DKPP Dinilai Tak Berupaya Mencari Dalang Manipulasi Hasil Verifikasi Parpol
Komisioner KPU RI, Idham Holik, dan tiga anggota KPU Sulawesi Utara tak terbukti melanggar kode etik dalam perkara dugaan intimidasi dan manipulasi data verifikasi partai politik.
Oleh
IQBAL BASYARI, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menyayangkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP dalam perkara dugaan intimidasi dan manipulasi data hasil verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024. DKPP dinilai tidak menggali lebih dalam kasus tersebut sehingga dalang dari manipulasi data tidak tersentuh sanksi.
”DKPP tidak menggali lebih dalam permasalahan ini dengan mencari siapa sebetulnya mastermind (dalang) dari upaya mengubah data itu,” ujar Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity, salah satu anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, saat dimintai pendapat terkait putusan DKPP yang dibacakan pada Senin (3/4/2023).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
DKPP memutuskan, dari sepuluh jajaran penyelenggara pemilu yang diadukan, enam di antaranya terbukti melanggar kode etik. Mereka adalah tiga anggota KPU Kepulauan Sangihe, yakni Elsye Philby Sinadia, Tommy Mamuaya, serta Iklam Patonaung, yang dijatuhi sanksi peringatan keras. Kemudian Sekretaris KPU Sulawesi Utara Lucky Firnandy Majanto dan Kepala Bagian Teknis Penyelenggaraan, Partisipasi Masyarakat, Hukum, dan Sumber Daya Manusia KPU Sulut Carles Y Worotitijan yang dijatuhi sanksi peringatan.
Adapun sanksi terberat dijatuhkan kepada Kepala Subbagian Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Sangihe Jelly Kantu, yakni sanksi pemberhentian tetap dari jabatan.
Empat lainnya yang tak terbukti melanggar dan diputuskan agar nama baik mereka direhabilitasi adalah anggota KPU RI, Idham Holik, dan tiga anggota KPU Sulut, yakni Meidy Yafeth Tinangon, Salman Saelangi, dan Lanny Ointu.
Putusan dan pertimbangan putusan dibacakan bergantian oleh Ketua DKPP Heddy Lugito yang didampingi anggota DKPP lainnya, yakni J Kristiadi, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Ratna Dewi Pettalolo.
Akibat dari tak mendalamnya penggalian oleh DKPP itu, Hadar menilai, putusan DKPP belum mampu memulihkan kepercayaan publik pada KPU yang tergerus imbas manipulasi data hasil verifikasi faktual. Alih-alih memulihkan kepercayaan publik, putusan itu justru bisa membuat publik curiga bahwa DKPP berupaya menutupi manipulasi yang terjadi.
Tak puas dengan putusan DKPP itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih pun berencana melaporkan kembali KPU ke DKPP. ”Hal ini sedang kami persiapkan,” ucapnya tanpa mengelaborasi lebih jauh pengaduan yang disiapkan. Koalisi yang beranggotakan 12 kelompok masyarakat sipil ini juga tengah menimbang opsi untuk menempuh jalur pidana.
Secara terpisah, anggota KPU 2001-2007, Ramlan Surbakti, juga kecewa terhadap putusan DKPP. Ia meragukan pelanggaran oleh sejumlah anggota KPU Sangihe dan pejabat di Sekretariat KPU Sulut dan Sangihe atas prakarsa sendiri. DKPP seharusnya menggali fakta lebih jauh terkait pihak yang menyuruh atau meminta mereka untuk memanipulasi data dan menjatuhi mereka dengan sanksi yang lebih berat.
"Mengutip Romo Magnis (cendekiawan Franz Magnis-Suseno), secara etika, yang memerintahkan mempunyai kesalahan lebih besar daripada yang menjalankan perintah," katanya.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung pun mengingatkan, sebagian jajaran KPU yang terbukti melanggar etik menjadi peringatan bagi seluruh penyelenggara pemilu agar melaksanakan seluruh tahapan sesuai ketentuan. Jangan ada gerakan-gerakan tambahan yang bisa mengganggu proses dan tahapan. Sebab seluruh pihak meminta Pemilu 2024 dilakukan sebaik mungkin dan kualitasnya lebih baik dibanding pemilu sebelumnya.
Pertimbangan DKPP
Dalam pertimbangan putusan DKPP terkait teradu Idham Holik, disebutkan bahwa pernyataan Idham di akhir sambutannya saat Rapat Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia awal Desember 2022, disampaikan dalam suasana kelakar atau candaan. Pernyataan dimaksud, ”Rekan-rekan akan tegak lurus, bagi yang tidak bisa tegak lurus, saya akan masukkan ke rumah sakit.”
Tidak ada niat dari Idham mengintimidasi KPU daerah yang tengah melakukan verifikasi faktual perbaikan parpol. Yang disampaikan Idham dalam sambutannya sepenuhnya kebijakan KPU RI yang harus dilaksanakan jajaran KPU di daerah secara tegak lurus sesuai ketentuan yang berlaku.
Meski luput dari sanksi, DKPP mengingatkan Idham agar lebih cermat dalam bertutur kata. Sebagai penyelenggara pemilu, Idham wajib menghindarkan diri dari segala tindakan ataupun tutur kata yang dapat menimbulkan kegaduhan dan persepsi negatif.
Adapun dalam pertimbangan putusan untuk Meidy, Salman, dan Lanny, DKPP menilai dugaan intimidasi tak didukung bukti yang relevan. Dugaan intimidasi dilaporkan terjadi pada 10 Desember 2022 saat mereka menyampaikan materi evaluasi pelaksanaan verifikasi faktual perbaikan parpol. Namun, kegiatan tersebut digelar setelah rapat pleno rekapitulasi verifikasi faktual perbaikan. Hasilnya pun telah disampaikan ke KPU RI melalui Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Terkait enam orang jajaran penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik, penyebabnya ialah mereka menindaklanjuti perubahan data hasil verifikasi faktual Partai Gelora dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) tanpa mengacu prosedur dan mekanisme berlaku. Saat itu ada 33 anggota Gelora dan 76 anggota PKN yang belum masuk Sipol.
Selain membacakan putusan terkait perkara manipulasi data hasil verifikasi parpol, DKPP juga membacakan putusan menyangkut laporan dugaan pelecehan seksual oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari terhadap Ketua Partai Republik Satu Hasnaeni atau kerap disebut ”Wanita Emas”.
Dalam perkara ini, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir bagi Hasyim karena ia terbukti melanggar prinsip profesional dan mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.
Dalam pertimbangan putusan DKPP diuraikan, Hasyim terbukti melakukan pertemuan dan perjalanan dengan Hasnaeni pada 18 Agustus 2022 dari Jakarta menuju Yogyakarta. Keduanya berziarah ke sejumlah tempat di Yogyakarta. Hasyim juga terbukti memiliki kedekatan pribadi dengan Hasnaeni. Keduanya berkomunikasi secara intensif melalui media sosial untuk berbagi kabar di luar agenda pemilu.
Meski demikian, Hasyim tak terbukti melakukan tindak pelecehan seksual terhadap Hasnaeni seperti yang diadukan. Sebab, tak ada bukti dan saksi yang menguatkan.