Terbukti Rusak CCTV, Bekas Anak Buah Sambo Divonis 10 Bulan Penjara
Bekas anak buah Ferdy Sambo, Arif Rachman Arifin, terbukti merusak CCTV di sekitar lokasi penembakan Brigadir J di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Wakil Kepala Detasemen B Biro Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Arif Rachman Arifin divonis 10 bulan penjara karena terbukti merusak rekaman CCTV yang membuat terhalanginya penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Vonis terhadap bekas anak buah bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo itu lebih rendah dua bulan dari tuntutan jaksa yang menuntut 1 tahun penjara.
”Menjatuhkan pidana penjara selama 10 bulan dan pidana denda sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” kata Ahmad Suhel, ketua majelis hakim dalam sidang perkara perintangan penyidikan kasus pembunuhan Nofriansyah dengan terdakwa Arif Rachman Arifin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023).
Ahmad yang didampingi oleh hakim anggota Djuyamto dan Hendra Yuristiawan mengungkapkan, Arif Rachman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana merusak informasi elektronik milik publik yang dilakukan secara bersama-sama.
Menjatuhkan pidana penjara selama 10 bulan dan pidana denda sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Menurut hakim, hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatannya bertentangan dengan asas profesionalisme yang berlaku sebagai anggota Polri. Adapun hal-hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, bersikap sopan, dan kooperatif sehingga membuat pengungkapan peristiwa pengungkapan peristiwa penembakan Nofriansyah menjadi terang.
Dalam pertimbangannya, hakim anggota Hendra Yuristiyawan menyebut, ada rangkaian perintah dari Sambo, yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Divisi Propam Polri, untuk mengaburkan peristiwa penembakan Nofriansyah di rumah dinas Duren Tiga. Perintah dimulai setelah peristiwa penembakan Nofriansyah.
Enam anak buahnya di Divpropam Polri diminta menyisir CCTV di area tempat kejadian. Mereka juga diperintah untuk menghapus dan memusnahkan berkas (file) yang berisi rekaman CCTV di sekitar Kompleks Polri Duren Tiga. ”Saksi Ferdy Sambo memerintahkan kepada terdakwa untuk menghapus dan merusak CCTV di sekitar kompleks Polri Duren Tiga,” terang hakim Hendra.
Arif bersama lima anak buah Ferdy Sambo lainnya di Divisi Profesi dan Pengamanan Polri didakwa telah bersama-sama dengan Sambo melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Rangkaian kerja sama itu bermula dari niat Sambo menutupi peristiwa pembunuhan Nofriansyah yang sebenarnya dengan skenario tembak-menembak pada 8 Juli 2022, sehari setelah Nofriansyah dibunuh. Saat itu Sambo memanggil Hendra dan Arie Cahya Nugraha alias Acay, saksi dalam perkara tersebut, untuk mengecek kamera pemantau (CCTV) di rumah dinasnya. Hendra kemudian diminta melakukan skrining dan pengecekan CCTV.
Arif kemudian berperan meneruskan perintah Sambo untuk menghapus dan memusnahkan berkas rekaman CCTV kepada Baiquni. Arif juga mematahkan laptop yang sebelumnya berisi salinan rekaman CCTV.
Arif sempat kaget saat melihat rekaman CCTV yang memperlihatkan Nofriansyah masih hidup. Rekaman CCTV itu, menurut dia, tidak sesuai dengan kronologis peristiwa tembak-menembak yang disampaikan Sambo. Namun, saat dikonfirmasi oleh anak buahnya Sambo mengatakan ”masa kalian tidak percaya sama saya”. Bekas Kepala Biro Paminal Divpropam Polri Hendra Kurniawan kemudian meminta Arif memercayai saja perkataan Sambo itu.
Majelis hakim juga berpandangan bahwa perintah Sambo untuk menghapus dan merusak CCTV, setelah anak buahnya melihat rekamannya, tidak dikatakan secara spesifik. Sambo hanya mengatakan, ”Kalau sampai bocor, berarti dari kalian berempat yang bertanggung jawab.”
Majelis hakim menilai kalimat Sambo itu tidak bermakna perintah. Walaupun diucapkan dalam waktu bersamaan kata-kata hapus dan rusak CCTV, kata-kata kalau sampai bocor berarti dari kalian berempat yang bertanggung jawab, bukanlah sebagai kalimat perintah.
”Majelis hakim berpendapat ada jeda waktu yang sangat lama sejak terdakwa mendapat dan mendengarkan perintah untuk menghapus CCTV itu dari saksi Ferdy Sambo. Dengan pengalaman kerja terdakwa sebagai anggota bahkan pejabat kepolisian, seharusnya terdakwa memiliki daya kesempatan untuk berpikir dan mempertimbangkan untuk menolak dan tidak melaksanakan perintah Ferdy Sambo,” kata Hendra.
Atas putusan itu, Arif Rachman menyatakan masih pikir-pikir. Pengacara Arif Rachman, Junaidi Saibih, mengungkapkan, pihaknya masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada kliennya. Begitu pula dengan jaksa, masih mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak.
Sementara itu, untuk sidang putusan bekas Kepala Biro Paminal Divpropam Polri Hendra Kurniawan dan bekas Kepala Detasemen (Kaden) A Biro Paminal Divpropam Polri ditunda karena berkas putusan belum siap. Sidang dijadwalkan kembali digelar pada Senin (27/2/2023) pekan depan.