Jajak Pendapat "Kompas" : Partai Politik Diharapkan Terbuka Merekrut Caleg
Partai politik diharapkan membuka diri dalam merekrut calon legislatifnya. Pola rekrutmen caleg turut menentukan kualitas calon sekaligus menjadi daya tarik elektoral di mata pemilih.

Salah satu agenda dalam tahapan pemilu yang akan menjadi pekerjaan rumah bagi partai politik adalah merekrut para calon anggota legislatif. Membuka partisipasi publik dalam proses rekruetmen calon legislatif diharapkan menjadi pilihan bagi partai untuk menghasilkan calon-calon wakil rakyat yang benar-benar merakyat.
Harapan keterbukaan partai politik akan partisipasi publik ini terekam dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas di akhir Desember tahun lalu. Sebanyak 86,9 persen responden mengharapkan proses penentuan daftar calon legislatif yang akan didaftarkan oleh partai politik dilakukan secara terbuka alias memberi kesempatan kepada masyarakat umum untuk terlibat dalam proses rekrutmen tersebut.
Harapan publik ini sebenarnya juga sudah ditangkap oleh sejumlah partai politik. Sebut saja Partai Solidaritas Indonesia atau PSI yang mulai membuka pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) untuk Pemilu 2024 sejak pertengahan 2022 lalu.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Partai Persatuan Indonesia (Perindo) yang menggelar program Konvensi Rakyat untuk menjaring bakal calon legislatif 2024. Konvensi Rakyat ini dilakukan secara daring sebagai upaya Perindo membangun instrumen untuk membentuk ekosistem demokrasi digital.
Lain lagi yang dilakukan oleh Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang menggelar rekrutmen terbuka bakal calon anggota legislatif DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPR Kabupaten Kota dengan kampanye tanpa mahar.
Membuka partisipasi publik dalam proses rekruetmen calon legislatif diharapkan menjadi pilihan bagi partai untuk menghasilkan calon-calon wakil rakyat yang benar-benar merakyat
Nasdem juga tercatat di awal pertama mengikuti pemilu, yakni di tahun 2014, menjadi partai politik pertama yang membuka pendaftaran bagi masyarakat umum untuk menjadi bakal calon anggota legislatif dari Partai Nasdem ini.
Secara umum, partai-partai politik lainnya juga membuka diri untuk melibatkan masyarakat umum yang tertarik menjadi anggota legislatif untuk mendaftarkan diri ke partai politik.
Hal ini juga termasuk dilakukan oleh partai-partai politik yang sudah mapan dan memiliki kursi di DPR. Meskipun demikian, tidak mudah bagi partai politik untuk merekrut calon legislatif tersebut. Ada kecenderungan animo dari publik yang kurang antusias untuk masuk dalam gelanggang politik dengan menjadi anggota legislatif di parlemen.
Kecenderungan ini terekam dari hasil jajak pendapat ini. Tiga per empat lebih responden menyatakan tidak tertarik untuk menjadi calon legislatif. Hanya seperempat bagian responden yang menyatakan ketertarikannya. Dari kelompok responden yang menyatakan tidak tertarik, sebagian besar beralasan tidak mau jadi elite politik. Mereka lebih nyaman menjadi rakyat biasa saja.
Namun, seperempat bagian dari kelompok responden yang tidak tertarik ini juga beralasan mereka tidak mempunyai pengalaman di dunia politik, sehingga membuat mereka kurang percaya diri untuk masuk dalam gelanggang politik praktis dengan bergabung dalam sebuah partai politik.

