Jelang Tenggat, Sejumlah Parpol Kekurangan Bakal Caleg
Jelang tahapan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota Pemilu 2024 yang akan dimulai pada 24 April 2023, partai politik masih berjibaku merekrut bakal calon anggota legislatif.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
Sejumlah partai politik masih berjibaku untuk merekrut bakal calon anggota legislatif untuk Pemilu 2024.
Partai-partai baru di Pemilu 2024 sebagian masih berusaha memenuhi kuota 100 persen pencalonan di setiap daerah pemilihan.
Pegiat pemilu mengindikasikan kesulitan untuk memenuhi kuota pencalonan banyak terjadi di tingkat daerah.
JAKARTA, KOMPAS — Kurang dari dua bulan sebelum tahapan pendaftaran calon anggota legislatif dalam Pemilu 2024 dimulai, jumlah bakal caleg yang berhasil direkrut partai politik masih jauh dari harapan. Tidak dimungkiri, perekrutan orang-orang terdekat yang mengabaikan kompetensi dan kapasitas hanya demi memenuhi kuota pencalonan masih terjadi. Akibatnya, kualitas representasi publik di lembaga legislatif menjadi taruhan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Jelang tahapan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota Pemilu 2024 yang akan dimulai pada 24 April 2023, parpol masih berjibaku merekrut bakal caleg. Sejumlah parpol belum bisa merekrut bakal caleg untuk memenuhi seluruh alokasi kursi yang tersedia.
Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik mengakui, sebagai parpol yang baru pertama kali mengikuti pemilu pada 2024, penjaringan bakal caleg bukan hal yang mudah. Sebab, itu tidak bisa dilepaskan dari tingkat pengenalan publik terhadap parpol. Untuk menyiasatinya, Gelora sudah memulai perekrutan bakal caleg sejak Agustus 2021. Namun, hasilnya belum signifikan karena hingga akhir Februari jumlah bakal caleg yang direkrut baru sekitar 50 persen dari total daftar alokasi kursi di seluruh tingkatan.
Dari total bakal caleg yang direkrut, proporsi bakal caleg perempuan yang ada juga belum memenuhi ketentuan. Mengacu ketentuan di Undang-Undang Pemilu, parpol harus memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan dari total caleg yang diajukan. ”Data per Februari 2023 itu, baru sekitar 55 persen daerah pemilihan yang sudah terpenuhi 30 persen keterwakilan perempuannya,” kata Mahfuz saat dihubungi dari Jakarta, Senin (13/3/2023).
Mahfuz menambahkan, perekrutan bakal caleg menjadi tantangan tersendiri karena Gelora menargetkan bisa mengajukan bakal caleg sebanyak 100 persen di setiap dapil di tingkat kabupaten/kota. Hal itu dinilai penting karena interaksi langsung dengan akar rumput akan lebih terbangun di dapil kabupaten/kota ketimbang di provinsi dan nasional. Untuk itu, pihaknya melibatkan bakal caleg di tingkat nasional dan provinsi dalam perekrutan di kabupaten/kota. Sosialisasi identitas parpol juga terus diintensifkan.
Kendati Gelora memprioritaskan penilaian terhadap kemampuan kerja bakal caleg untuk menghasilkan suara dan kursi di setiap dapil, tidak dimungkiri pengabaian terhadap hal itu juga bakal dilakukan dalam situasi mendesak. Kemendesakan dimaksud umumnya terkait pemenuhan syarat 30 persen keterwakilan perempuan.
”Kalau sampai menjelang batas akhir pendaftaran tidak bisa memenuhi 30 persen, ya rencana cadangannya terpaksa begitu, harus ditutup dengan siapa pun yang secara administratif bersedia dipasang sebagai caleg walaupun nanti secara faktual dia tidak bekerja sebagai caleg,” ujar Mahfuz.
