Hakim Diharap Bersikap Progresif dalam Memvonis Richard
Richard Eliezer pada Rabu pagi dijadwalkan menjalani sidang putusan di PN Jakarta Selatan. LPSK berharap majelis hakim bersikap progresif saat menjatuhkan vonis terhadap Richard yang menjadi "justice collaborator".
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI, NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah empat terdakwa kasus dugaan pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat divonis lebih berat daripada tuntutan, kini perhatian publik terarah pada putusan terhadap Richard Eliezer yang diagendakan dibacakan pada Rabu (15/2/2023). Majelis hakim diharapkan bersikap progresif dalam memvonis Richard yang berperan sebagai justice collaborator karena perannya dinilai sangat penting dan signifikan dalam membongkar kasus pembunuhan Nofriansyah.
Dalam persidangan terpisah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/2/2023), majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santoso dengan hakim anggota Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono menyatakan, Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal terbukti turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah.
Kuat Ma’ruf yang merupakan mantan asisten keluarga bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo divonis 15 tahun penjara. Vonis ini lebih berat tujuh tahun ketimbang tuntutan jaksa. Sementara itu, Ricky Rizal, bekas ajudan Sambo, dihukum 13 tahun penjara. Vonis ini lebih berat lima tahun daripada tuntutan jaksa.
Sehari sebelumnya, Sambo divonis pidana mati oleh hakim, lebih berat daripada tuntutan penjara seumur hidup. Sementara istri Sambo, Putri Candrawathi, dihukum 20 tahun penjara atau 12 tahun lebih berat daripada tuntutan. Dari lima terdakwa kasus pembunuhan berencana ini, tinggal Richard yang belum divonis. Sebelumnya, ia dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa.
Terkait dengan hal ini, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo berharap majelis hakim bisa bersikap progresif saat menjatuhkan vonis terhadap Richard karena statusnya sebagai saksi yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan (justice collaborator). Hakim diharapkan bersungguh-sungguh memperhatikan rekomendasi LPSK dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
”Kami berharap putusan (Richard) Eliezer paling ringan dari terdakwa lain. Kami berharap hukuman seringan-ringannya karena peranannya sudah sangat membantu proses peradilan,” katanya.
Sebagai lembaga yang merekomendasikan Richard Eliezer sebagai justice collaborator, LPSK berharap hakim dapat memutus dengan pertimbangan yang obyektif dan independen. Richard sudah menyesali perbuatannya. Bahkan, dia sudah meminta maaf kepada kedua orangtua korban. Dia juga sudah membantu pekerjaan jaksa dan hakim dalam membongkar pembunuhan Nofriansyah.
”Respons publik kemarin begitu besar karena merasakan tuntutan kepada Eliezer sangat tidak layak dengan apa yang sudah diberikan di dalam proses peradilan. Kami berharap hakim bisa memberikan putusan yang adil dan seimbang,” ucap Hasto.
Peran Kuat dan Ricky
Dalam pertimbangan putusan terhadap Kuat Ma’ruf, Hakim Morgan mengungkapkan, keterlibatan Kuat terlihat sejak peristiwa tanggal 7 Juli 2022 di rumah pribadi Sambo di Magelang, Jawa Tengah. Terjadi keributan antara Nofriansyah dan Putri. Di situ, Kuat mengambil pisau dan mengejar Nofriansyah sampai garasi.
Kuat juga menolong Putri yang menangis di kamarnya bersama asisten rumah tangga lain, Susi. Kuat turut memberikan saran kepada Putri untuk melaporkan kejadian di Magelang kepada Sambo dengan ungkapan agar tak ada duri dalam daging dalam rumah tangga. Kemudian, pada 8 Juli, saat perjalanan pulang dari Magelang ke Jakarta, Kuat berinisiatif membawa pisau dapur sebagai bentuk pengamanan di perjalanan jika ada keributan dengan Nofriansyah.
Sesampainya di Jakarta, Kuat juga bertemu dengan Putri dan Sambo di rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling III. Dalam pertemuan itu, Sambo menanyakan peristiwa di Magelang kepada Kuat. Keterangan Kuat dianggap penting oleh Putri terkait peristiwa di Magelang. Pertemuan di Saguling juga dinilai hakim sebagai pertemuan pikiran dari para terdakwa yang menghendaki hilangnya nyawa Nofriansyah.
Di rumah dinas Duren Tiga, pada 8 Juli, saat penembakan terhadap Nofriansyah, Kuat menutup pintu dengan maksud mengamankan situasi agar kejadian tak diketahui orang luar. Kuat juga menutup pintu balkon lantai atas, padahal hari masih terang. Pekerjaan itu sebenarnya tugas Diryanto alias Kodir yang sehari-hari bekerja sebagai asisten rumah tangga Sambo di rumah Duren Tiga.
Sementara itu, dalam pertimbangan putusan terhadap Ricky, majelis hakim juga menjabarkan beberapa hal yang telah dilakukan Ricky sebelum penembakan Nofriansyah. Penolakan Ricky terhadap tawaran Sambo untuk menembak Nofriansyah, tetapi tak menolak tawaran mem-back up Sambo jika Nofriansyah melawan, dinilai hakim sebagai perwujudan kehendak yang sama antara Ricky dengan Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, dan Kuat. Terlebih, Ricky bersedia menyampaikan panggilan Sambo kepada Richard untuk menghadap ke lantai tiga rumah Jalan Saguling tanpa ada upaya mencegah. Padahal, Ricky tahu maksud Sambo memanggil Richard.
Seusai persidangan, Kuat mengungkapkan akan mengajukan upaya banding atas putusan hakim. Menurut dia, dia tidak membunuh dan tidak merencanakan pembunuhan Nofriansyah. Sementara itu, penasihat hukum Ricky, Erman Umar, menyatakan menghargai putusan majelis hakim. Namun, Erman menilai putusan itu tak adil. ”Sudah pasti kami akan banding. Kami akan melawan. Harusnya nol karena dia, kan, menolak,” katanya.