Ferdy Sambo Dihukum Mati, Hakim Sebut Tak Ada Hal Meringankan
Ferdy Sambo dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Majelis hakim menyatakan tidak ada hal yang meringankan hukuman Sambo. Dia divonis hukuman mati.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR, DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis berupa pidana mati kepada Ferdy Sambo yang dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Majelis hakim menyebut tidak ada hal yang meringankan hukuman Sambo.
”Menyatakan, terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso ketika membacakan vonis perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Wahyu didampingi dua hakim anggota, yaitu Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono. Adapun vonis kepada Sambo tersebut lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa, yakni pidana penjara seumur hidup. Meski demikian, dalam tuntutannya, jaksa juga tidak menyebutkan adanya hal yang meringankan hukuman.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyebutkan hal yang memberatkan adalah pembunuhan tersebut dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi selama tiga tahun sehingga mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban dan menyebabkan kegaduhan di masyarakat. Hal memberatkan berikutnya adalah bahwa perbuatan terdakwa tidak pantas dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum, yakni Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, sehingga mencoreng institusi Polri di mata Indonesia dan dunia.
Majelis hakim juga menilai bahwa perbuatan terdakwa menyebabkan anggota Polri lainnya terlibat. Hal memberatkan yang terakhir adalah terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya di persidangan. ”Hal meringankan, tidak ada hal meringankan dalam perkara ini,” kata ketua majelis hakim.
Unsur perencanaan
Majelis hakim menyampaikan, Sambo terlebih dahulu mengutarakan niatnya kepada ajudannya, Brigadir Kepala Ricky Rizal, untuk menembak Nofriansyah. Awalnya, dia meminta Ricky menembak Nofriansyah jika melawan. Namun, Ricky menolak perintah itu karena tidak siap mental. Sambo lalu memanggil ajudan lain, yaitu Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, dengan mengatakan hal yang sama.
Majelis hakim menilai, terdapat susunan skenario yang membuat kejadian yang terjadi sebelum ataupun setelah penembakan sebagai tindakan untuk membela Putri Candrawathi, istri Sambo. Selain itu, majelis hakim menilai, perbuatan pembunuhan terhadap Nofriansyah di rumah dinas Kadiv Propam Polri Duren Tiga telah dirancang, dipikirkan dengan baik, dan tenang.
”Tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba. Tidak pula dalam keadaan terpaksa atau emosional yang tinggi,” katanya, menambahkan.
Dengan pertimbangan itu, majelis hakim menilai bahwa unsur perencanaan telah terpenuhi. Perencanaan itu dilakukan karena Sambo marah dan kecewa mendengar narasi bahwa Putri diperlakukan kurang ajar dan sadis oleh Nofriansyah. Nofriansyah telah melakukan kekerasan fisik dan kekerasan seksual terhadap Putri sehingga Sambo marah, kecewa, dan memutuskan untuk melakukan pembunuhan kepadanya.
Menurut majelis hakim, perencanaan dilakukan Sambo dengan memberi tahu istrinya, Putri Candrawathi, bahwa lokasi pembunuhan di rumah dinas Duren Tiga Nomor 46, Jakarta. Jika ada yang bertanya kepada Putri, dia diminta menjawab akan melakukan isolasi mandiri. Putri juga sempat membahas soal sarung tangan dan kamera pemantau (CCTV) kepada Sambo. Namun, majelis tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
”Sebagaimana diterangkan saksi Richard Eliezer bahwa selanjutnya Putri meminta Saksi Daden (ajudan Sambo) memanggil saksi Ricky Rizal untuk mengantarkannya dengan mobil Lexus menuju rumah di Jalan Duren Tiga Nomor 46,” katanya.
Dalam perjalanan dari rumah pribadi di Jalan Saguling III ke rumah dinas di Duren Tiga Nomor 46 itu, kata Wahyu, Putri sebetulnya tidak mau satu mobil dengan korban Nofriansyah. Namun, akhirnya mereka berangkat bersama dalam satu mobil. Menurut hakim, ini menunjukkan bahwa Sambo telah menyuruh Putri sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan itu.
Hal itu juga terekam dalam CCTV rumah di Saguling, tempat asisten rumah tangga Sambo, Kuat Ma'ruf, diajak Putri ke lantai III untuk bertemu dengan terdakwa. Terdakwa kemudian memberi tahu rencana pembunuhan terhadap Nofriansyah, berikut skenario tembak-menembak antara Eliezer dan Nofriansyah untuk mengaburkan peristiwa yang sebenarnya terjadi.
”Majelis menyatakan bahwa unsur dengan sengaja dan melawan hukum telah nyata terpenuhi,” kata Wahyu.
Setelah membacakan putusan, ketua majelis hakim langsung menutup sidang. Menurut rencana, pada hari ini juga, vonis kepada Putri Candrawathi akan dibacakan.