Sambo dan Putri Divonis Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa
Dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, bekas Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati. Istrinya, Putri Candrawathi, divonis 20 tahun penjara.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI, NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat, yakni bekas Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, Selasa (13/2/2023), divonis lebih berat daripada tuntutan jaksa. Sambo yang dituntut pidana penjara seumur hidup dijatuhi pidana mati. Adapun Putri dihukum 20 tahun penjara, 12 tahun lebih tinggi ketimbang tuntutan delapan tahun penjara.
Majelis hakim menyatakan tak ada hal yang meringankan Putri dan Sambo.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santoso pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyampaikan, unsur-unsur perencanaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah telah terpenuhi. Pembunuhan Nofriansyah di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Duren Tiga, Jakarta, dinilai telah dirancang, dipikirkan dengan baik dan tenang.
”Tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba. Tidak pula dalam keadaan terpaksa atau emosional yang tinggi,” kata hakim.
Majelis hakim mengesampingkan dugaan kekerasan seksual oleh Nofriansyah kepada Putri. Majelis berkesimpulan, dugaan kekerasan seksual yang disebut-sebut menjadi peristiwa pemicu penembakan tak dapat dibuktikan secara hukum. Majelis justru menilai kejadian di Magelang, Jawa Tengah, berkaitan dengan perbuatan atau sikap Nofriansyah yang menimbulkan perasaan sakit hati yang mendalam kepada Putri.
”Menyatakan, terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum, melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana, dan tanpa hak melakukan perbuatan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya, yang dilakukan secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati,” kata Wahyu yang didampingi dua hakim anggota, yaitu Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono.
Terkait vonis mati bagi Sambo, pengajar hukum pidana Universitas Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan menuturkan, pidana mati merupakan pidana yang berlebihan dan sepatutnya tidak dijatuhkan terhadap siapa pun. Meski masyarakat tak bisa menoleransi perampasan nyawa seseorang, hal itu tak membuat negara menjadi berhak untuk merampas nyawa seseorang.
Menurut Agustinus, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru memberi jalan tengah antara kubu yang pro dan kontra terhadap pidana mati. Hal itu diwujudkan dengan memberikan kesempatan kepada terpidana mati untuk mendapat evaluasi dalam tenggang waktu 10 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 100 KUHP. Namun, evaluasi 10 tahun untuk pidana mati dengan percobaan harus dinyatakan dalam putusan. ”Kalau hal itu tidak dimasukkan dalam putusan, Pasal 100 KUHP tidak bisa diberlakukan,” katanya.
Dalam UU No 1/2023 tentang KUHP Pasal 624 disebutkan bahwa UU ini mulai berlaku setelah tiga tahun, terhitung sejak tanggal diundangkan. UU No 1/2023 diundangkan pada 2 Januari 2023.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengungkapkan, vonis mati terhadap Sambo bukan yang pertama bagi anggota Polri yang terlibat kasus pidana. Namun, Sambo berpangkat paling tinggi, yakni bintang dua.
Akan tetapi, Sugeng menilai, Sambo berpotensi mendapat putusan lebih ringan pada tahap selanjutnya karena hal yang meringankan tak dipertimbangkan. ”Sambo tentu kecewa dengan putusan ini dan akan banding, berjuang sampai kasasi atau peninjauan kembali,” katanya.
Perencanaan
Dalam pertimbangan putusan terhadap Putri, majelis hakim menyayangkan tidak terungkapnya motif Putri sehingga harus membuat cerita yang menyesatkan dan membuat sang suami, Ferdy Sambo, menjadi marah dan terpicu untuk mengambil nyawa Nofriansyah. Akibatnya, Putri menjadi terdakwa yang turut serta dalam rencana pembunuhan Nofriansyah.
Dalam persidangan putusan terhadap Sambo, majelis hakim menuturkan, perencanaan pembunuhan dilakukan Sambo dengan memberi tahu istrinya, Putri, bahwa lokasi pembunuhan di rumah dinas Duren Tiga Nomor 46, Jakarta. Jika ada yang bertanya kepada Putri, dia diminta menjawab akan melakukan isolasi mandiri.
Putri juga membahas soal sarung tangan dan kamera pemantau (CCTV) kepada Sambo. Namun, majelis tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Di sisi lain, majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa Sambo turut menembak Nofriansyah menggunakan senjata api jenis Glock. Hal ini dilakukan Sambo dengan menggunakan sarung tangan warna hitam.