Pemerintah Tegaskan Penentuan Batas Usia Capim KPK Tak Diskriminatif
Pemerintah meminta MK menolak permohonan uji materi pasal terkait batas usia calon pimpinan KPK dan masa jabatan pimpinan KPK yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menegaskan, penentuan batas usia minimum dan maksimum calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak diskriminatif. Pengaturan syarat batas usia tersebut diperlukan dan disesuaikan dengan tuntutan jabatan atau aktivitas pemerintahan yang dilakukan oleh pejabat terkait.
”Sehingga penentuan batas usia minimal dan maksimal dalam ketentuan a quo (Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK) diperlukan sebagai penentuan kriteria atau syarat yang berlaku secara umum dan tidak diskriminatif,” kata Mualimin Abdi, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM, dalam sidang terbuka pengujian UU KPK, Selasa (21/2/2023).
Mualimin Abdi mewakili Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam memberikan keterangan atas pengujian UU KPK oleh Nurul Ghufron, salah satu pimpinan KPK saat ini. Ghufron menguji Pasal 29 huruf e UU No 19/2019 yang mengatur syarat calon pimpinan KPK harus berusia minimal 50 tahun dan maksimal 65 tahun.
Ada perubahan batas usia minimal menjadi calon pimpinan KPK dari yang semula 40 tahun di UU KPK lama, yaitu UU No 30/2002. Aturan baru tersebut dinilai merugikan hak konstitusional Ghufron untuk mencalonkan diri kembali sebagai pimpinan KPK, mengingat usianya belum genap 50 tahun. Oleh karena itu, ia meminta MK menyatakan Pasal 29 huruf e UU No 19/2019 konstitusional bersyarat. Artinya, konstitusional sepanjang dimaknai syarat minimal menjadi pimpinan KPK adalah 50 tahun atau sudah berpengalaman menjadi pimpinan KPK dan batas maksimalnya 65 tahun.
Mualimin Abdi meminta MK untuk menolak permohonan Ghufron. Sebab, menurut pemerintah, tidak ada isu konstitusionalitas dalam pengaturan syarat usia minimum atau maksimum bagi calon pimpinan KPK. Pengaturan usia terendah dan tertinggi sangat erat kaitannya dengan pilihan kebijakan atau open legal policy dari pembentuk undang-undang.
”Ini sewaktu-waktu dapat diubah oleh pembentuk undang-undang, yaitu DPR bersama Presiden yang tentunya berdasarkan kebutuhan hukum, atau kebutuhan masyarakat, atau hal-hal yang memang perlu diatur untuk meningkatkan atau mengurangi syarat usia menjadi pimpinan KPK,” tutur Mualimin.
Pemerintah juga merujuk pada sejumlah putusan MK terkait dengan persyaratan usia untuk menduduki suatu jabatan pada lembaga negara. Putusan-putusan itu antara lain putusan nomor 102/PUU-XIV/2016, 6/PUU-XIX/2021, 2/PUU-XV/2017, 3-7/PUU-XII/2014, dan 5/PUU-X/2012. Pada putusan-putusan tersebut, MK berpandangan bahwa pengaturan tentang batas usia menjadi ranah pembentuk undang-undang untuk memutuskannya (open legal policy).
Selain tentang batas usia minimal dan maksimal menjadi calon pimpinan KPK, Nurul Ghufron mempersoalkan tentang masa jabatan pimpinan KPK yang hanya empat tahun (Pasal 34 UU KPK). Ia meminta agar masa jabatan tersebut disamakan dengan lembaga-lembaga negara lainnya menjadi lima tahun.
Terkait dengan permohonan itu, Mualimin Abdi mengungkapkan, pengaturan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun sudah ada sejak UU KPK pertama tahun 2002. Pemerintah menganggap eksistensi Pasal 34 UU tersebut masih relevan dan tetap berlaku. Oleh karena itu, pembentuk undang-undang tidak mengubah ketentuan tersebut. Pembentuk undang-undang memiliki alasan ketika tidak menyamakan masa jabatan pimpinan KPK dengan pimpinan lembaga negara lain.
”Menurut hemat pemerintah, ketentuan-ketentuan a quo tidak bersifat diskriminatif karena persamaan dan kesederajatan di hadapan hukum bukan berarti mendudukkan semua hal dalam posisi yang sama tanpa adanya perbedaan, melainkan memberikan perlakuan yang sama bagi siapa pun di hadapan hukum,” papar Mualimin.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum KPK Ahmad Burhanuddin yang mewakili KPK sebagai pihak terkait dalam perkara tersebut menyampaikan, pihaknya menyerahkan pengujian Pasal 29 huruf e dan Pasal 34 UU KPK tersebut kepada MK. Sebab, KPK tidak memiliki kewenangan untuk menentukan syarat usia dan masa jabatan pimpinan KPK.
MK menurut rencana akan menggelar sidang lanjutan dalam perkara ini pada 13 Maret mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang diajukan oleh pemohon uji materi.