban atas PK yang diajukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan Johnny Allen Marbun terhadap putusan MA terkait Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara, 2021.
Agus menjelaskan, Moeldoko mengajukan PK atas putusan MA yang menolak kasasi soal KLB Deli Serdang pada 3 Maret lalu. Alasannya, kubu Moeldoko telah menemukan empat novum atau bukti baru untuk membatalkan putusan kasasi MA No.487 K/TUN/2022 tanggal 29 September 2022. Ini merupakan upaya hukum terakhir yang bisa dilakukan untuk menguji putusan tersebut.
Demokrat mencatat, ini merupakan gugatan hukum ke-16 yang diajukan kubu Moeldoko terhadap partai berlambang ”mercy” tersebut. Namun, dari semua gugatan yang pernah diajukan, pengadilan tak pernah memenangkan kubu Moeldoko.
”Sudah 16 kali Partai Demokrat menang atas gugatan hukum KSP Moeldoko dan kawan-kawan. 16-0. Dengan demikian, dillihat dari kacamata hukum dan akal sehat, tidak ada satu pun celah atau jalan bagi KSP Moeldoko untuk memenangi PK ini,” ujar Agus.
Menurut Agus, upaya Moeldoko untuk mengambil alih Partai Demokrat sebenarnya sudah tidak relevan. Namun, untuk menanggapi manuver tersebut, pihaknya mengadakan apel pimpinan atau commander’s call secara daring dengan 38 ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD), 514 ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC), serta 1.800 anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Hadir pula secara langsung para anggota Majelis Tinggi, Dewan Kehormatan, Mahkamah Partai, Dewan Pertimbangan, Fraksi Partai Demokrat di DPR, serta pengurus harian DPP Partai Demokrat.
Berdasarkan pembicaraan di forum tersebut, Demokrat memandang pengajuan PK Moeldoko bersifat politis karena diajukan sehari setelah Demokrat menyatakan dukungan secara resmi terhadap Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden 2024. Forum juga berpendapat, ada upaya serius untuk membubarkan Koalisi Perubahan (Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera).
”Tentu saja salah satu caranya adalah dengan mengambil alih Partai Demokrat. Sebab, Demokrat merupakan salah satu kekuatan perubahan selama ini,” kata Agus.
Agus mengatakan, sejumlah praktisi hukum juga berpendapat bahwa ada celah untuk memasukkan intervensi politik dalam manuver terbaru Moeldoko ini. Oleh karena itu, ia mengajak publik untuk terus memonitor kasus ini. Ketua DPD dan DPC Demokrat juga sepakat untuk mengirimkan surat perlindungan hukum kepada ketua MA.
Kuasa hukum Partai Demokrat, Hamdan Zoelva, menambahkan, telah meneliti seluruh dalil dalam memori PK yang diajukan Moeldoko. Terkait dengan klaim empat novum yang diajukan, ia menilai keempatnya bukanlah bukti baru. Sebab, dua bukti sudah pernah diajukan dalam sidang di PTUN yang telah diputus pada 23 November 2021, sementara dua bukti lainnya adalah berita di media massa yang baru dipublikasikan, tetapi kontennya sudah pernah dibicarakan dalam sidang di PTUN.
”Keempatnya kami anggap bukan novum karena tidak ada sesuatu yang baru. Dalam hukum, novum adalah yang memberikan informasi baru yang, jika pada saat sidang pertama itu diajukan, putusannya akan berbunyi lain atau berbeda,” kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Selain soal novum, kata Hamdan, memori PK yang diajukan Moeldoko juga menyebut ihwal kekhilafan nyata dari hakim. Akan tetapi, pihaknya melihat bahwa hakim di seluruh tingkatan sudah memberikan dalil-dalil yang tepat. Tidak ada kekhilafan hakim yang ditemukan. ”Jadi, PK ini tidak memiliki dasar dan secara hukum seharusnya ditolak,” ujarnya.
Tak menjawab
Kisruh Partai Demokrat bermula pada Februari 2021 ketika Agus mengumumkan adanya upaya kudeta kepemimpinan partai politik tersebut dengan melibatkan sejumlah tokoh, baik kader internal, mantan pengurus, maupun pihak eksternal. Agus mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo ihwal upaya pihak tertentu untuk mengambil alih Demokrat. Hal itu berlanjut dengan sejumlah evaluasi kondisi partai diikuti pemecatan tujuh kader yang dianggap terlibat dalam kudeta kepemimpinan partai.
Pada awal Maret 2021, diselenggarakan KLB Deli Serdang, Sumatera Utara. Dalam KLB yang dihadiri sejumlah kader yang telah dipecat Agus itu, Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Demokrat. Setelahnya, terjadi saling gugat antara kubu KLB Deli Serdang dan Demokrat yang dipimpin Agus, baik di tingkat pengadilan negeri maupun PTUN.
Di tengah dinamika tersebut, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menolak pendaftaran hasil KLB Deli Serdang untuk disahkan oleh Kemenkumham. Kubu Moeldoko pun mengajukan kasasi ke MA atas keputusan Menkumham tersebut. Namun, pada Oktober 2022 MA menolak kasasi tersebut.
Saat ditemui seusai Rapat Koordinasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) di Gedung Krida Bhakti, Jakarta, Senin siang, Moeldoko tak banyak bicara ketika ditanya tentang pengajuan PK atas putusan MA terkait KLB Deli Serdang. Menurut dia, belum saatnya untuk menjawab hal tersebut. ”Pertanyaan (terkait hal) itu nanti, belum dijawab sekarang,” ucapnya.
Moeldoko juga tak memberikan penjelasan ketika ditanyakan mengenai bukti baru yang diajukan dalam memori PK tersebut. Begitu juga mengenai pandangan Demokrat bahwa tidak ada kebaruan dari empat bukti yang ia ajukan dalam memori PK. ”Aku ora ngerti, ora ngerti,” kata Moeldoko.
Terkait kesiapan Agus dan Demokrat untuk melawannya secara hukum, ia enggan berkomentar. ”Ya, terserah saja,” kata Moeldoko.
Secara terpisah, Panitera Pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Salomo Simanjuntak menerangkan, perwakilan dari kuasa hukum Partai Demokrat mendatangi kantor PTUN sekitar pukul 09.00. Kemudian, mereka menyerahkan dokumen kontra memori peninjauan kembali (PK) untuk diregistrasi.
"Dia (perwakilan kuasa hukum) hanya menerima tanda terima saja. Namanya Rizki Anugerah Putera, salah satu yang mewakili kuasa hukum AHY (Agus Harimurti Yudhoyono)," kata Salomo.
Menurut Salomo, proses registrasi tersebut berjalan tidak sampai satu jam. Salomo mengatakan, dalam proses ini, pihaknya masih menunggu kontra kasasi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sebab, dalam permohonan peninjauan kembali yang diajukan Moeldoko, Kemenkumham merupakan pihak termohon, sementara Partai Demokrat sebagai pihak yang turut termohon. Adapun memori PK diajukan pemohon 3 Maret 2023.
Catatan: Tulisan diperbaharui pukul 18.50, dengan tambahan pernyataan dari panitera PTUN Jakarta