Dalam pengarahan di Sidang Kabinet Paripurna, Presiden meminta menteri dan kepala lembaga mendisiplinkan jajarannya. Pamer kekuasaan dan kekayaan tidak semestinya dilakukan.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekecewaan masyarakat akibat perilaku pejabat yang bermewah-mewah disikapi Presiden Joko Widodo. Para menteri dan kepala lembaga diminta mendisiplinkan bawahannya. Pembersihan juga perlu dilakukan di internal institusi masing-masing.
Presiden Jokowi menyatakan mengikuti komentar-komentar masyarakat, baik di media, media sosial, maupun di lapangan setelah muncul kasus oknum di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Adapun kekayaan bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo terungkap dari kasus penganiayaan Cristalino David Ozora oleh Mario Dandy Satrio, putra Rafael. Mario kerap memamerkan mobil mewah Rubicon dan motor gedenya di media sosial. KPK menelusuri kekayaan Rafael yang di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mencapai Rp 56,1 miliar. Selain itu, Rafael juga memiliki enam perusahaan.
Tak lama berselang, warganet juga menyoroti Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto yang sering memamerkan motor gede Harley-Davidson, mobil antik, dan pesawat Cessna di media sosial. Eko dicopot dari jabatannya.
”Menurut saya, pantas rakyat kecewa karena pelayanannya dianggap tidak baik, kemudian aparatnya perilakunya jemawa dan pamer kuasa kemudian pamer kekuatan, pamer kekayaan, hedonis,” kata Presiden dalam pengarahannya di Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Presiden mengingatkan semua aparat pemerintah, tidak hanya yang bertugas di Ditjen Pajak serta Bea dan Cukai, tetapi juga di Kepolisian Negara RI maupun lembaga penegak hukum lain serta aparat birokrasi lainnya untuk tidak melakukan hal serupa.
Presiden meminta pelayanan kepada rakyat harus dilakukan sebaik-baiknya secara efektif dan akuntabel. Semua menteri dan kepala lembaga diminta mendisiplinkan jajarannya. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan harus jelas. Polri, Kejaksaan Agung, dan aparat penegak hukum lain diminta membenahi internal institusinya.
”Polri maupun di Kejaksaan Agung dan aparat hukum lainnya benahi dulu di dalam, kemudian selesaikan, dan bersihkan kementerian atau lembaga lainnya,” ujar Presiden.
Presiden Jokowi juga menegaskan, tidak semestinya pamer kekuasaan dan pamer kekayaan dilakukan. Hal tersebut dinilai sangat tidak pantas. ”Saya ingin supaya ditekankan kepada bawahan kita, jangan pamer kekuasaan, jangan pamer kekayaan, apalagi sampai dipajang-pajang di IG (Instagram), di media sosial. Itu kalau aparat birokrasi sangat-sangat tidak pantas,” katanya.
Secara terpisah, pengajar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Airlangga Surabaya, Gitadi Tegas Supramudyo, mengingatkan, teguran Presiden kepada menteri dan kepala lembaga adalah wajar. Namun, diperlukan tindak lanjut yang konkret dan terukur. Tindak lanjut ini harus dilakukan sampai dua-tiga eselon di bawah menteri. Tanpa tindak lanjut ini, katanya, semua hanya menjadi retorika.
Gitadi menyebutkan tiga hal konkret yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengembalikan kepercayaan publik. Pertama, penegakan sanksi yang adil. Kedua, redesain LHKPN sebagai pintu masuk penegakan sanksi. Ketiga, penanaman dan penumbuhan etika birokrasi yang sebenarnya sudah dibuatkan ”link” dengan konsep Revolusi Mental yang dicanangkan Presiden. Namun, katanya, tidak ada tindak lanjut yang jelas dan tegas terkait dengan revolusi mental ini.
Seusai sidang kabinet, Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, LHKPN akan diefektifkan lagi. KPK sendiri memeriksa hampir 500.000 LHKPN setiap tahun. Laporan ini, menurut Firli, dinilai kelayakannya, dengan demikian LHKPN bisa menjamin supaya tidak terjadi korupsi.
Untuk tahun 2023 ini, pejabat eksekutif yang melaporkan LHKPN baru 53 persen dan pejabat legislatif baru 38 persen. Adapun pejabat yudikatif sudah 94,8 persen. Para pejabat ini masih memiliki waktu sampai batas akhir penyerahan LHKPN pada 31 Maret 2023.
Khusus untuk Rafael, menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bisa dikenakan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lanjut Mahfud, melaporkan dugaan pencucian uang Rafael sepuluh tahun lalu. ”Sepuluh tahun lalu, saya tidak tahu, orang saya bukan (belum) Menkopolhukam,” ujarnya.
Laporan PPATK ini, lanjut Mahfud, tidak ditindaklanjuti KPK sepuluh tahun lalu. Karena itu, kini pemeriksaan dilakukan dan menjadi urusan KPK.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hanya menjawab singkat, akan mengikuti arahan Presiden, saat ditanyakan mengenai kasus Rafael. Dia berjalan cepat menuju mobilnya, masuk dan tidak menjawab lagi.