Dihubungi terpisah, Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin mengatakan, hasil perekrutan bakal caleg di parpolnya hingga saat ini juga masih beragam. Meski di sejumlah dapil jumlah bakal caleg sudah memenuhi bahkan melebihi total alokasi kursi, masih ada pula sejumlah daerah yang kekurangan bakal caleg. Terutama pada wilayah yang bukan daerah industri atau pertanian, misalnya di Indonesia timur.
Menurut Said, ketidakpastian sistem pemilu karena adanya uji materi terhadap sistem pemilu proporsional terbuka menjadi salah satu kendala yang menurunkan animo publik mendaftar sebagai bakal caleg. Tidak hanya itu, beberapa orang juga batal mendaftarkan diri karena Partai Buruh menolak permintaan kompensasi proyek dari calon kandidat atau permintaan untuk melindungi kepentingan pengusaha di atas kepentingan konstituen partai.
Oleh karena itu, pihaknya terus berupaya untuk mengoptimalkan perekrutan caleg dalam waktu yang tersisa kurang dari dua bulan dengan cara mengajak masyarakat secara langsung. Metode perekrutan juga dipermudah, yakni secara daring dan tanpa biaya. Sebab, meski UU Pemilu tidak mewajibkan parpol untuk mengajukan 100 persen bakal caleg sesuai total alokasi kursi, Partai Buruh menargetkan untuk mengisi seluruh alokasi kursi di setiap dapil.
”Kalau belum terpenuhi 100 persen, partai menyiapkan strategi, yakni instruksi kepada pimpinan serikat pekerja, buruh, petani, nelayan, dan tokoh lain yang ada di jejaring kita agar menjadi caleg di dapil mereka,” kata Said.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Nasional (BPPN) Partai Ummat Benny Suharto menambahkan, pihaknya menargetkan merekrut bakal caleg sebanyak 55 persen dari total alokasi kursi hingga Senin ini. Sebab, hingga akhir pekan lalu, bakal caleg Partai Ummat baru mencapai 50 persen dari total kursi yang bakal diperebutkan. Tantangan terbesar yang dihadapi di lapangan adalah persoalan logistik.
”Akhir April, BPPN sudah menyiapkan langkah cadangan. Jika target tidak tercapai, plan b adalah melibatkan lingkaran keluarga,” ujar Benny.
Kualitas representasi
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu Kaka Suminta mengatakan, perekrutan bakal caleg di parpol umumnya memang masih mengabaikan kualitas sosok yang direkrut. Itu tidak hanya terjadi pada situasi mendesak, misalnya saat harus memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan, tetapi juga pada perekrutan secara umum. Hal itu lebih banyak terjadi di daerah ketimbang di pusat, parpol juga kesulitan memenuhi kuantitas dan kualitas pengurus di daerah. Padahal, pengurus di daerah merupakan sumber utama bakal caleg bagi setiap parpol.
Oleh karena itu, untuk mencari bakal caleg, sering kali parpol akan menggunakan jalan pintas, yakni merekrut orang-orang terdekat, tokoh populer, dan tokoh yang memiliki modal finansial besar. Meski ada parpol-parpol yang juga mementingkan kualitas dan sudah mengonsolidasikan kekuatan sejak jauh-jauh hari, itu hanya sebagian kecil. ”Parpol umumnya belum beranjak dari pola lama. Mereka biasanya merekrut orang-orang dekat, populer, dan bermodal besar tanpa memedulikan kompetensi dan kapasitasnya sebagai wakil rakyat,” kata Kaka.
Menurut Kaka, proses rekrutmen demikian jelas akan berdampak pada buruknya kualitas keterwakilan di lembaga legislatif. Publik dari setiap dapil diwakili orang-orang yang tidak menjadi representasi kepentingan pemilihnya karena tidak ada jaminan bahwa dia benar-benar mengenal daerah dan permasalahannya. ”Itu juga masih terjadi terus-menerus sehingga belum ada perbaikan kualitas representasi wakil rakyat kita,” ujarnya.