Kesepakatan Koalisi Perubahan Tinggal Menunggu PKS
Partai Demokrat akhirnya tanda tangani Piagam Koalisi Perubahan. Sebelumnya, piagam itu telah ditandatangani oleh Nasdem. Kini, menunggu PKS. Sebelumnya, ketiga parpol itu telah deklarasi mendukung Anies sebagai capres.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menandatangani piagam Koalisi Perubahan.
Penandatanganan itu berarti sepakat membentuk koalisi untuk mengusung Anies sebagai bakal calon presiden (capres) di Pilpres 2024.
Saat ini tinggal menunggu PKS menandatangani piagam Koalisi Perubahan.
PKS menyatakan belum menyampaikan alasannya belum tanda tangani piagam, tetapi berkomitmen mendukung Anies sebagai capres.
Sebelumnya, Anies Rasyid Baswedan menyambangi kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat untuk mengikuti rapat terbatas dengan Majelis Tinggi Partai Demokrat, Kamis (2/3/2023). Dalam pertemuan tersebut, Anies dan Ketua Umum Partai Demokrat yang juga Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono membahas gagasan perubahan dan perbaikan negeri ini yang akan dibawa dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng saat ditemui seusai rapat, mengatakan, dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Agus juga menandatangani piagam Koalisi Perubahan, yang artinya sepakat membentuk koalisi untuk mengusung Anies sebagai bakal calon presiden (capres) di Pilpres 2024. Piagam tersebut sebelumnya telah ditandatangani oleh Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Agus juga menandatangani piagam Koalisi Perubahan, yang artinya sepakat membentuk koalisi untuk mengusung Anies sebagai bakal calon presiden (capres) di Pilpres 2024.
Pada awal Oktober 2022 lalu, Nasdem telah mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres untuk Pilpres 2024. Langkah Nasdem ini kemudian diikuti oleh Partai Demokrat. Pada akhir Januari 2023, Agus mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres Partai Demokrat. Kemudian, PKS ikut mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres PKS pada 23 Februrari 2023.
”Tiga (partai) kita sudah deklarasi (Anies). Pak Surya Paloh, Mas AHY (Agus) sudah, tinggal PKS (belum tanda tangan). Mungkin, kan, giliran. Kemarin, Pak Surya Paloh, hari ini Mas AHY, dan mungkin nanti Presiden PKS. Jadi, setelah semua sudah tanda tangan, dengan demikian, kan, kerja sama itu atau koalisi itu sudah terwujud,” ujar Andi.
Andi enggan mengungkapkan detail enam poin di piagam Koalisi Perubahan. Namun, yang pasti, lanjutnya, piagam itu berisi kesepakatan kerja sama antar-ketiga partai. Salah satunya, memberikan hak prerogatif kepada Anies untuk menentukan bakal calon wakil presiden atau pendampingnya di kontestasi Pilpres 2024 mendatang.
”Nah, kami hanya menjabarkan berbagai kriteria untuk bakal cawapres itu. Kriteria itu sebenarnya juga pernah disebutkan oleh Mas Anies. Misal, memberikan kontribusi kepada kemenangan, memberikan kontribusi untuk koalisi, dan memberi kontrobusi untuk pemerintahan yang baik nantinya, visinya, chemistry-nya. Kami serahkan kepada Mas Anies,” ucap Andi.
Tetap mendukung
Ketua DPP PKS Al Muzzammil Yusuf enggan mengungkapkan alasan PKS hingga kini belum menandatangani piagam Koalisi Perubahan. Ia hanya menegaskan bahwa PKS telah berkomitmen mendukung Anies untuk maju sebagai bakal capres di Pilpres 2024. Komitmen tersebut pun juga telah disampaikan pada 23 Februari 2023 di DPP PKS dan 26 Februari di Senayan, Jakarta.
Muzzammil mengatakan, untuk bakal cawapres dari Anies, PKS akan berpegang pada amanah Majelis Syuro PKS. Majelis Syuro PKS telah memutuskan bahwa bakal cawapres yang tepat untuk mendampingi Anies adalah mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.
Ia tak mempersoalkan jika Demokrat tetap berusaha memasangkan Agus dengan Anies. Itu merupakan hak Demokrat yang harus dihormati. Pada akhirnya nanti, ketiga partai akan berdialog untuk memutuskan satu nama yang tepat untuk mendampingi Anies.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes melihat, Nasdem, Demokrat, dan PKS mulai berhasil melewati potensi kerentanan yang bisa menggagalkan pembentukan koalisi. Beberapa potensi yang bisa menggagalkan pembentukan koalisi, di antaranya, ialah kebuntuan dalam menentukan nominasi calon presiden dan perpindahan parpol calon anggota ke koalisi lain. Keberhasilan itu terlihat setelah ketiga parpol akhirnya mendeklarasikan dukungan terhadap Anies sebagai bakal capres.
Meski demikian, Arya mengingatkan, itu tidak berarti soliditas koalisi sudah terjamin. Sejumlah potensi perpecahan masih harus dimitigasi, salah satunya terkait dengan penentuan sosok bakal cawapres dan program prioritas. ”Dalam penentuan cawapres, perlu konsensus bersama di antara ketiga partai dan capres. Begitu juga dalam penentuan narasi dan program prioritas kampanye,” ujarnya.
Sejumlah potensi perpecahan masih harus dimitigasi, salah satunya terkait dengan penentuan sosok bakal cawapres dan program prioritas.
Membuka pintu koalisi
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya terus membuka pintu kerja sama dengan parpol-parpol lain, tidak terkecuali dalam menghadapi Pilpres 2024. Kendati PDI-P sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden sehingga bisa mengusung calon tanpa berkoalisi dengan parpol lain, kerja sama tetap dipandang penting. Berkaca dari sejarah, bangsa Indonesia pun dibangun oleh berbagai kalangan, tidak hanya satu pihak.
”Ada partai-partai yang dalam rekam jejaknya ikut berjuang jauh sebelum republik ini didirikan, ya, kami membuka pintu gotong royong itu,” kata Hasto. Menurut dia, salah satu upaya untuk bekerja sama dengan parpol lain terlihat dari masih utuhnya koalisi pemerintahan. Komunikasi antarparpol di koalisi pemerintahan pun masih berjalan dengan baik.
Meski demikian, PDI-P masih menunggu Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk menentukan capres yang akan diusung. Menurut Hasto, pengumuman mempertimbangkan momentum yang tepat karena berkaitan dengan nasib rakyat. Berkaca dari pemilu dan pilkada sebelumnya, banyak pihak menganggap bahwa calon pemimpin yang baik memiliki kemampuan retorika yang baik. Namun, PDI-P ingin memilih pemimpin yang lebih dari itu.
”Dari 2004-2014 kita belajar bahwa seorang pemimpin tidak diukur dari keterampilan berbicara dan pesonanya, tetapi dari kinerja, komitmen, keberanian mengambil risiko, kemampuan teknokratik, dan kemampuan turun ke bawah menangkap kehendak rakyat. Itu yang dilihat oleh PDI Perjuangan,” kata Hasto.