Di lingkungan angkatan laut di seluruh dunia, tradisi ”cocktail party” telah berlangsung turun-temurun. Melalui acara ini kebersamaan militer antarnegara dirajut. Namun, ada pula potensi bahaya yang mengintai. Apa itu?
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
Selasa (28/3/2023) malam, para kadet Angkatan Laut Perancis bergegas menyiapkan meja dan hidangan untuk menjamu tamu. Ada yang berperan sebagai koki, pramutama bar, dan pelayan. Mereka semua mengambil bagian dalam tradisi angkatan laut seluruh dunia, cocktail party.
Canda tawa terpancar di wajah para kadet malam itu, seakan tak sabar untuk berpesta. Beberapa dari mereka tampak mengangkut kotak-kotak minuman yang telah disiapkan dari negara asalnya. Ada juga yang memotong-motong roti baguette panjang khas Perancis.
Semuanya mereka lakukan di atas geladak kapal perang landing helicopter dock (LHD) Dixmude yang sedang sandar di Tanjung Priok, Jakarta. Kapal induk itu mendapat kesempatan sebagai tuan rumah dan perlu menjamu para tamu.
Sedikitnya 200 orang sipil dan militer memadati geladak itu. Mereka bercengkrama dalam kelompok-kelompok kecil. Pakaian para tamu didominasi warna putih khas angkatan laut. Salah satunya Asisten Operasi Kepala Staf TNI AL Denih Hendrata, yang tampak hadir meramaikan pesta itu.
Di balik canda tawa dan keakraban yang dimunculkan semua pihak, kebocoran intelijen berpotensi terjadi. Pada saat berpesta, orang cenderung lengah dan mengabaikan sekitar. Alat penyadap bisa saja menempel di balik nampan, di bawah meja, atau di balik lipatan seragam.
Seusai persiapan, para kru meminta semua tamu berkumpul di tengah geladak kapal untuk mendengarkan sambutan dari perwakilan Kedutaan Besar Perancis untuk Indonesia, Komandan Misi Jeanne d’Arc, dan Denih Hendrata. Pada intinya, kedua pihak bertekad mempererat hubungan TNI AL dan AL Perancis.
Beberapa detik seusai penyampaian sambutan, dentuman musik dari dua disjoki memeriahkan suasana di geladak kapal. Hadirin pun melanjutkan aktivitas mereka yang sebelumnya terhenti karena pembacaan sambutan.
Tampak pramusaji berkeliling dengan nampan menawarkan kudapan ringan untuk para tamu. Kudapan itu cukup unik, saat awal acara, makanan yang ditawarkan bercita rasa asam, gurih, dan renyah. Bahan dasarnya mayoritas dari keju.
Semakin malam, kudapan keliling yang diantar makin bervariasi dan menambah ragam menu makanan. Kini, ada daging-dagingan, seperti beef bourguignon. Daging dipanggang hingga matang, tetapi teksturnya tetap bertahan lembut. Pada bagian tengahnya ditusuk dan dihiasi buah kecil.
Ada makanan yang cukup menarik, yakni soupe à l’oignon. Sesuai namanya, sup bawang berukuran mini ini memiliki rasa bawang yang kuat. Untuk mencuci aroma bawang, para tamu dapat menikmati macaron, kue cantik ini renyah di bagian luar, manis di bagian tengah, kenyal dan meleleh di mulut saat dilumat.
Pada bagian kiri dan kanan geladak juga tersedia stan makanan yang dimasak di tempat. Makanan ini seperti crepe, panekuk panas dengan olesan selai cokelat di atasnya. Ada juga stan roti baguette yang telah dipotong-potong, para tamu bebas mengambil dan mencicipinya.
Sementara itu, minuman pelepas dahaga terpusat di bagian tengah geladak. Mulai dari minuman beralkohol hingga non-alkohol disediakan. Meski begitu, para tamu dibebaskan untuk memilih minuman yang mereka inginkan.
Sambil memegang minuman, para tamu berbincang dan bertukar pikiran. Ada tiga bahasa utama yang digunakan malam itu, bahasa Indonesia, Inggris, dan Perancis. Pola penggunaan bahasa dapat dengan mudah dibedakan.
Dalam kesempatan itulah setiap pihak berusaha mencari tahu informasi penting yang dimiliki negara lain. Informasi yang digali cukup beragam, mulai dari kondisi politik, konflik yang berlangsung, teknologi terbaru, hingga hal sensitif lainnya.
Kelompok yang hanya terdiri dari rombongan AL Perancis akan menggunakan bahasa Perancis, kelompok asal Indonesia akan menggunakan bahasa Indonesia. Paduan dari kedua kelompok itu akan menggunakan bahasa Inggris.
Kerap kali para prajurit AL Perancis berpindah dari satu kelompok ke lainnya. Hal yang sama juga dilakukan prajurit TNI AL. Meskipun demikian, para petinggi AL kedua negara terlihat diam di satu tempat dan hanya berpindah saat mengambil minuman atau makan makanan ringan.
Semakin malam, suara obrolan kian keras dan berlangsung tanpa putus. Entah karena pengaruh alkohol atau apa. Kendati begitu, tujuan utama cocktail party untuk merekatkan hubungan Indonesia dengan Perancis tampaknya tercapai.
Menurut Kepala Staf TNI AL 2002-2005 Bernard Kent Sondakh, tradisi cocktail party telah berlangsung turun-temurun di lingkungan AL di seluruh dunia. Meskipun demikian, hal ini hanya dapat dilakukan saat kapal perang suatu negara berkunjung ke negara lain.
Tujuan utama perayaan ini adalah merajut kebersamaan dan menguatkan kedekatan militer antarnegara. Acara itu juga menjadi ajang mengenalkan kebudayaan atau kultur lokal. Umumnya, cocktail party dimulai saat matahari terbenam.
”Hal yang positif itu menjadi tujuan utamanya. Namun, tetap ada hal negatif yang berpotensi dimanfaatkan sejumlah pihak,” kata Bernard.
Di balik canda tawa dan keakraban, kebocoran intelijen berpotensi terjadi. Pada saat berpesta, orang cenderung lengah dan mengabaikan sekitar. Alat penyadap bisa saja menempel di balik nampan, di bawah meja, atau di balik lipatan seragam.
Apalagi, ketika sudah di bawah pengaruh minuman beralkohol, setiap orang bisa saja menjadi lebih terbuka dan lengah kewaspadaannya. Dalam kesempatan itulah, setiap pihak berusaha mencari tahu informasi penting yang dimiliki negara lain. Informasi yang digali cukup beragam, mulai dari kondisi politik, konflik yang berlangsung, teknologi terbaru, hingga hal sensitif lainnya.
Namun, semuanya bergantung pada kemampuan komunikasi prajurit atau petinggi militer setiap negara.
Intinya, berpesta boleh-boleh saja, apalagi tujuannya untuk menguatkan hubungan. Namun, jangan lengah, ancaman terhadap negara justru bisa muncul saat raga terlampau larut dalam pesta.