Alasan lainnya yang juga disampaikan oleh responden adalah soal penilaian mereka bahwa citra partai politik saat ini masih buruk, sehingga cenderung dihindari.
Sebenarnya sikap yang cenderung antipasti pada politik ini juga pernah terekam dari jajak pendapat Litbang Kompas pada Agustus 2022 soal daya tarik partai politik yang tidak lagi menjadi perhatian oleh masyarakat, terutama anak-anak muda. Di jajak pendapat tersebut disimpulkan, daya tarik partai politik belum mampu menjadikan banyak pihak memilih berkarir politik dengan menjadi aktifis partai.
Hampir separuh responden (47,8 persen) di jajak pendapat tersebut menyatakan tidak tertarik memasuki dunia partai politik, baik hanya menjadi anggota biasa maupun sebagai pengurus, apalagi menjadi calon legislatif dari partai politik tersebut. Kelompok responden yang cenderung menolak masuk partai politik ini beralasan karena ingin berkarir di dunia profesional yang jauh dari dunia politik.
Sementara sebagian responden yang juga menyatakan tidak tertarik menjadi aktifis partai politik, dilatarbelakangi oleh sikap mereka yang memandang dunia politik itu sebagai sesuatu yang buruk. Bahkan, tidak sedikit kemudian juga mengakui bahwa dunia politik itu menakutkan, sehingga cenderung dihindari.
Hal ini makin menguatkan sinyalemen kecenderungan penolakan sebagian besar dari responden di jajak pendapat ini soal keengganan menjadi calon legislatif di pemilu nanti.
Baca juga : Pola Rekrutmen Caleg Diperbaiki
Pengabdian
Sementara itu dari kelompok responden yang menyatakan tertarik menjadi calon anggota legislatif di pemilu nanti, sebagian besar dari mereka beralasan untuk pengabdian kepada rakyat. Hal ini disampaikan oleh 45,1 persen responden yang berniat dan tertarik masuk dalam kontestasi pemilu dengan menjadi calon legislatif dari partai politik.
Namun, alasan pragmatisme juga mencul dari kelompok responden yang tertarik ini, sehingga cenderung bertolak belakang dengan alasan yang disampaikan oleh sebagian besar responden lainnya yang lebih untuk mengabdi kepada rakyat.
Pragmatisme itu terlihat dari jawaban hampir seperempat bagian responden dari kelompok responden yang tertarik menjadi caleg ini. Sebanyak 24,9 persen ini menyebutkan, mereka tertarik menjadi calon legislatif sebagai pekerjaan alias untuk mendapatkan penghasilan.
Kelompok responden yang menyatakan tertarik menjadi calon anggota legislatif di pemilu nanti, sebagian besar dari mereka beralasan untuk pengabdian kepada rakyat
Alasan ini juga kembali diperkuat dengan pertimbangan responden lainnya yang menyatakan keinginan untuk memperbaiki kondisi perekonomian mereka, sehingga menjadi calon legislatif dipandang sebagai jalan menuju kehidupan yang lebih baik secara ekonomi. Tentu, alasan-alasan pragmatisme ini wajar dan rasional.
Persepsi anggota legislatif yang dekat dengan kehidupan mewah dan elite cenderung lebih banyak memengaruhi opini responden terhadap profesi ini. Apalagi ditambah dengan fenomena kasus korupsi yang menjerat anggota legislatif semakin mempertebal anggapan dunia politik tidak bisa jauh-jauh dengan isu korupsi.
Baca juga : Partai Politik Mulai Persiapkan Pencalonan Legislatif 2024
Kualitas caleg
Meskipun cenderung banyak yang kurang tertarik menjadi calon legislatif di pemilu nanti, sebagian besar responden menyepakati di Pemilu 2024 nanti harus menghasilkan anggota-anggota legislatif yang lebih baik kualitas dan integritasnya.
Separuh lebih responden (66,7 persen) meyakini partai politik akan memberikan daftar calon legislatif yang lebih baik dari sebelum-sebelumnya di Pemilu 2024 nanti.
Keyakinan ini juga dibarengi dengan harapan akan perbaikan mekanisme rekruetmen calon legislatif dari partai politik. Setidaknya dari sisi latar belakang pendidikan dan usia, sebagian besar responden mengharapkan partai politik menaikkan standar.
Jika di undang-undang hanya mensyaratkan minimal berpendidikan SMA, partai politik sebenarnya juga berhak di internalnya mensyaratkan berpendidikan minimal sarjana. Setidaknya, selain tidak melanggar undang-undang, pendidikan juga menjadi faktor dan ukuran dari kualitas calon legislatif yang bersangkutan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F05%2F25%2Fc49133d8-0768-4c61-8748-6a27c0717696_jpg.jpg)
Sebuah partai politik melakukan pengumuman seleksi bakal calon legislatif untuk Pemilu 2024 melalui spanduk yang disebar di beberapa sudut kota seperti terlihat di kawasan Patal Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2022).
Selain pendidikan, publik juga berharap partai politik memberikan kesempatan yang lebih besar terhadap anak-anak muda untuk menjadi calon legislatif.
Dari sisi regulasi, syarat usia minimal 21 (dua puluh satu) tahun sebenarnya membuka peluang bagi partai untuk merekrut anak-anak muda untuk masuk dan bergabung bersama partai yang nantinya bisa menjadi calon legislatif dari partai politik tersebut.
Selain itu, penempatan daerah pemilihan (dapil) bagi calon legislatif yang diajukan sebaiknya tetap mempertimbangkan daerah asal dari calon legislatif tersebut.
Hal ini penting untuk membangun relasi politik yang lebih dekat, baik secara politik maupun emosional. Setidaknya ini bagian dari upaya strategi mendulang insentif elektoral di dapil tersebut.

Namun, yang tidak kalah penting adalah perlunya pembatasan periode masa jabatan bagi anggota legislatif. Sejauh ini belum ada aturan yang membatasi periode masa jabatan, seperti halnya di lembaga eksekutif yang dibatasai masa jabatan selama maksimal dua periode. Ketentuan ini belum ada untuk lembaga legislatif.
Mayoritas responden (88,1 persen) setuju ada aturan yang membatasi periode jabatan anggota legislatif. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan sekaligus untuk menjamin terjadinya sirkulasi kekuasaan yang lebih sehat.
Pada akhirnya dengan harapan-harapan publik ini, partai politik diharapkan lebih aspiratif dalam menampung dan memperjuangkan kepentingan rakyat. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Jajak Pendapat Litbang ”Kompas”: Partai Politik Kurang Diminati