Sidang Vonis Sambo, Hakim: Tidak Ada Bukti Valid Pelecehan Seksual terhadap Putri
”Majelis tidak mendapatkan keyakinan yang cukup atas dugaan pelecehan seksual terhadap Putri sehingga alasan ini harus dikesampingkan,” ungkap majelis hakim dalam pertimbangan di sidang putusan terdakwa Ferdy Sambo.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai selama persidangan tidak ada bukti yang valid terkait dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi. Majelis tidak mendapatkan keyakinan yang cukup atas pelecehan yang disebut sebagai pemicu pembunuhan Nofriansyah.
Pertimbangan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa dalam sidang putusan untuk terdakwa Ferdy Sambo di Ruang Sidang Oemar Seno Adji, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Wahyu didampingi dua hakim anggota, Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono.
Sambo adalah satu dari lima terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah. Terdakwa lain adalah istri Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Sambo, Richard Eliezer Pudihang Lumiu; Ricky Rizal; dan Kuat Ma’ruf.
Sebelumnya, Sambo dituntut pidana seumur hidup oleh jaksa karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Adapun Putri dituntut 8 tahun penjara.
Setelah memeriksa puluhan saksi, majelis berkesimpulan tidak ada bukti pendukung yang valid atas kejadian pelecehan seksual yang dilakukan Nofriansyah terhadap Putri pada 7 Juli 2022 di Magelang, Jawa Tengah.
Majelis mempertimbangkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum. Di aturan itu dijelaskan tentang teori relasi kuasa yang bersifat hierarkis dalam konteks relasi antarjender.
Ada dua unsur penting dalam relasi kuasa, yaitu pertama, sifat hierarkis yang meliputi posisi antara rendah atau lebih tinggi dalam suatu kelompok atau tanpa kelompok. Ketergantungan artinya seseorang bergantung kepada orang lain karena status sosial budaya pengetahuan atau pendidikan dan ekonomi.
”Penyebab utama terjadinya kekerasan seksual ketimpangan relasi kuasa ini dapat terjadi ketika pelaku memiliki posisi yang lebih unggul juga dominan dibandingkan si korban. Dalam hal ini, Putri Candrawathi karena dia merupakan istri dari terdakwa yang menjabat sebagai Kadiv Propam,” ujar Wahyu.
Latar belakang pendidikan Putri sebagai seorang dokter gigi, sementara Nofriansyah hanya lulusan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dan seorang ajudan dengan pangkat brigadir yang ditugaskan untuk membantu Putri baik sebagai sopir menyebabkan sangat kecil kemungkinan korban melakukan pelecehan seksual atau kekerasan seksual terhadapnya.
Majelis hakim juga menilai tidak ada fakta yang mendukung bahwa Putri mengalami gangguan stres pascatrauma (post-traumatic stress disorder) akibat pelecehan seksual. Korban kekerasan seksual umumnya mengalami tahapan penyangkalan, kemarahan, dan depresi. Bahkan, korban juga bisa melakukan hal-hal yang dapat membahayakan dirinya sendiri.
Namun, berdasarkan keterangan saksi Ricky Rizal, di rumah Magelang, Putri masih menemui Nofriansyah di kamarnya. Menurut Ricky, Putri menanyakan Nofriansyah dan meminta menghadap ke kamarnya di lantai dua.
”Tindakan Putri Candrawathi memanggil dan menemui almarhum Nofriansyah di kamarnya adalah terlalu cepat untuk seorang korban kekerasan seksual terhadap pelaku kekerasan seksual. Korban kekerasan seksual membutuhkan waktu yang cukup panjang, tidak bisa sekejap mata bahkan tidak jarang ada korban yang menyerang, bahkan mengakhiri hidupnya,” kata Wahyu.
Berdasarkan keterangan saksi ahli Febrianto Ar Rasyid, saat pemeriksaan poligraf (alat pendeteksi kebohongan) terhadap Putri, diperoleh hasil minus 25. Hasil itu mengindikasikan Putri berbohong. Lebih lanjut, sebagai dokter gigi, tindakan Putri yang tidak memeriksa dan melakukan visum et repertum atas pelecehan seksual yang diyakininya juga dipertanyakan oleh majelis hakim.
”PC punya background dokter gigi yang biasanya menerapkan standar preventif kesehatan dasar tinggi ternyata tidak melakukan pemeriksaan kesehatan dan bahkan visum rekam medik berkaitan pelecehan seksual,” kata hakim.
Majelis berkesimpulan, dugaan kekerasan seksual yang disebut-sebut menjadi peristiwa pemicu penembakan di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Duren Tiga, Jakarta Selatan, tidak dapat dibuktikan secara hukum. Justru, majelis menilai kejadian di Magelang berkaitan dengan perbuatan atau sikap Nofriansyah yang menimbulkan perasaan sakit hati yang mendalam kepada Putri.
”Majelis tidak mendapatkan keyakinan yang cukup atas dugaan pelecehan seksual terhadap Putri sehingga alasan ini harus dikesampingkan,” ungkapnya.