Informasi Bohong Laksana Gas Beracun bagi Demokrasi
Kehadiran Koalisi Damai yang menjadi wadah berhimpunnya 12 organisasi masyarakat sipil yang memiliki kepedulian terhadap kebijakan terkait disinformasi dan moderasi konten di ruang daring mendapat sambutan baik.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 12 organisasi masyarakat sipil membentuk Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia atau Koalisi Damai sebagai wadah bekerja bersama dan melahirkan kertas kebijakan guna memastikan moderasi konten di medsos sesuai standar internasional tentang hak asasi manusia. Disinformasi diyakini memberi dampak buruk kepada demokrasi laksana gas beracun.
Sebanyak 12 organisasi masyarakat sipil yang bergabung dalam koalisi itu antara lain Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Safenet, Jaringan Gusdurian, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Yayasan Tifa, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), ICT Watch, dan Centre for Digital Societies (CfDS).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ketua Presidium Koalisi Damai Wijayanto mengatakan, ruang publik yang sehat adalah seperti oksigen dalam demokrasi. Dengan informasi yang benar, warga negara dapat terbantu dalam membuat keputusan-keputusan politik. Seperti halnya saat pemilu, hoaks dan ujaran kebencian dapat membuat masyarakat membuat keputusan yang keliru. Bagi elite dan penguasa, informasi yang benar juga bisa digunakan untuk membuat basis kebijakan yang benar.
”Informasi yang benar penting bagi demokrasi. Sebaliknya, informasi yang salah yang berisi ujaran kebencian dan kabar palsu laksana karbondioksida dalam demokrasi. Bahkan, gas beracun yang bisa memundurkan demokrasi,” kata Wijayanto, Kamis (16/2/2023).
Koalisi dimaksudkan untuk menjadi inklusif dan mewakili keberagaman masyarakat. Tahun 2024, Indonesia akan menghadapi pemilu dalam kondisi yang disebutnya sebagai kemunduran demokrasi. Salah satu indikatornya ialah ruang publik yang tercemar dengan polusi digital. Koalisi masyarakat sipil akan menjadi semacam ”Dewan Media Sosial” yang lengkap dalam Pemilu 2024.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel A Pangerapan mengatakan, kontribusi dan pengawasan dari masyarakat sipil sangat dibutuhkan dalam menjaga iklim demokrasi di ranah maya. Forum pertemuan antara pemerintah dan masyarakat sipil juga diharapkan menjadi ruang perjumpaan yang menemukan titik temu. Menurut dia, moderasi konten di media sosial memang harus dilokalisasi karena ada sistem algoritma di media sosial.
”Kehadiran masyarakat sipil sangat penting menurut kami. Terutama adalah untuk membantu program literasi masyarakat. Masyarakat harus dituntun dalam menghadapi masifnya era baru ini. Mereka harus dibekali keahlian dengan literasi digital,” ucapnya.
Dari Indeks Literasi Digital 2022 yang diluncurkan oleh Kementerian Kominfo pada awal Februari lalu, secara umum memang terjadi peningkatan 0,05 poin dibandingkan dengan tahun 2021. Namun, peningkatan itu dinilai belum signifikan dengan literasi digital Indonesia untuk menghadapi tantangan besar di masa depan. Dari empat pilar yang diukur, keamanan digital meraih poin terendah dengan 3,12 poin. Sementara kecakapan digital 3,52 poin, etika digital 3,68 poin, dan budaya digital 3,84 poin.
Menurut Semuel, inilah yang menyebabkan masyarakat Indonesia banyak terjerat fenomena penipuan daring. Masyarakat mudah terkecoh dan terkena bujuk rayu orang yang merugikan keuangan dan perekonomian mereka. Situasi ini sudah diantisipasi oleh pemerintah, termasuk potensi polarisasi di media sosial menjelang Pemilu 2024.
Ana Lomtadze dari UNESCO Jakarta yang menjadi sponsor dalam pembentukan Koalisi Damai menyebutkan, dia memercayai banyak ahli dan masyarakat sipil di Indonesia yang menaruh perhatian pada moderasi konten di media sosial. Oleh karena itu, diperlukan peran dari masyarakat sipil untuk bekerja, memberikan masukan kepada pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut. Dia yakin kolaborasi dari masyarakat sipil akan melahirkan kertas kebijakan yang komprehensif dan independen.
Sementara itu, Head of Government Affairs and Public Policy Youtube Indonesia Danny Ardianto mengapresiasi inisiatif Koalisi Damai. Menurut dia, hal itu adalah langkah yang positif. Moderasi konten di media sosial sangat penting dan perlu diprioritaskan. Dalam pengalaman selama pandemi Covid-19, ada banyak informasi menyesatkan yang diunggah di Youtube. Konten itu akan mudah tersebar dengan luas jika tidak diimbangi dengan konten yang berkualitas dan dapat diverifikasi kebenarannya.
”Konten-konten seperti kabar bohong, hoaks, atau berita palsu itu tidak bisa langsung di-takedown karena ada banyak aturannya. Kami terus bekerja sama dengan user dan kreator untuk mengedukasi bagaimana membuat dan mengonsumsi informasi yang positif,” katanya.