Menanti ”Hitam-Putihnya” Vonis Sambo dan Putri
Hari ini, menurut rencana, Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, akan menjalani sidang putusan perkara dugaan pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Jika tidak ada aral melintang, Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, akan menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, Senin (13/2/2023). Ketuk palu majelis hakim beberapa saat lagi akan menentukan ”hitam-putih” nasib keduanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Berbicara mengenai hitam dan putih, pasangan suami istri ini kerap mengenakan pakaian berwarna hitam atau putih selama persidangan yang telah berjalan selama 18 minggu.
Tidak hanya dalam hal warna pakaian, keduanya juga kompak dalam memberikan keterangan di persidangan, khususnya mengenai adanya peristiwa kekerasan seksual di kediaman Sambo yang berada di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.
Bagi Sambo, peristiwa pelecehan seksual di Magelang menjadi pemicu amarahnya yang pada akhirnya berbuntut pada penembakan Nofriansyah, keesokan harinya, di rumah dinas Sambo sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri kala itu. Adapun bagi Putri, ia adalah korban kekerasan seksual yang dilakukan Nofriansyah. Peristiwa itu dilaporkan kepada Sambo melalui sambungan telepon pada 7 Juli tengah malam.
”Saya kaget karena baru pertama kali istri telepon dengan kondisi menangis dengan suara lirih,” kata Sambo ketika diperiksa di sidang pada 7 Desember 2022.
”Ketika istri melaporkan seperti itu, saudara cuma mengikuti saja?” kata ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso.
”Saya lebih mementingkan keselamatan istri saya,” jawab Sambo.
”Bagaimana apabila pada malam itu saudara menghubungi kapolres atau kapolda?” kata majelis hakim.
”Pasti akan ada atensi,” jawab Sambo.
”Tapi saudara tidak lakukan?” kata majelis hakim.
”Tidak melakukan,” jawab Sambo.
”(Di sana) Ada 2 ajudan dan 1 asisten rumah tangga. Tapi saudara tidak melakukan apa pun?” kata majelis hakim kembali.
”Saya diminta istri saya untuk tidak menghubungi mereka. Karena kekhawatiran istri saya terhadap keselamatannya,” jawab Sambo.
Baca juga: Jaksa: Sambo Punya Cukup Waktu Pikirkan Pembunuhan
Keduanya pun kompak mengatakan bahwa sepanjang perjalanan dari Magelang ke Jakarta, 8 Juli pagi, tidak terjadi komunikasi di antara mereka. Perjumpaan keduanya baru berlangsung setibanya Putri di rumah Jalan Saguling, Jakarta Selatan. Saat itu, meski Sambo mengaku tidak mengetahui persis siapa saja ajudan yang menyertai istrinya, di rumah Saguling, Sambo mengaku memanggil Ricky untuk naik ke lantai tiga rumah Saguling.
Dalam keterangan lain, Sambo dan Putri juga kompak untuk memberikan keterangan yang berbeda dari keterangan yang diberikan Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Salah satunya, Putri menampik telah memerintahkan Richard untuk membawa senjata api jenis Steyr ke lantai tiga rumah Jalan Saguling.
Sementara, baik Putri maupun Sambo menampik adanya kata-kata mengenai ”sarung tangan” dan ”CCTV” sebagaimana keterangan Richard ketika berada di lantai tiga, termasuk tentang adanya penambahan peluru bagi senjata Glock milik Richard. Putri disebut tengah berada di dalam kamar.
Terkait keikutsertaan para ajudan dan asisten rumah tangga ke rumah dinas di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Putri menyebut bahwa para ajudan ikut karena mereka sudah tahu tugas dan kebiasaan di keluarganya. Kebiasaan itu termasuk untuk melakukan isolasi mandiri sepulang dari luar kota. Hal senada juga dikatakan Sambo. Yang menjadi pertanyaan, Susi yang juga baru pulang dari Magelang tidak ikut ke rumah Duren Tiga.
Di rumah Duren Tiga, Putri mengaku tak mengetahui Sambo ikut datang ke sana. Putri menyebut hanya mendengar suara orang bercakap yang diikuti suara letusan. Setelah itu, Sambo menjemputnya di kamar, membawanya di kamar sembari memeluknya, lalu memerintahkan Ricky Rizal untuk mengantar Putri kembali ke rumah Jalan Saguling.
Putri tidak tahu Nofriansyah tergeletak di sana dengan berlumuran darah. Bahkan, Putri mengaku baru mengetahui tentang meninggalnya Nofriansyah pada keesokan harinya.
”Ketika terjadi tembakan, apakah saudara dengar?” kata majelis hakim dalam sidang tanggal 11 Januari 2023.
”Pada saat itu saya mendengar letusan. Banyak kali, beberapa kali,” jawab Putri.
”Terdengar ada suara keributan?” kata majelis hakim.
”Iya, sayup-sayup terdengar suara orang di luar seperti bercakap-cakap, ribut-ribut. Saya tidak begitu jelas karena saya waktu itu sudah ngantuk,” jawab Putri.
”Saat mendengar suara tembakan, apa yang saudara pikirkan?” kata majelis hakim kembali.
”Saya menutup telinga saya dan saya shock. Saya juga bingung, ini ada apa,” jawab Putri.
Sambo juga membenarkan bahwa ia baru menyampaikan perihal kematian Nofriansyah pada keesokan harinya, yakni 9 Juli 2022. Baik Sambo maupun Putri memberikan keterangan yang sama mengenai Putri yang marah setelah mendengar cerita Sambo terkait laporannya ke Kapolri.
Sambo menyebut bahwa peristiwa tembak-menembak antara Nofriansyah dan Richard disebabkan pelecehan seksual yang dilakukan Nofriansyah kepada Putri. Putri marah karena sang suami melibatkan dirinya.
Tuntutan
Dalam tuntutannya, jaksa menilai bahwa Putri terbukti melanggar dakwaan primer, yakni Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Jaksa memohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan pidana 8 tahun penjara kepada Putri.
Untuk hal-hal yang memberatkan tuntutan terhadap Putri adalah perbuatannya telah menyebabkan hilangnya nyawa Nofriansyah dan menimbulkan duka yang mendalam bagi keluarga korban. Putri juga dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan, tidak mengakui perbuatannya, dan tidak menyesali perbuatannya. Yang menarik, dalam surat tuntutannya, jaksa menyebut yang terjadi bukanlah kekerasan seksual atau pemerkosaan, melainkan perselingkuhan.
Baca juga: Jaksa Simpulkan Putri Candrawathi Rencanakan Pembunuhan Brigadir J sejak dari Magelang
Terhadap Sambo, jaksa menuntutnya dengan pidana penjara seumur hidup. Menurut jaksa, Sambo dinilai terbukti melanggar dakwaan kesatu primer, yakni melanggar Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sambo juga dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam tuntutannya, jaksa berkesimpulan bahwa Sambo telah melakukan pembunuhan secara bersama-sama. Selain itu, dia dinilai terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik menjadi tidak sebagaimana mestinya, yakni memerintahkan bawahannya untuk memusnahkan rekaman kamera pengawas di Kompleks Polri Duren Tiga.
Senada dengan Putri, jaksa juga menilai Sambo berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya dalam persidangan. Perbuatan Sambo juga dinilai tidak pantas dilakukan oleh seorang aparatur penegak hukum yang juga merupakan seorang petinggi Polri.
Menanggapi tuntutan tersebut, dalam pleidoi pribadinya, Putri menyampaikan bahwa dia tidak mengetahui kesalahannya. Putri juga menegaskan bahwa dirinya sebagai korban pelecehan seksual dan penganiayaan yang dilakukan Nofriansyah, bukan pelaku pembunuhan berencana.
”Karena saya tidak membunuh siapa-siapa dan saya tidak tahu kalau suami saya datang ke (rumah dinas) Duren Tiga. Pada saat peristiwa penembakan itu terjadi, saya sedang dalam keadaan istriahat di kamar yang tertutup,” kata Putri.
Penegasan bahwa Putri adalah korban kekerasan seksual juga disampaikan penasihat hukumnya. Menurut mereka, laporan Putri kepada sang suami mengenai peristiwa kekerasan seksual yang terjadi di Magelang adalah hak moral istri kepada suami, bukan perencanaan pembunuhan. Oleh karena itu, penasihat hukum menampik dalil bahwa laporan Putri ke Sambo dianggap sebagai bukti turut sertanya Putri dalam pembunuhan berencana.
Baca juga: Penasihat Hukum Putri Balas Sebut Jaksa Bertahan dengan Ilusi
Sementara, Sambo justru mengawali pleidoi pribadinya dengan menyampaikan keputusasaannya menghadapi berbagai tuduhan terhadap dirinya dan keluarganya. Sambo menyebut, pembelaannya sia-sia karena semua pihak telah condong untuk menyalahkan dirinya. Terhadap tuntutan pidana seumur hidup, Sambo meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan karier dan pencapaiannya selama 28 tahun menjadi anggota kepolisian, termasuk pretasinya mengungkap kasus besar.
Beberapa kasus yang Sambo sebut dalam pleidoi pribadinya adalah pengungkapan kasus Djoko Tjandra, buron yang terlibat skandal hukum dengan pegawai Kejaksaan Agung; pengungkapan jaringan narkoba internasional dengan barang bukti 4 ton 212 kilogram sabu; serta kasus perdagangan orang.
”Saya telah kehilangan pekerjaan dan tidak lagi mendapatkan hak-hak apa pun, termasuk uang pensiun, sehingga saya telah kehilangan sumber penghidupan bagi saya dan keluarga,” kata Sambo.
Penasihat hukum Sambo menambahkan, tuntutan jaksa terhadap kliennya hanya didasarkan pada keterangan Richard. Sementara, keterangan Richard dinilai penasihat hukum Sambo dan Putri sebagai keterangan yang berdiri sendiri dan tidak konsisten.
Vonis bagi Sambo dan Putri akan segera dijatuhkan. Apakah ketuk palu hakim memilah dan memperlihatkan hitam dan putihnya mereka atau justru membuatnya semakin abu-abu dan kabur? (NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR)